Pemerintah baru saja memutuskan kenaikan upah minimum nasional tahun depan sebesar 6,5 persen. Keputusan tersebut lantas mendapatkan reaksi pro dan kontra dari pekerja, pengusaha, hingga para pengamat.Â
Munculnya reaksi atas kebijakan semacam itu semestinya sudah diprediksi. Masing-masing pihak yang memiliki perbedaan pendapat tentunya mempunyai sudut pandang dan membawa kepentingan yang berbeda.
Upah dan Daya Beli
Dari sisi pekerja, keputusan itu mendapat dukungan penuh karena tentunya merupakan angin segar untuk mereka. Lain halnya dengan para pengusaha, mereka berharap pemerintah meninjau kembali putusannya.Â
Coba kita lihat dari sudut pandang pekerja. Sepanjang tahun ini, Indonesia menghadapi fenomena turunnya jumlah Kelas Menengah.Â
Lalu, terjadi peningkatan jumlah Menuju Kelas Menengah dan  Rentan Miskin. Trend demikian tidak dapat disepelekan, apabila berlanjut maka berpotensi mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Bagaimana bisa?
Kontributor utama pertumbuhan ekonomi adalah konsumsi. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa lebih dari 80 persen total konsumsi penduduk berasal dari kelas menengah.Â
Teorinya, tingkat konsumsi berkolerasi dengan tingkat pendapatan. Jadi, dengan naiknya upah, diharapkan dapat memperkuat daya beli sehingga mendongkrak konsumsi.Â
Dengan adanya peningkatan konsumsi, diharapkan sektor usaha bisa meningkatkan produksinya. Bahkan, tidak mustahil melakukan ekspansi yang berpeluang memperluas lapangan kerja.Â
Isu yang masih menjadi perhatian, terjadi deflasi 5 bulan berturut-turut pada tahun ini. Sementara pihak menilai fenomena itu karena adanya kelebihan suplai karena masa panen.