Mohon tunggu...
Abdul Haris
Abdul Haris Mohon Tunggu... Bankir - Menulis Untuk Berbagi

Berbagi pemikiran lewat tulisan. Bertukar pengetahuan dengan tulisan. Mengurangi lisan menambah tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Jika Dedolarisasi Masih Sulit, Setidaknya Mengurangi Ketergantungannya

2 Januari 2024   22:09 Diperbarui: 18 Januari 2024   16:55 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi dolar. Sumber: KOMPAS/HERYUNANTO

"The dollar is our currency, but your problem". Ungkapan penuh percaya diri John Connally, United States Treasury Secretary pada 1971. Keyakinan itu tidak terlepas dari kuatnya Dollar Amerika Serikat (AS) menggengam perekonomian dunia saat itu. Kondisi yang berlanjut hingga sekarang dan mungkin, sekian waktu ke depan.

Diawali Bretton Woods

Medio 1944, sebanyak 44 negara berkumpul di Bretton Woods, New Hampshire, AS. Ada sekian versi yang menganalisa tujuan pertemuan itu. Yang umum beredar, tujuannya adalah mewujudkan sistem moneter internasional dan kerjasama antarnegara dalam membenahi persoalan ekonomi dunia.   

Singkatnya, konferensi Bretton Woods menyepakati terbentuknya International Monetary Fund (IMF) dan World Bank. Dua lembaga internasional tersebut masing-masing ditugaskan menjadi konsultan dan menyediakan pinjaman dana bagi negara-negara yang membutuhkan.      

Namun, ada yang berpendapat bahwa pertemuan itu adalah inisiasi AS untuk menempatkan mata uangnya sebagai barometer perekonomian dunia. Cukup beralasan pemikiran itu, karena pada akhirnya tercipta sistem kurs mata uang berbagai negara yang distandarisasikan dengan Dollar AS. Selanjutnya, AS mengkonversi dollarnya dengan emas yaitu 35 dollar AS per ons.

Pada 1971, muncul kebijakan Nixon Shock berupa AS mengakhiri konversi dollar ke emas. Alasannya, mereka akan fokus pada upaya pengendalian inflasi yang makin tinggi.  

Mengincar Emas Hitam

Menariknya, mengintisarikan penjelasan Prof. Rhenald Khasali, pakar ekonomi Universitas Indonesia, ketika AS mengakhiri era kebijakan konversi emas, mereka sebenarnya sedang mempersiapkan strategi baru. Strategi dimaksud adalah mengalihkan emas kuning ke "emas hitam" alias minyak. Caranya melalui pendekatan ke Arab Saudi sebagai negara penghasil minyak terbesar di dunia.

Ringkasnya, AS berhasil bersepakat dengan Arab Saudi agar perdagangan minyak dilakukan dengan mata uang dollar AS. Kebijakan itulah yang kemudian dikenal dengan Petrodollar.

Tidak hanya itu, AS mendorong negara-negara yang memperoleh dollar tersebut untuk menyimpannya di AS dengan membeli US Trasury Bond.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun