Mohon tunggu...
Hari Wiryawan
Hari Wiryawan Mohon Tunggu... Dosen - Peminat masalah politik, sejarah, hukum, dan media, dosen Usahid Solo.

Penulis lepas masalah politik, sejarah, hukum, dan media, dosen Usahid Solo

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Omnibus Law dan Kasta Pengusaha

10 Oktober 2020   12:52 Diperbarui: 10 Oktober 2020   13:06 833
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di kota Solo, tata kota dibuat sedemikian rupa sehingga bisa menggambarkan bagaimana hubungan Raja dan kasta pedagang. Keraton menganggap bahwa ulama sebagai pemegang otoritas keagamaan yang terhormat (Brahma/ Ulama) maka Kaum Ulama ditempatkan persis di sebelah Barat tembok Keraton yang disebut dengan Kampung Kauman, pemukiman para Kaum (Ulama). Sementara kaum pedagaang (batik) ditempatkan di sekitar 5 Km dari keraton. 

Ini setidaknya menggambarkan hubungan yang jauh antara Raja dan kaum pengusaha/ pedagang. Raja tidak butuh pedagang maka kaum pedagang tidak perlu dekat dengan istana. Sementara Ulama sangat dibutuhkan oleh Raja maka rumahnya harus sangat dekat dengan keraton. Sedangkan kaum Ksatria ada dalam tembok keraton.

Dalam sejarah sering digambarkan bahwa mereka yang mengeruk kekayaan Indonesia adalah penjajah Belanda dan mereka adalah kaum pedagang yang rakus yang tergabung dalam VOC (Vereeniging de Oost Indische Companie). Perang melawan VOC muncul di mana-mana yang hakikatnya adalah perang rakyat melawan kaum pedagang. Istilah "Kompeni" sebagai julukan bagi penjajah Belanda berasal dari "Compagnie" (Perusahaan). Dari sejarah kita diajarkan bahwa yang jahat adalah "perusahaan/ pengusaha" Belanda bukan "tentara" Belanda.  

Pada masa awal Reformasi, sangat santer berita tentang Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang dikemplang oleh para konglomerat. Para pencuri uang negara adalah para pengusaha yang rakus. Besarnya nilai uang negara yang dicuri, membuat masyarakat geram. Mereka yang mengemplang pajak juga dilakukan oleh para pengusaha.

Buruknya persepsi masyarakat terhadap pengusaha itu makin tambah runyam dengan melihat kenyataan bahwa para pengusaha itu sebagian besar bertenis Tionghoa. Pada masa sekarang dimana gerakan anti China berkembang maka gambaran buruk pengusaha terutama pengusaha China makin bertambah negatif.

Pengusaha pribumi yang teliti dalam keuangan dianggap "lebih Cina dari orang Cina". Pengusaha asing yang akan melakukan investasi dicurigai akan merampok kekayaan Nusantara. Apalagi jika pengusaha asing itu dari Tiongkok, maka pengusaha itu akan dianggap iblis jadi-jadian.

Sementara itu kaum Sudra sebagai kasta terendah, meskipun mereka dipandang sebelah mata, namun secara sosial mereka dianggaap sebagai kaum yang lemah dan perlu ditolong. Ajaran Islam banyak mengajurkan agar menolong orang fakir miskin, zakat kepada kaum miskin.  Ajaran Kristen juga menganjurkana untuk mengasihi kaum papa. 

Dalam wacana politik, hampir semua partai politik selalu mengklaim membela rakyat kecil. Partai Demoktasi Indonesia Perjuagan adalah partai yang paling menonjol menyatakan diri sebagai "partainya wong cilik" dan berhasil memikat kalangan bawah. Hampir semua partai, baik partai nasionalis, komunis dan Islam selalu menyuarakan sebagai pembela kaum cilik. Siapa wong cilik itu? Satu di antara yang dianggap sebagai wong cilik atau orang fakir adalah: buruh, kaum pekerja.

Dengan demikian kasta Brahma/Ulama adalah kasta yang terhormat dan dihormati oleh kaum penguasa (Ksatria) yang berusaha membantu kasta paling rendah (Sudra). Ada sinergi antara tiga kasta itu, mereka bahu membahu untuk saling membantu. Bagaimana dengan Waisya? Nah di sinilah letak masalhnya. Kasta Waisya adalah kasat yang sangat buruk citranya dan menjadi musuh masyarakat sebagaimana diuraikan di atas.

Dan kini ketika Omnibuslaw dicap sebagai "menguntungkan pengusaha" dan "menyengsarakan buruh" bak bensin yang siap dibakar. Ketika alam bawah sadar sudah terbentuk lama maka akan mudah memanggil kembali kebencian publik kepada kelas menengah pengusaha (Waisya). Mungkin ini salah satu penyebab mengapa Indonesia tertinggal dari bangsa Asia lainya: buruknya persepsi kepada pengusaha. Dan... itu yang sedang dilawan Jokowi. (Wir).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun