Lingkar Kemiskinan
Menurut Yunus, orang miskin sulit mendapatkan kepercayaan dari perbankan karena rendahnya jaminan kemampuan pengembalian pinjamannya.
Alasan itu wajar karena bank akan tetap menerapkan prinsip kehati-hatian saat hendak menyalurkan kreditnya. Tujuannya adalah untuk mencegah risiko kredit macet karena dana yang digunakan untuk penyaluran kredit adalah milik orang lain atau nasabah. Dari sanalah bermula sulitnya kemiskinan tersentuh sektor perbankan.
Hal semacam itu jamak terjadi di manapun, termasuk di Indonesia. Ketika penduduk miskin tidak dapat memperoleh akses keuangan dari lembaga keuangan, mereka cenderung menghadapi kesulitan ekonomi berkelanjutan.
Mereka akan tetap terjebak dalam kemiskinan. Ketika mereka masih miskin maka sulit untuk memberikan pendidikan terbaik untuk anak-anaknya, sulit memenuhi kebutuhan gizinya, dan sulit memberikan jaminan kesehatan yang memadahi.Â
Berikutnya, tumbuh kembanglah generasi berkualitas rendah. Generasi tersebut merupakan cikal bakal kelompok miskin ke depan. Terus berlanjut kondisi itu sehingga kemiskinan bagaikan lingkaran tak berujung. Â Â Â Â Â
Segudang Persoalan, Segudang Penyelesaian
Angka kemiskinan di Indonesia menunjukkan penurunan dari 28,71 juta orang pada 2012 menjadi 25,90 juta orang pada Maret 2023 berdasarkan data Badan Pusat Statistik. Garis Kemiskinan pada periode itu tercatat Rp550.458,00, yang berarti senilai itulah pengeluaran minimum yang diperlukan seseorang untuk kebutuhan pokok hidupnya selama sebulan. Jika kurang, maka ia masuk kategori miskin.
Penurunan angka tersebut merupakan suatu prestasi meskipun Indonesia masih menyisakan banyak persoalan terkait kemiskinan. Diantaranya, angka pengangguran yang masih di atas pra-pandemi, inflasi yang cenderung tinggi, angka ketimpangan yang kembali naik, dll.
Namun, Indonesia juga telah mengimbanginya dengan berbagai upaya penyelamatan. Sebut saja, bantuan sosial (bansos), subsidi dan insentif, inklusi keuangan, dll.Â
Di antara sekian banyak upaya itu, salah satu yang sangat substansial adalah inklusi keuangan. Mengapa demikian?