Mohon tunggu...
Hari Wiryawan
Hari Wiryawan Mohon Tunggu... Dosen - Peminat masalah politik, sejarah, hukum, dan media, dosen Usahid Solo.

Penulis lepas masalah politik, sejarah, hukum, dan media, dosen Usahid Solo

Selanjutnya

Tutup

Sosok

Melihat Rekam Jejak Tiga Bacapres, Ala Anies Baswedan

23 September 2023   11:30 Diperbarui: 23 September 2023   11:44 541
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosok Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Salah satu pernyataan/ jawaban bakal Calon Presiden (Bacapres) Anies Baswedan yang sering diungkapkan ketika ditanya soal Politik Identitas adalah agar publik melihat "rekam jejak", bukan melihat dari tuduhan dari lawan politik. Melihat rekam jejak berarti kita harus melihat apa yang telah dilakukan seseorang, bukan melihat dari tuduhan atau pandangan orang lain terhadap seseorang. Pandangan Anies ini cukup menarik dan fair, jika kita ingin menilai seorang pemimpin memang harus melihat rekam jejaknya, bukan dari berbagai tuduhan orang lain terhadap seseorang yang akan dinilai.

Tulisan ini hendak membahas tentang "rekam jejak" tiga orang bakal capres yaitu Anies Baswedan, Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo, sesuai dengan anjuran Anies Baswedan tentang "metode" rekam jejak. Rekam jejak yang akan dibahas disini bukan soal politik identitas melainkan soal afiliasi atau patron politik dari ketiga bacapres. Melihat afiliasi atau patron politik menjadi penting karena hal ini juga merefleksikan orientasi ideologi politik para bakal calon presiden. Mari kita lihat afiliasi ideologi politik tiga bacapres dengan "metode" rekam jejak ala Anies Baswedan.

Anies Baswedan

Rekam jejak afiliasi politik Anies Baswedan sangat menarik untuk dicermati, dari seorang akademisi kemudian mengabdikan diri kepada masyarakat terjun ke dunia politik. Siapakah patron politik Anies dan kemana afiliasinya, sehingga bisa moncer namanya?

Konteks keberadaan sosok Anies Baswedan tidak bisa dilepaskan dari Pilkada 2017 yang mencekam itu. Karena saat itulah nama Anies melambung tinggi, menjadi harapan "umat Islam". Kata umat Islam di sini diberi tanda kutip karena tidak semua umat Islam memiliki sikap yang sama.

Kemenangan Anies pada saat Pilkada 2017 memang sangat fenomenal. Ia tidak pernah memenangkan hasil survey, namun terbukti bisa memenangkan Pilkada itu. Inilah salah satu sebab yang membuat Anies sebagai Bacapres untuk Pilpres 2024 tetap bersemangat meskipun survey selalu paling buncit.

Namun Anies harus ingat bahwa situasi dan kondisi kemenangan Anies dalam Pilkada DKI Jakarta 2017 tidak sama dengan Pilpres 2024. Pertama, Indonesia jelas tidak sama dengan Jakarta. Lingkup medan pertarungan bukan dari Tanjung Priok ke Kebayoran Baru, bukan dari Kalideres ke Jatinegara. Melainkan dari Aceh sampai Papua. Penduduk bukan 10 juta melainkan 280 juta.

Kedua, Kemenangan Anies disebabkan karena lawan utamanya yaitu Ahok sedang dalam masalah besar yaitu dituduh melakukan penodaan agama dan sedang diadili. Ahok sebagai keturunan Tionghoa yang beragama Kristen, kedudukannya makin lemah. Dengan demikian kemenangan Anies bukan karena kekuatan dirinya namun karena kelemahan lawan.

Ketiga, para pendukung Anies, pelaku pemenangan Anies pada saat itu adalah terutama karena dukungan dari kalangan Islam kota, termasuk kalangan radikal baik dari HTI maupun FPI. Peran pimpinan FPI Habib Rizieq Shihab sangat besar dalam memenangkan Anies. Kini dua organisasi HTI dan FPI telah dibubarkan. Sementara Rizieq Shihab hingga kini belum memberikan dukungan secara terbuka. 

HTI kita kenal sebagai kelompok yang ingin mendirikan Khilafah Islamiyah di Indonesia, dan FPI ingin mendirikan negara syariah Islam Indonesia. Dua kelompok ini jelas anti Pancasila.

Pencalonan Anies sebagai Gubernur DKI Jakarta terjadi setelah ia diberhentikan oleh Presiden Jokowi sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Anies yang semula adalah pendukung Jokowi kemudian menyeberang ke lawan politik Jokowi yaitu Prabowo Subianto. Bersama Prabowo, Anies kemudian juga bergabung dengan pimpinan FPI Habib Rizieq.

Hubungan mesra Anies dan Prabowo ternyata tidak lama. Keduanya mulai renggang setelah Prabowo bergabung Presiden Jokowi, 2019. Sementara hubungan Anies dan Habib Rizieq juga renggang setelah Rizieq masuk penjara pada masa Pandemi.

Dari sekutu Prabowo Subianto dan Habib Rizieq, Anies kemudian berpaling dan jatuh dalam pelukan Ketua Umum Partai Nasional Demokrat (Nasdem) Surya Paloh. Nama terakhir inilah yang mencalonkan Anies sebagai presiden dan bahkan mencarikan jodoh calon wakil presiden, Cak Imin.

Berpindah-pindah afiliasi politik yang sangat ekstrim, sebenarnya telah dilakukan oleh Anies Baswedan sejak lama. Inkonsistensi ini bila kita runut lebih jauh telah terjadi jauh-jauh hari di masa lalu dalam "karir politik" Anies Baswedan. Pada waktu Anies masih mahasiswa, ia bergabung dengan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Majelis Penyelamat Organisasi MPO. HMI MPO adalah HMI sempalan yang menentang asas tunggal Pancasila pada masa Orde Baru. HMI MPO berseberangan dengan HMI Dipo (sekretariatnya di Jl Diponegoro, Jakarta) yang menerima asas tunggal Pancasila.

Sikap HMI Dipo yang menerima Pancasila itu mendapat dukungan dari tokoh alumni HMI Prof Nurcholish Madjid (Cak Nur). Cak Nur bersama KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pada waktu itu berusaha untuk meyakinkan kalangan Islam agar menerima Pancasila. Walhasil Cak Nur dan Gus Dur justru mendapat tentangan dari sebagian umat Islam sendiri.

Setelah Anies menyelesaikan studinya, kemudian bekerja sebagai dosen dan kemudian sukses meniti karir sebagai rektor di Universitas Paramadina. Perguruan tinggi ini didirikan oleh Yayasan Paramadina dimana Cak Nur adalah pendiri dari yayasan dan universitas Paramadina. Di sini kita melihat perubahan pandangan Anies dari menentang asas tunggal Pancasila kemudian beralih kepada kelompok pendukung Pancasila.

Setelah sukses sebagai Rektor Universitas Paramadina, Anies kemudian aktif sebagai Tim Pemenangan capres Jokowi tahun 2014. Anies juga menjadi tim inti proses transisi Presiden terpilih Jokowi, dan  sebagai menteri Pendidikan. Namun tidak lama kemudian Anies diberhentikan oleh Presiden Jokowi, seperti diuraikan di atas.

Perhatikan lika-liku sosok Anies Baswedan dari satu kutub ke kutub ideologi politik yang lain. Dari yang pro-Pancasila ke yang anti Pancasila dan sebaliknya.

Prabowo Subianto

    Rekam jejak Prabowo Subianto yang menonjol adalah saat ia menjadi komandan korps pasukan baret merah, Kopassus. Prabowo banyak disebut terlibat dalam aksi penculikan dan penghilangan sejumlah aktivis pro demokrasi. Keterlibatan Prabowo ketika menjadi Komandan Kopassus tentu sebagai baktinya kepada sang mertua, Presiden Suharto.

Dalam karir politiknya Prabowo pernah bersekutu dengan Megawati Soekarnoputri sebagai calon wakil presiden, 2009. Ayah Megawati Soekarnoputri, yaitu Bung Karno adalah salah satu musuh politik dari mertua Prabowo, Suharto. Di sini kita melihat Prabowo dari kutub Suharto menuju ke kutub Sukarno. Pada Pilpres 2014 dan 2019 Prabowo melawan Jokowi dengan menggandeng kalangan radikal termasuk FPI dan HTI. Di sini Prabowo berlari menuju kutub yang lain kaum radikal, melawan Jokowi anak ideologis Bung Karno.

Langkah Prabowo ini mirip dengan apa yang dilakukan oleh Anies Baswedan. (Lebih tepatnya Anies Baswedan mengikuti langkah Prabowo Subianto). Namun haluan politik Prabowo berubah setelah Pemilu 2019 dan kini menghadapi Pilpres 2024, Prabowo tidak lagi bersama FPI dan Habib Rizieq namun bersama Jokowi. Puja-puji Prabowo kepada Jokowi tidak pernah berhenti menjelang Pilpres 2024. Sementara kepada sekutu eratnya dalam dua Pilpres yang lalu, yaitu Habib Rizieq Shihab tidak lagi terdengar, serupa dengan Anies Baswedan. Jika Anies memiliki patron baru yaitu Surya Paloh, Prabowo memiliki pula gebetan baru yaitu Joko Widodo. Serupa dengan Anies Baswedan, Prabowo Subianto telah melupakan Habib Rizieq, paling tidak hingga September 2023.

Di sini kita melihat karir politik Prabowo Subianto dari seorang pendukung Suharto, berpindah menjadi pendukung Megawati, putra Presiden Sukarno lalu berganti bersekutu dengan Habib Rizieq dan kini dengan Joko Widodo seorang Soekarnois.

Ganjar Pranowo.

Karir politik Ganjar Pranowo bisa kita lacak dari rekam jejak sesuai pengakuan Ganjar sendiri dalam berbagai kesempatan bahwa dia sejak mahasiswa telah bergabung dengan Partai Demokrasi Indonesia (PDI), waktu itu belum ada kata "Perjuangan". Ketika Megawati mendirikan PDI Perjuangan Ganjar mengikuti arah Megawati sebagaimana sebagian besar kaum nasionalis pengagum Bung Karno.

Ganjar kemudian berhasil menjadi anggota DPR RI selama dua periode dengan kendaraan PDI-Perjuangan. Setelah itu Ganjar berhasil pula menjadi Gubernur Jawa Tengah juga selama dua periode bersama PDI Perjuangan.

Ketika ada kabar koalisi antara Golkar, PPP dan PAN, 2021 banyak yang beranggapan bahwa koalisi itu untuk menampung Ganjar Pranowo yang elektabilitasnya tinggi namun tidak segera dicapreskan oleh PDIP. Koalisi ini pun mencoba untuk "menggoda" Ganjar Pranowo agar mau bergabung. pada kenyataanya Ganjar Pranowo tidak tergoda ia, tetap memilih bersama PDIP.

Ketika Ganjar Pranowo di "kuyo-kuyo" oleh rekan separtainya yang disebut dengan istilah "kemajon" dan disindir sebagai pemimpin medsos, Ganjar Pranowo tidak pernah balik menyerang partainya. Gubernur Jawa Tengah itu tetap tunduk dan patuh kepada pimpinan PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri.

    Dari rekam jejak ini, Ganjar Pranowo sejak mahasiswa, berkarir sebagai anggota DPR RI, sebagai Gubernur Jawa Tengah menempuh jalur yang linier, satu garis lurus: nasionalisme. Ia tunduk pada ajaran Bung Karno, tunduk pada putri Bung Karno, Megawati Soekarnoputri, tunduk pada putra ideologis Bung Karno: Joko Widodo.

Konsistensi Rekam Jejak

Sesuai dengan anjuran Anies baswedan kita harus melihat rekam jejak pemimpin sebagai suatu kenyataan politik, bukan dari tuduhan lawan. Dengan logika ini, marilah kita lihat rekam jejak tiga bacapres dalam hal konsistensi afiliasi politik atau patron politik. Celakanya afiliasi politik ini sedikit banyak merepresentasikan ideologi politik mereka masing-masing.

Jika kita lihat Anies Baswedan maka, bisa dilihat bahwa tidak ada kepastian dengan siapakah Anies akan bekerjasama jika kelak memenangkan Pilpres? Apakah Anies akan tetap setia dan terus bersama Surya Paloh, atau akan menggandeng kembali Rizieq Shihab? Apakah Anies Baswedan akan kembali kepada Prabowo Subianto ataukah kepada Joko Widodo? Tidak ada kepastian, tidak ada rekam jejak dari Anies Baswedan sebagai orang yang setia dan konsisten dengan ideologi Pancasila. Ini adalah kenyataan bukan tuduhan.

Begitu pula pertanyaan besar akan menggantung kepada Prabowo: apakah mantan Danjen Kopassus ini akan terus memuja Jokowi sebagai guru politiknya, seperti yang terus dilakukan sekarang ini? Apakah akan rujuk kembali kepada Rizieq Shihab? Tokoh terakhir ini pernah dijanjikan oleh Prabowo akan dijemput dari Arab Saudi jika ia menjadi presiden, Apakah Prabowo akan balik bekerjasama dengan Habib Rizieq atau kembali ke Cendana?, keluarga besar mantan istrinya. Lalu bagaimana program Pemerintah Jokowi yang bersih-bersih dengan keluarga Cendana, apakah akan diteruskan oleh Prabowo atau tidak? Apakah Prabowo akan tetap setia pada Pancasila, atau bermain mata dengan pendukung Khilafah Islamiyah yang dulu bahu membahu bersama. 

Ini adalah rekam jejak Prabowo Subianto: dari Soeharto ke Megawati, ke Habib Rizieq lalu ke Jokowi. Setelah ini mau kemana?

    Di lain sisi kita melihat dengan siapakah Ganjar bekerjasama? jelas Ganjar akan membawa ideologi nasionalisme dan Pancasila. Ia akan tetap bersama PDI Perjuangan dan bekerjasama dengan semua kalangan yang ingin memajukan bangsanya. Ganjar tentu akan bekerjasama dengan Jokowi dan meneruskan program kerja Jokowi. Karena Jokowi memiliki rekam jejak bekerjasama dengan erat bersama NU dan Muhammadiyah, Ganjar tentu juga akan melakukan hal yang sama. 

Jika anda tidak suka dengan pemikiran Bung Karno, maka anda tidak usah memilih Ganjar. Jika anda tidak suka dengan Megawati atau Jokowi maka anda tentu tidak akan memilih Ganjar Pranowo. Tetapi jika anda pengagum Bung Karno, Megawati dan Jokowi maka anda tentu akan memilih Ganjar Pranowo. Garis politik Ganjar lurus dan jelas.

Tetapi jika anda pengagum Habib Rizieq Shihab, apakah anda akan memilih Anies Baswedan atau Prabowo Subianto? Anda tentu ragu karena mereka  berdua yang dulu akrab dengan Habib Rizieq, kini baik Anies dan Prabowo telah melupakan begitu saja. Jika anda pengagum Jokowi anda tentu tidak akan memilih Anies Baswedan karena Anies telah berseberangan dengan Jokowi. Para pendukung Jokowi, apakah anda yakin akan memilih Prabowo? karena dulu Prabowo meninggalkan begitu saja para pendukungnya. Jika anda simpatisan partai Nasdem dan Surya Paloh, apakah anda yakin Anies akan tetap setia dengan Surya Paloh? Apakah anda yakin kejadian "pengkhianatan" Anies pada AHY dan SBY tidak akan terulang? 

Jika anda cinta Indonesia dan Pancasila tentu anda tidak ragu memilih Ganjar Pranowo karena rekam jejak ideologi politiknya. Tetapi apakah anda yakin dengan Anies Baswedan dan Prabowo Subianto? Sekali lagi lihat rekam jejaknya (Wir).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun