"The most important financial innovation that I have seen the past twenty years is the automatic teller machine. That really helps people." ujar mendiang Paul Volcker, mantan Gubernur the Federal Reserve. Perkataan itu diutarakan pada akhir 2009, yang sebenarnya sindiran kepada industri keuangan di Amerika Serikat (AS).Â
Sindiran tersebut dipicu maraknya produk-produk keuangan yang jauh dari manfaat mendorong perekonomian. Saat itu, ekonomi AS nyaris kolaps yang dampaknya merembet pada perekonomian global atau dikenal great recession. Penyebab utamanya adalah kegagalan inovasi produk keuangan berisiko tinggi, yang merugikan banyak orang.
Era Self-Service
Terlepas dari kisah kelam industri keuangan tersebut, pernyataan Volcker ada benarnya. Automatic Teller Machine (ATM) memang merupakan inovasi besar dalam evolusi sistem pembayaran, setelah penerbitan alat tukar uang kertas di Cina pada kisaran 900-1.000.Â
Berawal di Inggris pada 1960-an, ATM terus mendunia hingga masuk ke Indonesia pada 1986-an. Kemunculan ATM, menandai era self-service pada industri perbankan. Layanan keuangan dipermudah dengan pemanfaatan mesin teller. Nasabah tidak perlu lagi ke kantor bank untuk menarik uang, cukup melalui mesin dan bisa kapan pun. Beban kerja teller bank yang harus melayani nasabah juga berkurang.  Â
Revolusi Cashless
Hingga memasuki abad 21, transaksi mulai bertransisi ke non-tunai. Kemajuannya pun tidak lagi evolusi yang membutuhkan waktu berabad-abad, tapi sudah revolusi yang hanya sekian belas tahun. Berawal dari internet banking, berkembanglah mobile banking. Untuk yang terakhir ini, perkembangan pesatnya sejalan dengan semakin tingginya penggunaan mobile phone.Â
Layanan keuangan yang merupakan bagian tidak terpisahkan dalam keseharian hidup, direkatkan pada telepon pintar yang kini telah menyatu dalam aktivitas sehari-hari. Pembayaran berbasis teknologi menggunakan smart phone pun terus dikembangkan. Penggunanya tidak lagi perlu menggunakan perangkat tambahan guna bertransaksi. Cukup dengan gawainya, pembayaran bisa diselesaikan.  Â
Dari situlah mulai berkembang pembayaran berbasis Quick Response (QR) Code. Penjual cukup menyediakan QR Code untuk dipindai menggunakan smart phone pembeli, pembayaran selesai, semudah itu. QR Code payment pada mulanya populer di China.Â
Seiring waktu, perbankan dan berbagai perusahan teknologi keuangan di Indonesia, menyediakan juga layanan pembayaran berbasis QR Code.Â
Dari sinilah, inovasi pendongkrak sistem pembayaran kembali muncul, setelah popularitas ATM selama sekian dekade.Â
QRIS Game ChangerÂ
Pada 2019, Bank Indonesia (BI) menerbitkan kebijakan penyatuan QR Code dari berbagai penyedia jasa pembayaran menjadi QR Code Indonesia Standard (QRIS). Penyatuan itu semakin memudahkan penggunaan pembayaran berbasis QR Code, pengguna hanya cukup menyediakan satu aplikasi dan QR tunggal. Kemudahan semacam itu rupanya menjadi titik awal masifnya pemanfaatan QRIS.
Teknologi Pembayaran MerakyatÂ
Jika kita melihat perjalanan sistem pembayaran, terutama yang berbasis teknologi, baru QRIS lah yang mampu menjangkau semua lapisan masyarakat. Coba saja sekarang kita lihat, sudah banyak usaha mikro, seperti warung tegal atau bahkan gerobak dorong, yang menyediakan QRIS. Tidak lagi nampak eksklusivitas dalam penyediaan fasilitas pembayaran non tunai.Â
Lain halnya dengan instrumen pembayaran non tunai sebelumnya. Sebut saja kartu debit, hanya toko-toko kelas menengah ke atas yang umumnya menyediakan electronic data capture atau EDC untuk memfasilitasi pembayaran kartu tersebut.Â
Penggunaan QRIS terus meningkat. Data BI April 2024 menunjukkan nominal transaksi Rp44,16 triliun atau meningkat 194,06% secara tahunan. Penggunanya pun sudah mencapai 48,90 juta dengan jumlah merchant 31,86 juta. Angka tersebut tentunya masih berpotensi bertambah.
Manfaat Berantai
Keberadaan fasilitas pembayaran non tunai yang merakyat itu membawa manfaat berantai. Diawali dengan terwujudnya inklusi keuangan atau semakin banyak orang yang terhubung dengan lembaga keuangan formal.Â
Hal itu dikarenakan pengguna QRIS umumnya mempunyai rekening di bank. Ketika kian banyak orang berhubungan dengan layanan keuangan formal, semakin mudah mekanisme intermediasi antara penyedia dana dan mereka yang membutuhkan. Selanjutnya, kesejahteraan meningkat dengan menurunnya angka kemiskinan.
Transaksi Lintas Negara
Tidak hanya memasyarakatkan non tunai di dalam negeri, QRIS mampu memfasilitasi transaksi lintas negara. Pembayaran menggunakan QRIS bisa dilakukan di beberapa negara, seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand.Â
Alhasil, transaksi retail antara negara pun mudah dilakukan. Tidak ada lagi kerepotan membawa valuta asing dalam jumlah banyak dan biaya penukaran yang mahal. Salah satu sektor yang sangat terbantu tentunya pariwisata. Mobilitas antar negara tidak lagi terkendala persoalan pembayaran.
Sepanjang sejarah sistem pembayaran, baru kali inilah muncul keterhubungan pembayaran antar negara dengan metode yang terbilang sederhana. Kemunculan QRIS tersebut juga semakin mendekatkan upaya penyatuan sistem pembayaran antar negara.
Dalam kurun waktu 2 tahun ini, ekspansi QRIS terbilang cepat dan akan terus berlanjut. Potensi itu didukung dengan telah adanya kerjasama negara-negara ASEAN untuk percepatan regional cross border payment.
Inovasi Tanpa Disrupsi
QRIS ini memang sangat inovatif, meskipun merupakan bagian dari sistem pembayaran non tunai, keberadaannya juga memberikan kemudahan bagi yang membutuhan uang tunai.
Hadirnya QRIS tarik setor tunai, memungkinkan pengguna menarik atau menyetor uang melalui ATM menggunakan QRIS. Dari situ dapat dinilai bahwa QRIS tidak mematikan instrumen yang lain, yaitu mesin ATM, namun justru semakin mempermudah aksesibilitasnya.Â
Fitur setor tarik juga dapat dilakukan melalui agen. Fasilitas itu bermanfaat bagi pengguna yang jauh dari mesin ATM.
Dapat disimpulkan bahwa kehadiran inovasi QRIS ini tidak mendisrupsi, tapi justru melengkapi, dan tentunya menawarkan alternatif kemudahan. Â
Inovasi Positif
Kegamangannya Paul Volcker karena mandeknya inovasi keuangan yang bermanfaat akhirnya terjawab. Memang benar, apa yang diharapkan industri keuangan tidak sekedar inovasi. Lebih dari itu, inovasi yang membawa manfaat besar bagi masyarakat luas. Kemunculan QRIS layak ditempatkan sebagai inovasi yang diharapkan itu.Â
"Eureka! That's it!"Â
Andaikan Volcker masih hidup, mungkin itu kalimat yang dia ucapkan, setelah membeli gorengan di warung pakai QRIS.
         Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H