Mohon tunggu...
Abdul Haris
Abdul Haris Mohon Tunggu... Bankir - Menulis Untuk Berbagi

Berbagi pemikiran lewat tulisan. Bertukar pengetahuan dengan tulisan. Mengurangi lisan menambah tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Menuju Indonesia Emas Tanpa Cemas

5 Januari 2025   18:24 Diperbarui: 8 Januari 2025   05:16 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi-- Menuju Indonesia Emas. (KOMPAS/HERYUNANTO)

"Indonesia emas, bukan Indonesia cemas," kelakar jurnalis senior Desi Anwar dalam suatu wawancara.

Ya, kita sudah memasuki 2025. Perjalanan menuju Indonesia emas 2045 adalah 20 tahun ke depan. Logis saja untuk mencapai era keemasan mendatang masih ada kecemasan. Perasaan itu muncul karena adanya persoalan lama yang belum terselesaikan sekaligus persoalan baru disaat mendatang.

2 Dekade Lalu

Sebelum menerawang 2 dekade ke depan, kita tengok sejenak 2 dekade silam. Apa saja yang telah negeri ini lalui? Melihat masa lalu sebatas untuk menarik pelajarannya, bukan menjadikannya tolok ukur pencapaian mendatang. Nasib bangsa tidak bisa dirumuskan dengan deret hitung.

Tahun 2005 boleh dikatakan merupakan awal periode tercapainya stabilitas politik pasca reformasi 1998. Sebelumnya, dalam kurun waktu 6 tahun, terjadi 4 kali pergantian presiden. Pergantian kepala negara melalui proses luar biasa itu mengakibatkan instabilitas politik. Kondisi itu secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi kestabilan ekonomi. 

Dalam masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, relatif tidak ada gejolak politik. Hasilnya, terdapat pencapaian ekonomi yang gemilang. Laju pertumbuhan ekonomi kerap di atas 6 persen. Bahkan, sempat mencapai 6,5 persen pada 2011.

Prestasi itu diraih di tengah berbagai tantangan. Pada waktu itu, Indonesia sempat mengalami inflasi tinggi hingga 2 digit. Diantaranya, pada 2005 sempat menyentuh 17,11 persen.

Ekonomi Indonesia, yang sebetulnya baru pulih dari krisis moneter, juga mendapatkan ujian ancaman krisis global 2008 akibat kasus subprime mortgage di Amerika Serikat (AS). Bermodalkan pengalaman menangani krisis sebelumnya,  Indonesia mampu melewati krisis global itu. Pertumbuhan ekonomi dan inflasi tetap terjaga, tingkat pengangguran terus menurun, dana asing kembali masuk, dan kondisi perbankan terjaga dengan baik.

Pada 2014, kepemimpinan Indonesia berpindah ke Presiden Joko Widodo. Periode itu menorehkan prestasi inflasi dalam level rendah. Angkanya tidak lagi pernah menembus 2 digit. Prestasi itu diiringi dengan tantangan yang sangat berat. 

Pada 2020, Indonesia terimbas dampak pandemi. Ekonomi nyaris mati akibat pembatasan aktivitas fisik. Pertumbuhan ekonomi sempat menyentuh angka negatif. Defisit keuangan negara sulit dicegah karena tingginya biaya penanganan Covid-19. Untuk mengatasinya, pemerintah dan Bank Indonesia mengambil kebijakan terobosan burden sharing untuk mengurangi defisit anggaran negara.  

Dalam kondisi mendesak itu terjadilah percepatan digitalisasi ekonomi di Indonesia. Aktivitas ekonomi tanpa sentuh yang digantikan oleh teknologi mulai umum dilakukan. Yang mana, pasca pandemi, dunia internasional menempatkan digitalisasi ekonomi sebagai masa depan kehidupan. Indonesia pun dengan cepat mampu beradaptasi mengikutinya. Bahkan, termasuk negara yang aktif mempelopori inovasi pengembangan ekonomi digital. 

Tantangan dari eksternal berupa tensi geopolitik yang tinggi muncul pula. Saat itu, terjadi perang dagang antara AS dengan China yang sempat mengganggu aktivitas perdagangan internasional. Gangguan perdagangan juga terjadi akibat perang Rusia dan Ukraina yang tidak kunjung berakhir. Ditambah lagi, konflik beberapa negara timur tengah yang terus meluas.

Menuju Indonesia Emas    

Selama 20 tahun, sudah banyak perubahan dan pencapaian meskipun dihadang beragam tantangan. Semua itu sudah berlalu, yang tersisa semestinya adalah pembelajaran dan hal-hal baik yang masih perlu diteruskan. Hingga mendekati akhir 2024, transisi kepemimpinan negara berjalan relatif mulus. Presiden Prabowo Subianto masih membutuhkan banyak perjuangan untuk mewujudkan Indonesia emas 2045. 

Mengawali 2025, Indonesia dihadapkan pada tantangan ekonomi yang berat. Kewaspadaan terhadap potensi turunnya kesejahteraan masih ada. Menurunnya jumlah kelas menengah tetap menjadi peringatan penting. 

Deflasi yang terjadi berkali-kali disertai angka pertumbuhan ekonomi yang menurun sering dikaitkan dengan indikator daya beli masyarakat yang melemah. Indikator itu juga diperlihatkan dari trend "makan tabungan". Benang kusut kelas menengah harus diurai. Mengingat, kelas tersebut berperan dominan dalam pergerakan ekonomi. Apabila tidak teratasi maka Indonesia akan sulit membebaskan diri dari middle income trap. 

Patut diapresiasi, menjelang tutup tahun, pemerintah berhasil meredam kekhawatiran masyarakat mengenai kenaikan pajak dengan membatasi objek terdampak hanya pada barang mewah. Meskipun, sementara pihak menganggap langkah itu terlambat.

Kekhawatiran masyarakat tidak boleh diabaikan. Alasannya, dari situlah bisa tercipta ekspektasi yang salah. Contohnya, kekhawatiran berlebihan kenaikan pajak dapat memantik kenaikan harga barang-barang yang bisa memicu inflasi. 

Tantangan eksternal juga masih mengintai karena konflik beberapa negara yang tidak berkesudahan. Ditambahkan lagi, kemungkinan adanya kebijakan ekonomi tidak populer dari presiden baru AS, Donald Trump.  

8 Persen 

Cita-cita mencapai pertumbuhan ekonomi 8 persen perlu diupayakan maksimal. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi terkait erat dengan daya beli yang makin baik serta konsumsi yang meningkat, lapangan kerja yang luas, dan daya saing tinggi produk ekspor. Jika berhasil dicapai, tidak hanya persoalan kelas menengah bisa teratasi, cita-cita meng-emaskan Indonesia semakin nyata.

Tidak kalah penting, memprioritaskan program yang berdampak langsung kepada rakyat mesti dipegang. Program peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui perbaikan gizi disertai  peningkatan kualitas pendidikan adalah diantara prioritas itu. 

Efisiensi aktivitas ekonomi melalui digitalisasi perlu untuk terus dilakukan. Kebijakan bank sentral telah banyak mengarah ke sana. Sebut saja, penggunaan mata uang digital, sistem pembayaran antar negara yang makin mudah dan murah, dan perluasan transaksi berbasis teknologi untuk seluruh lapisan masyarakat, termasuk pelaku ekonomi mikro.      

Kesimpulannya, wajar jika ada kecemasan menuju Indonesia emas. Yang terpenting, kecemasan itu tidak menjadikan kita pesimis sehingga takut melangkah. Indonesia mesti fokus pada pemanfaatan kesempatan yang masih terbentang, kesempatan emas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun