Dari homo sapiens ke homo digitalis, itulah ungkapan profesor filsafat, F. Budi Hardiman dalam bukunya Aku Klik maka Aku Ada. Â
Benar adanya, kehidupan ke depan semakin nampak arahnya, cenderung menuju dan membangun ekosistem digital. Kita lihat, pemerintah sangat getol mendorong kemajuan sektor digital, baik melalui kebijakannya maupun aksi pembangunannya. Bank sentral mempercepat laju transisi transaksi tunai menjadi digital. Begitu pun dunia usaha, mereka yang bergerak di bidang teknologi, kelihatan paling dinamis dalam berinovasi dan cepat mengumpulkan pundi.Â
Semua itu merupakan reaksi atas tingginya kebutuhan manusia pada apapun yang menyangkut digitalisasi. Tidak berlebihan, jika akhirnya manusia masa depan tidak hanya memenuhi sandang, pangan, dan papan, tetapi juga kebutuhan digital, itulah wujud homo digitalis.
Trade-in
Hampir mustahil kita mengembalikan lagi kehidupan ini ke dunia analog. Mau tidak mau, kita terus maju membangun dunia digital dan bagi yang tidak terbiasa maka harus berupaya menyesuaikan.
Mengintisarikan analogi F. Budi Hardiman, laiknya penumpang kapal Titanic yang tidak tahun bahwa gunung es mengancam pelayaran mereka. Manusia tidak boleh disilaukan dengan keberadaan teknologi, ada bahaya-bahaya yang melekat.
Bercermin pada serangan siber pada awal tulisan, begitu pun banyak kejadian serupa sebelumnya, ada risiko yang bersemayam dalam alam digital. Sekali kita terkoneksi, risiko siber pasti menyertai. Saya melihatnya seperti semacam trade-in. Digitalisasi memudahkan kehidupan kita, namun  ada kompensasi risiko yang harus dipersiapkan. Risiko siber baru satu contoh, masih banyak lagi yang lain, seperti finansial bahkan sosial.
Sekali lagi, kehidupan digital memang makin sulit ditinggalkan. Kemajuannya harus diberikan jalan, sehingga risiko yang semestinya bukan menjadi penghalang. Risiko yang ada perlu dikelola, diantisipasi, atau diatasi. Menempatkan pengamanan siber sebagai prioritas pengelola situs, peningkatan kepekaan terhadap perubahan sosial akibat perangkat digital, dan kesadaran individu untuk memahami dunia digital adalah beberapa upaya yang layak dilakukan. Â
Kita memang tidak akan sayonara kepada dunia analog, karena memang banyak aspek kehidupan yang akan tetap di dunia itu. Kita hanya mulai membiasakan hidup di dua dunia, tambahan dunia digital.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H