Mohon tunggu...
Abdul Haris
Abdul Haris Mohon Tunggu... Bankir - Menulis Untuk Berbagi

Berbagi pemikiran lewat tulisan. Bertukar pengetahuan dengan tulisan. Mengurangi lisan menambah tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Kartu Kuning Danau Toba, Early Warning Pariwisata Indonesia

4 November 2023   22:53 Diperbarui: 6 November 2023   14:58 451
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dunia pariwisata Indonesia cukup terkejut dengan keputusan The United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO) September lalu mengenai pemberian kartu kuning (yellow card) kepada Danau Toba (Toba Caldera).

Kartu kuning tersebut merupakan peringatan awal dari UNESCO agar pengelola Danau Toba memenuhi kriteria-kriteria tertentu sebagai kawasan berstatus UNESCO Global Geopark. Apabila dalam jangka waktu 2 tahun kriteria tidak dipenuhi, maka status tersebut akan dicabut.

Kriteria apa saja yang tidak dipenuhi belum ditemukan dalam dalam website UNESCO. Namun, dari pemberitaan detik.com saat mewawancarai Wilmar E. Simandjorang dari Badan Pengelola Toba Caldera, rekomendasi dari UNESCO pada intinya mengarahkan pada penyempurnaan penyajian informasi, penguatan sumber daya manusia badan pengelola, peningkatan intensitas komunikasi dengan UNESCO, dan perbaikan akomodasi.

Kaldera Toba mendapatkan pengakuan internasional sebagai UNESCO Global Geopark pada tahun 2020. Ada 10 lokasi geopark di Indonesia yang menyandang status tersebut.

Pengakuan Itu Perlu

Pemberian status tertentu dari lembaga internasional bisa jadi bukan hal terpenting, tapi itu sangat diperlukan dalam dunia pariwisata. Ada beberapa nilai tambah yang didapat dari penyandangan status itu.

Pertama, membangkitkan kebanggaan bagi masyarakat sekitar bahkan bagi Indonesia. Dengan kebanggan itu, diharapkan seluruh elemen bangsa dapat berpartisipasi menjaga dan merawat lingkungan wisata.

Kedua, bagian dari promosi wisata. Bagaimanapun, pemberian label tertentu pada kawasan wisata akan menguatkan daya tarik. Selain global geopark, ada juga World Heritage (Borobudur). Makin kuat daya tarik tentunya makin besar potensi untuk mendatangkan wisatawan.

Ketiga, tingginya wisatawan akan mendongkrak sektor ekonomi pariwisata berupa menambah pemasukan masyarakat sekitar, menghidupkan industri pendukung pariwisata, dan yang terpenting meningkatkan pendapatan negara.

Karena berbagai nilai tambah itulah, negara-negara di dunia, termasuk Indonesia, berupaya keras menggarap sektor wisata mereka untuk bisa memperoleh pengakuan internasional.

Pembelajaran Berharga

Peringatan yellow card Danau Toba hendaknya bisa menjadi early warning atau malah pembelajaran berharga bagi pengelolaan pariwisata di Indonesia. Mengingat, pariwisata Indonesia saat ini sedang memasuki momentum kebangkitannya, pasca terpuruk karena Pandemi Covid-19.

Sejumlah trend peningkatan seperti, jumlah kunjungan, tingkat hunian hotel, frekuensi penerbangan, bahkan devisa negara, membuktikan momentum pemulihan sektor pariwisata.

Pemerintah pun sebenarnya telah memetakan beragam hambatan dan menyiapkan banyak strategi pemanfaatan peluang sektor pariwisata. Semuanya sudah terangkum dalam Outlook Pariwisata 2023/2024 yang dirilis Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.

Lalu, dari sudut pandang saya sebagai masyarakat, ada beberapa poin yang bisa menjadi bahan evaluasi.

Kelembagaan Pengelolaan

Merujuk rekomendasi UNESCO, lembaga internasional tersebut menyoroti pengoptimalan peran lembaga pengelola Toba Caldera.

Obyek wisata, khususnya wisata alam, tidak bisa hanya bergantung pada keindahan alam yang sudah tersedia (given). Perlu adanya pihak yang berperan mengelola obyek tersebut. Tentunya tidak harus suatu lembaga resmi semacam badan otorita. Bisa saja, masih sebatas kelembagaan informal bentukan penduduk sekitar, seperti Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) atau karang taruna.

Penunjukkan satu pihak sebagai pengelola akan mempermudah manajemen obyek wisata. Maksudnya, dengan mekanisme satu pintu, strategi pengembangan obyek akan lebih jelas, terarah, dan terkoordinir dengan baik.

Contoh, Sugeng Handoko bersama Pokdarwis Nglanggeran Gunung Kidul yang sukses menggarap desa gersang dan miskin di sana menjadi wisata Gunung Purba. Kawasan tersebut bahkan termasuk dalam geosite Gunung Sewu yang diakui UNESCO Global Geopark.

Kunjungan Berulang

Mengupayakan perwujudan tujuan wisata yang bisa mengajak wisatawan untuk kunjungan berulang. Bukan pariwisata yang sekali kunjung tok, terus kapok.

Ada hal-hal sederhana yang kerap diabaikan di lingkungan sekitar obyek wisata yang berdampak pada ketidaknyamanan wisatawan, misalnya:

Keramahtamahan (hospitality) kepada wisatawan. Umumnya pendatang mengharapkan sambutan yang ramah, sopan, dan santun.

Atau, pengeluaran yang tidak terduga. Mungkin diantara kita pernah mengunjungi suatu obyek lalu dikenakan tarif parkir yang mahal oleh pemungut tidak resmi. Bisa juga, membeli souvenir dan membayar makanan dengan harga yang tidak wajar. Itu adalah contoh pengeluaran tak terduga yang tentu tidak mengenakkan.

Meskipun peristiwa di atas adalah sesuatu yang sepele, namun pengalaman tersebut dapat memberikan kesan yang tidak baik bagi wisatawan. Dampaknya, keinginan untuk kembali ke obyek dimaksud akan hilang.

Loyalitas Wisatawan

Kesan yang baik harus melekat untuk membentuk loyalitas wisatawan. Loyalitas dimaksud akan mengantarkan pada pengembangan pariwisata yang berkelanjutan.

Mengutip kajian dari Universitas Windsor berjudul Factors Affecting Repeat Visitation and Flow-on Tourism as Sources of Event Strategy Sustainability, strategi pariwisata berkelanjutan terkait dengan kemampuan untuk membangkitkan kunjungan berulang (repeat visitation) dan kesan positif (positive word-of-mouth).

Getok Tular

Saat ini, suatu kesan mudah dan cepat sekali menular karena media komunikasi mutakhir, diantaranya media sosial. Sudah pasti, dalam dunia wisata kesan yang menyebar tersebut diharapkan adalah kesan yang positif.

Pesan berantai (getok tular) melalui media sosial merupakan media promosi yang sangat efektif. Dengan cara itulah maka tingkat kunjungan wisata diharapkan dapat terus dilipatgandakan.

Tujuan Ekonomi

Akhirnya, tujuan perbaikan kualitas sektor pariwisata ini tidak terlepas dari faktor ekonomi.

Peningkatan sektor pariwisata diharapkan bisa sejalan dengan penambahan kontribusi positif terhadap perekonomian secara luas. Dimulai dari perekonomian masyarakat sekitar, industri-industri terkait, hingga pendapatan nasional.

Jadi, yellow card UNESCO bisa menjadi early warning yang memantik kesungguhan untuk semakin mengunggulkan pariwisata nusantara. Memperkokoh kedudukan sektor tersebut sebagai bagian dari pilar penopang perekonomian bangsa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun