Mohon tunggu...
Abdul Haris
Abdul Haris Mohon Tunggu... Bankir - Menulis Untuk Berbagi

Berbagi pemikiran lewat tulisan. Bertukar pengetahuan dengan tulisan. Mengurangi lisan menambah tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Kenaikan Upah dan Kesejahteraan

1 Desember 2024   23:05 Diperbarui: 2 Desember 2024   17:04 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi UMP. (Sumber: SHUTTERSTOCK/MAHA CREATIVE HUB via kompas.com)

Jadi, alih-alih pekerja mendapat ruang bernafas setelah kenaikan upah, tambahan uang itu serasa impas ketika tergerus pengeluaran yang ikut meningkat. 

Atas dasar itulah, jika semangat untuk menaikkan upah sejalan dengan semangat menyejahterakan pekerja, maka kebijakan yang berpotensi membebani mereka perlu dipertimbangkan secara bijak.

Stagnasi Ekonomi

Menarik sekali kajian dari Universitas Indonesia berjudul Stagnasi Sekuler. Mengutip kajian tersebut, pertumbuhan terkini perekonomian Indonesia mengindikasikan munculnya fenomena yang disebut stagnasi sekuler. 

Maksudnya, dikarenakan tidak adanya sumber pertumbuhan ekonomi baru, Indonesia melanjutkan tren pertumbuhan jangka panjangnya di kisaran yang sama sejak 2014, yakni 5 persen. Pelemahan daya beli menjadi salah satu faktor yang menyebabkan stagnasi pertumbuhan ekonomi.

Kaitannya dengan kenaikan upah, meskipun tidak serta merta berpengaruh, setidaknya kebijakan tersebut bisa mendorong sisi konsumsi yang merupakan kontributor dominan pertumbuhan ekonomi. Namun, sekali lagi, perlu adanya dukungan kebijakan lain yang tidak memberatkan masyarakat.

Pelaksanaan kebijakan tertentu untuk meningkatkan penerimaan negara tetap harus ada, sepertihalnya kenaikan pajak. Hanya saja, yang perlu dipertimbangkan, waktu penerapan sebaiknya menunggu saat yang tepat. 

Saat di mana masyarakat telah sempat menikmati kenaikan pendapatannya, saat mereka memiliki kesiapan daya beli, dan saat kesejahteraan setidaknya mulai merangkak ke atas, tidak stagnan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun