Mohon tunggu...
HARIS ZAKY MUBARAK
HARIS ZAKY MUBARAK Mohon Tunggu... -

Sejarawan Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mengembangkan Pemikiran Negarawan Indonesia Sejati

28 Januari 2012   01:18 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:22 315
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Demokrasi wajib menjunjung tinggi kedaulatan rakyat, maka setiap warga negara memiliki hak untuk dapat memilih dan dipilih, sepanjang memenuhi persyaratan di mata hukum. Disinilah yang kemudian dapat memunculkan sisi gelap dari suatu demokrasi dikarenakan bahwa setiap orang dapat memilih dan dipilih. Plato sendiri sekitar 6 abad SM, menyebutkan hal ini dengan namatimocracy, yaitu demokrasi yang dilaksanakan di tengah masyarakat korup sehingga secara tidak langsung akan membentuk pemerintahan yang korup pula Relevansi dengan yang dikatakan plato, kondisi demokrasi di Indonesia kekinian sebenarnya berpotensi besar untuk memunculkan yang disebut mobocracy yaitu demokrasi yang dilaksanakan oleh masyarakat yang bodoh, tak berpendidikan, memiliki akhlak buruk, mudah disuap, dan cenderung menyukai kemaksiatan.


Masih maraknya tata kelakuan berdemokrasi yang mengabaikan moralitas hukum. Tervisualisasi jelas dalam praktik pemilu kita seperti kekinian, dimana hingga saat ini lebih didominasi oleh manipulasi simbol demokrasi berupa praktik politik hegemoni, perpanjangan kekuasaan, dan kompetisi uang (money racing) dan masih banyaknya masyarakat kita yang belum optimal menggunakan daya kritis dan nalar kita untuk menilai ukuran kepantasan dan kepatutan seorang calon anggota legislatif dan kepala daerah. Mereka dengan mudah dibutakan mata hatinya hanya dengan lembaran rupiah, sedikit sekali partai politik yang peduli memberikan sebuah pencerahan pendidikan politik kepada masyarakat. Bahkan, parpol dan elite politik seolah dengan sengaja memanfaatkan keterbelakangan masyarakat seperti ini untuk melanggengkan niatannya mendapatkan kekuasaannya.

Uang dan popularitas sengaja dijadikan senjata utama untuk memenangkan setiap proses demokrasi. Bila hal ini telah masuk dan memengaruhi politik, maka sesungguhnya orang yang memiliki kekuatan uang kuatlah yang paling berpeluang besar mendapatkan kekuasaan. Dan manakala kekuasaan telah ada di tangannya, ia akan menggunakan kekuasaannya untuk mengumpulkan lebih banyak uang demi mengabadikan  kekuasaan itu.


Seyogyanya melihat kenyataan ini kita mestinya termotivasi bekerja keras untuk terus-menerus melakukan perbaikan dalam memberikan pendidikan politik guna mencerdaskan dan membebaskan masyarakat dari belenggu kebodohan dan kemiskinan. Para intelektual di negeri ini harusnya mengambil peran yang lebih besar  di tengah kelalaian partai politik, yang seharusnya melakukan pendidikan politik kepada masyarakat. Para intelektual mesti menanamkan kepada generasi penerus beragam nilai dasar, seperti keadilan, kejujuran, kesetaraan, humanisme. dan sikap berkualitas lainnya. Bukan sekadar mengejar pencapaian prestasi, karier, dan uang.

Pundi – pundi  substansi demokrasi harus diselamatkan melalui kampanye pro aktif secara terus menerus dengan berbagai macam media yang dapat diakses masyarakat dalam membekali pencerahan pengetahuannya. Demokrasi tidak direduksi  senbatas melalui tahapan pemilu. Lebih dari itu, kita harus menyelamatkan demokrasi kita, agar tidak terperosok ke dalam praktik demokrasi yang salah. Sebab, pemilu dapat menjadi pintu masuk yang lebar bagi orang-orang yang tidak memiliki kompetensi dan pemahaman yang baik akan demokrasi.

Perlu dipahami pula secara komprehen bahwa pemilu tidak dengan sendirinya menjamin peningkatan kualitas demokrasi, pemilu lebih sebatas wadah dalam membuka akses terhadap peningkatan kualitas demokrasi tersebut. Akses yang sesungguhnya terletak pada berfungsinya mekanisme keseimbangan antara the ruled & the ruler melalui kontrak politik yang terjadi secara langsung dan rakyat sebagai pemegang kedaulatan. Apalagi good governance merupakan proses yang tidak pernah berakhir,tidak dapat diidentikkan dengan figur, kelompok, dan atau partai tertentu.


Good governance merupakan komitmen untuk melakukan apa yang disebut pengembangan berkelanjutandalam tata pemerintahan kita, menyesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat yang mampu mengarahkan pada perubahan-perubahan yang mendasar bagi terciptanya keadilan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Tidak ada jaminan kuat bahwa demokrasi niscaya menghasilkan calon-calon pemimpin terbaik, dalam arti berkualitas dan berintegritas. Karena, demokrasi memang tidak didesain untuk menghasilkan para pemimpin yang terjamin keunggulannya, tetapi untuk memberikan kebebasan sebesar-besarnya kepada siapa pun untuk menggunakan hak pilihnya. Jadi, demokrasi prosedural lebih identik dengan personalitas ataupun popularitas daripada kualitas dan integritas para calon pemimpin yang terpilih.

Oleh karenanya tidak mengherankan jika dalam sejumlah kasus, yang muncul adalah orang-orang yang jauh dari gambaran pemimpin ideal. Bukan tidak mungkin mereka yang mendapatkan posisi terhormat itu menghalalkan segala cara, termasuk praktik politik uang.  Kalau di awal saja mereka telah mengeluarkan ongkos politik yang cukup besar demi memuluskan impian meraih kursi atau jabatan publik, tidak  mengherankan jika ke depannya mereka berharap akan mendapatkan ganjaranperjuangan yang besarnya minimal sama dari apa yang telah mereka korbankan, bahkan kalau bisa lebih besar dari itu. Itulah politik kita sekarang ini, yang selalu sarat kepentingan dan kalkulasi dengan topeng pakaian idealis pejuang aspirasi rakyat.

Dalam konteks demikian, terasa penting bagi kita membuat regulasi sangat ketat demi menyeleksi orang-orang yang akan maju menjadi sebagai kontestan politik. Namun, itu pun tak menjamin bahwa orang-orang pilihan itu, kalau nanti sudah menjabat, akan bersih dari praktik politik uang. Sebab, seseo


rang bisa saja baik dan bersih sebelum masuk ke dalam sistem. Namun, begitu ia sudah berada didalam sistem tersebut, cepat atau lambat akan ada godaan yang membuat kepribadiannya berubah dan mengubah kata kesejahteraan rakyat itu menjadi kesengsaraan rakyat.


Beberapa pra kondisi bagi aktif berfungsinya demokrasi yang berkualitas kenyataan sampai sekarang belum terwujud dalam pelaksanaan dan tradisi politik kita, yaitu adanya pemerintahan yang bersih dan berwibawa, DPR, DPD dan DPRD yang berkualitas, partai politik yang modern dan profesional, pemilih yang kritis dan rasional, kelembagaan masyarakat sipil (Non Government Organization) yang modern, konsisten, dan profesional. Kebebasan pers yang bertanggung jawab dan  masyarakat madani (civil society) yang terorganisasi, memiliki daya sinergi yang konstruktif bagi kelanjutan pembangunan Indonesia.

Inilah saatnya memikirkan secara serius bahwa membangun Indonesia yang demokratis bukan sekadar menginstal sistem, struktur, dan perangkat-perangkatnya, tapi juga ide-ide dan nilai-nilainya. Jumlah rakyat di Indonesia sangat banyak dan pluralistik. Itulah ide yang paling mendasar di dalam demokrasi, bahwa rakyat yang sesungguhnya merupakan subjek di negara tersebut dan bukan dijadikan sebagai objek. Karena itulah, rakyat, selaku pemilik kedaulatan negara, mesti menuntut hak-hak politik mereka yang salah satunya adalah turut serta berpartisipasi dalam penyelenggaraan negara ke depan. Atas dasar itu, seharusnya demokrasi politik yang dijalankan oleh elite politik kita sekarang ini harus selalu diaplikatifkan secara akomodatif dan terbuka. Itulah dinamika demokrasi, yang di dalamnya terkandung mekanisme untuk mereformasi dirinya terus-menerus.

Sejak reformasi, sebenarnya masyarakat kita memang tengah mengalami perubahan radikal. Reformasi telah mengantarkan bangsa kita ini pada tatanan dunia baru yang sama sekali terbuka dan liberal ditengah sebuah arus yang disebut globalisasi. Globalisasi tidak hanya merubah kecendrungan pandangan hidup satu bangsa menjadi sama dengan bangsa lain, tetapi juga menyatukan orientasi dan budaya menuju satu budaya dunia (world culture). Hal itu berimbas kepada perlawanan yang terjadi ditanah air kita karena ketika itu dimunculkan dalam ruang publik yang terlalu bebas mengakibatkan terjadinya kekacauan konstelasi politik di tingkat elite. Memunculkan perseteruan nasional yang  pada akhirnya melahirkan konflik antar elite politik.

Untuk itu, perlu ada kesadaran moral tinggi dari kita sekarang ini untuk segera berbenah menyelesaikan lanjutan agenda reformasi kita. Begitu banyak permasalahan yang faktanyamenimbulkan berbagai konsekuensi pelik, baik dalam kehidupan bermasyarakat maupun berbangsa, yang justru melahirkan sebuah masyarakat baru dengan penuh penghayatan dan kesadaran berbangsa yang lain pula.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun