Ironisnya, menurut PPATK, dari 2,7 juta masyarakat yang terlibat judi online, 2,1 jutanya berpenghasilan di bawahRp100 ribu per hari. Mereka adalah kelompok berdaya beli rendah, tanpa judi pun kehidupan mereka sudah susah, apalagi ketika telah terperangkap dalam lingkar perjudian.
Tidak berlebihan juga ketika sementara pihak menyatakan dampak negatif judi online ini menyetarai atau bahkan melebihi Narkoba. PPATK mengidentifikasi bahwa pelaku judi online tidak lagi sebatas dilakukan orang dewasa, tetapi juga anak Sekolah Dasar. Itulah peringatan betapa makin kuatnya daya rusak judi kepada generasi bangsa.
Akhirnya, komplekitas judi online ini mengharuskan adanya penanganan yang luas dan menyeluruh. Dari pemerintah, aparat penegak hukum, dan pihak terkait lainnya melalui pemberantasan tindak pidananya. Hingga masyarakat, melalui kelompok terkecil keluarga, dengan komunikasi dan pendidikan moral yang intensif agar selalu menjauh dari judi online.
Yang terakhir ini sangat esensial, mengingat cara paling efektif memutus mata rantai judi sebenarnya adalah melalui pencegahan. Karena, sekali terjebak, sulit untuk mengelak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H