Sekilas Bentuk CBDC
Desain CBDC disesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan ekonomi di suatu negara. Namun, setidaknya terdapat desain standar yang berlaku yaitu wholesale CBDC dan ritel CBDC.
Secara ringkas, merujuk white paper BI, wholesale CBDC Indonesia merupakan Rupiah Digital untuk transaksi antar-bank dan lembaga keuangan. Oleh karenanya, aksesnya terbatas karena hanya didistribusikan dari BI kepada pihak yang ditunjuknya (wholesaler), misalnya bank.
Adapun versi ritelnya ialah Rupiah Digital yang terbuka untuk publik dan didistribusikan untuk transaksi ritel. Inilah Rupiah Digital yang akan dimiliki oleh masyarakat yang diperoleh dari wholesaler atau peritel.Â
Masyarakat memperolehnya dengan menukarkan uang kertas atau logam, tabungan atau giro di bank umum, atau saldo uang elektronik.
Akankah Merakyat?
Kedudukan Rupiah Digital sama dengan Rupiah kertas dan logam yakni sebagai alat pembayaran yang sah sesuai amanah UU. Yang membedakan hanyalah wujudnya, yang satu fisik dan yang lain digital.
Rupiah Digital pun sudah menjadi satu kesatuan uang Rupiah yang memang diperuntukkan bagi seluruh orang. Tidak ada eksklusivitas pada Rupiah Digital ini, sebagaimana setiap orang yang berhak memegang uang.
Lalu, akankah Rupiah Digital merakyat?Â
Ya, semestinya merakyat. Hanya saja, untuk mewujudkannya tentu butuh proses penyesuaian. Agar penyesuaian itu efektif maka kembali diperlukan desain yang tepat guna sebagaimana penjelasan sebelumnya.
Dari situlah, bank sentral di dunia termasuk BI, sedang mengembangkan CBDC ritel yang memiliki fitur offline. Bagi Indonesia, keberadaan fitur tersebut memberikan kesempatan akses masyarakat yang tinggal di daerah susah sinyal atau kawasan terpencil.Â