Sekitar 1.700 rekening bank telah diblokir karena terkait dengan judi online, dan jumlah dimaksud masih akan terus bertambah. Informasi tersebut sebagaimana disampaikan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pekan ini.
Sebelumnya, Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menekankan adanya lonjakan signifikan nilai transaksi judi online. Pada tahun 2017, transaksi masih tercatat Rp2 triliun. Lalu, pada pertengahan tahun 2023, akumulasi transaksi itu telah melebihi Rp200 triliun.
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) juga menyatakan bahwa kerugian akibat judi online di Indonesia mencapai angkat Rp27 triliun per tahun.
Dari data-data angka itu, kita sudah bisa menaksir masifnya perputaran uang sekaligus dampak dari aktivitas judi online. Yang perlu juga menjadi perhatian, pergerakan uang tersebut tentunya memanfaatkan media layanan keuangan, terutama perbankan.
Mata Rantai Judi Online
Aktivitas judi online sebenarnya sudah mengemuka ke publik sejak beberapa tahun silam. Belum selesainya penanganan aktivitas ilegal itu hingga sekarang dikarenakan kompleksitas proses terjadinya judi online. Tidak sekedar eksistensi situs judi, tetapi ada faktor-faktor lain yang saling terkait, seperti sebuah rantai.
Setidaknya, rantai tersebut terdiri dari tiga rangkaian yaitu manusia sebagai pelaku, keberadaan situs judi sebagai fasilitator, dan institusi keuangan sebagai media transaksi.
Untuk menghentikan perputaran uang judi ini, perlu dilakukan pemutusan mata rantai. Sudah pasti tidak mudah, tetapi tetap harus diupayakan. Salah satu mata rantai yang perlu segera diputus adalah pergerakan uang.
Boleh dianalogikan, aliran uang menentukan kehidupan judi online. Untuk dapat mengalir, diperlukan urat nadi yang berdenyut, yang dalam hal ini adalah berkerjanya penyedia jasa keuangan, diantaranya perbankan.
Karena judi seperti ini dilakukan secara virtual berbasis teknologi digital, maka sudah pasti sebagian besar pergerakan dananya juga melalui instrumen keuangan digital. Pilihannya pun adalah layanan perbankan atau belakangan berkembang, melalui dompet elektronik. Â Â Â Â
Jadi, melalui jalur perbankanlah sebagian denyut kehidupan judi online dapat dimatikan. Ada berbagai cara untuk melakukan hal tersebut.
Penghentian Sementara, Penundaan Transaksi, dan Pemblokiran
Merujuk UU No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU), PPATK dapat meminta bank untuk menghentikan sementara seluruh atau sebagian transaksi yang diketahui atau dicurigai merupakan hasil tindak pidana, diantaranya perjudian.
Lalu, bank juga dapat melakukan penundaan transaksi atas inisiatif sendiri atau berdasarkan perintah penyidik, penuntut umum, dan hakim untuk melakukan penundaan transaksi yang diduga menggunakan harta kekayaan dari perjudian. Â
Cara lainnya adalah pemblokiran, yang dilakukan bank atas inisiatif sendiri (sesuai perjanjian pembukaan rekening), atau berdasarkan perintah otoritas keuangan dan aparat penegak hukum.
Sesuai UU TPPU, pemblokiran dilakukan pada harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga merupakan hasil dari tindak pidana. Dalam konteks perjudian, diartikan pemblokiran pada rekening yang digunakan untuk aktivitas judi.
Aturan pemblokiran juga terdapat pada UU No. 4 tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan. UU tersebut memberikan kewenangan kepada OJK untuk memerintahkan bank agar memblokir rekening tertentu. Â
Dengan pemblokiran ini maka rekening untuk judi online akan "dibekukan". Artinya, rekening tidak dapat digunakan untuk penerimaan, pentransferan, maupun penarikan dana. Alhasil, penjudi maupun bandar tidak dapat melakukan aktivitas transaksi apapun.
Mengingat perpindahan dana dalam suatu rekening bisa dalam hitungan detik, maka semua langkah di atas harus dilakukan pula dengan cepat. Untuk mempercepatnya, PPATK dan seluruh pihak terkait perlu terus memperbaharui pengenalan pola transaksi judi online, yang mungkin bisa berkembang.
Pemblokiran dan langkah-langkah penghentian transaksi merupakan upaya menutup kran aliran uang. Berbagai upaya tersebut perlu diikuti pula dengan langkah follow the money.
Langkah tersebut merupakan pendekatan mengejar hasil kejahatan guna mencegah dan memberantas tindak pidana. Salah satu kajian Financial Action Task Force, organisasi anti pencucian uang dunia, menyebutkan bahwa pendekatan follow the money dapat menghasilkan pelacakan tindakan pidana pencucian uang yang luas.
Maksudnya, dengan melacak aliran dana maka akan bisa diidentifikasi rangkaian tindakan kejahatan, dari kejahatan asal (predicate crime) hingga penyebaran uang hasil kejahatan. Dalam memerangi judi online, cara itu berguna untuk memastikan pihak-pihak yang menjadi bandar sekaligus, sumber dan pemanfaatan dana hasil judi.
Menurut Pahrur Dalimunthe, pakar hukum pencucian uang, strategi follow the money terbukti efektif untuk memerangi berbagai kejahatan di berbagai negara, seperti narkotika di Amerika Serikat, obat bius di Inggris, dan korupsi di Cina. Â Â Â
Ringkasnya, rantai judi selain pergerakan transaksi adalah keberadaan situs judi. Nah, bandar ini merupakan bagian inti dari hidupnya situs tersebut. Artinya, dengan menghentikan bandar, maka situs bisa dimatikan juga.
Ruby Alamsyah, pakar digital forensik, berpendapat bahwa penutupan ribuan situs judi online ternyata masih belum menghentikan aktivitas ilegal tersebut. Persoalannya adalah pelaku masih bisa mengganti IP address sehingga menghidupkan kembali situsnya.
Atas dasar itu, pendekatan penghentian sekaligus penangkapan bandar diharapkan menjadi alternatif upaya mematikan munculnya situs secara permanen. Â
Identifikasi Rekening
Terakhir, langkah cepat penanganan diperlukan, tapi pastinya tidak mudah. Mengidentifikasi rekening yang diduga dimanfaatkan untuk berjudi menjadi tantangan tersendiri. Terutama, melacak rekening penjudi, yang banyak diantara mereka melakukan transaksi dengan nominal kecil. Perlu adanya monitoring yang jeli guna mengidentifikasi rekening semacam itu.
Ditambahkan lagi, trend fitur pembukaan rekening melalui mobile banking tanpa adanya tatap muka, melemahkan prosedur pengenalan nasabah oleh bank. Siapapun dengan mudah dapat membuka rekening dengan identitas yang tingkat akurasinya kurang. Hal itu dapat menyulitkan bank mengidentifikasi profil pribadi nasabahnya, yang berimbas pada kelemahan mengenali profil transaksi.
Upaya Bersama     Â
Rasanya tidak berlebihan jika sementara pihak menyatakan Indonesia sudah memasuki darurat judi online. Parameternya dapat dilihat dari angka-angka finansial yang bergerak, ditambah impak negatif secara psikologis dan sosilogis penjudi, seperti depresi, mengakhiri hidup sendiri, dan kenekatan melakukan tindakan kriminal.
Ironisnya, menurut PPATK, dari 2,7 juta masyarakat yang terlibat judi online, 2,1 jutanya berpenghasilan di bawahRp100 ribu per hari. Mereka adalah kelompok berdaya beli rendah, tanpa judi pun kehidupan mereka sudah susah, apalagi ketika telah terperangkap dalam lingkar perjudian.
Tidak berlebihan juga ketika sementara pihak menyatakan dampak negatif judi online ini menyetarai atau bahkan melebihi Narkoba. PPATK mengidentifikasi bahwa pelaku judi online tidak lagi sebatas dilakukan orang dewasa, tetapi juga anak Sekolah Dasar. Itulah peringatan betapa makin kuatnya daya rusak judi kepada generasi bangsa.
Akhirnya, komplekitas judi online ini mengharuskan adanya penanganan yang luas dan menyeluruh. Dari pemerintah, aparat penegak hukum, dan pihak terkait lainnya melalui pemberantasan tindak pidananya. Hingga masyarakat, melalui kelompok terkecil keluarga, dengan komunikasi dan pendidikan moral yang intensif agar selalu menjauh dari judi online.
Yang terakhir ini sangat esensial, mengingat cara paling efektif memutus mata rantai judi sebenarnya adalah melalui pencegahan. Karena, sekali terjebak, sulit untuk mengelak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H