Mohon tunggu...
Abdul Haris
Abdul Haris Mohon Tunggu... Bankir - Menulis Untuk Berbagi

Berbagi pemikiran lewat tulisan. Bertukar pengetahuan dengan tulisan. Mengurangi lisan menambah tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Aturan Penagihan oleh Debt Collector

3 Oktober 2023   17:00 Diperbarui: 8 Oktober 2023   09:33 675
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berita seorang debitur peer to peer lending AdaKami yang mengakhiri sendiri hidupnya sempat viral beberapa hari yang lalu. Ramainya pemberitaan dipicu dugaan almarhum mendapat teror penagih utang (debt collector). Benar atau tidaknya, tentu memerlukan penyelidikan lebih lanjut.

Kejadian semacam itu mengingatkan saya pada peristiwa meninggalnya nasabah Citibank, Irzen Octa, pada tahun 2011. Nasabah tersebut diduga menjadi korban tindak kekerasan beberapa debt collector yang menagih pelunasan tagihan kartu kredit. Sebagian pelaku akhirnya dijatuhi hukuman penjara.

Bank Indonesia (BI), saat itu juga menjatuhkan sanksi kepada Citibank berupa larangan penerbitan kartu kredit dan penggunaan jasa penagihan hutang, masing-masing selama 2 tahun.

Persoalan penagihan, terutama oleh jasa penagihan (debt collection), memang rawan menimbulkan persoalan. Posisi debitur yang umumnya sudah lemah acapkali menjadi sasaran tindakan kekerasan, tekanan fisik dan verbal (mental), serta berbagai perilaku tidak beretika.

Otoritas keuangan, seperti BI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sebenarnya telah mengeluarkan aturan terkait penagihan oleh pihak ketiga, sesuai cakupan kewenangan masing-masing otoritas tersebut. Jadi, otoritas mengatur penyedia jasa pembayarannya atau pelaku usaha jasa keuangannya, bukan perusahaan penyedia jasa penagihannya.

Penagihan oleh Penyedia Jasa Pembayaran (PJP)

PJP adalah bank atau lembaga selain bank yang menyediakan jasa untuk memfasilitasi transaksi pembayaran kepada pengguna jasa, diantaranya penerbit kartu kredit. Otoritas yang berwenang terhadap PJP adalah BI.

Ketentuan terkait penagihan PJP telah diatur dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 23/6/PBI/2021 Tentang Penyedia Jasa Pembayaran. Dalam Pasal 191 PBI dimaksud, PJP wajib mematuhi pokok etika penagihan utang.

Etika yang disebutkan dalam PBI adalah PJP menjamin penagihan utang baik yang dilakukan PJP sendiri maupun melalui jasa penagihan, dilakukan sesuai ketentuan BI dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Atas dasar itu, penagihan utang tersebut juga wajib patuh pada aturan-aturan selain PBI, misalnya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Selanjutnya, PJP wajib menjamin bahwa pelaksanaan penagihan utang kartu kredit hanya untuk utang dengan kualitas kredit diragukan atau macet. Untuk mengetahui kualitas kredit, nasabah dapat melakukan pengecekan pada Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) di kantor OJK atau melalui fasilitas online yang disediakan OJK.

Terakhir, ketentuan teknis dan mikro terkait dengan pokok etika penagihan utang dapat diatur oleh Self Regulatory Organization (SRO) dengan persetujuan BI.

SRO di bidang sistem pembayaran adalah suatu forum atau institusi yang berbadan hukum Indonesia yang mewakili Industri dan ditetapkan oleh BI untuk mendukung penyelenggaraan sistem pembayaran. Contoh SRO adalah Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia.

Selain itu, BI baru-baru ini juga memperkuat pengaturan penggunaan jasa pihak ketiga melalui PBI No. 3 Tahun 2023 tentang Pelindungan Konsumen Bank Indonesia. Sesuai Pasal 46 PBI dimaksud, dalam hal penyelenggara (termasuk penerbit kartu kredit) menggunakan jasa pihak lain (termasuk debt collection), dalam melakukan kegiatan bisnis dengan konsumen, penyelenggara wajib memastikan pihak lain tersebut telah menerapkan prinsip pelindungan konsumen sebagaimana diatur dalam PBI.

Ada 8 prinsip pelindungan yang diatur sesuai Pasal 7 ayat (2) yaitu kesetaraan dan perlakuan adil, keterbukaan dan transparansi, edukasi dan literasi, perilaku bisnis yang bertanggung jawab, perlindungan aset konsumen terhadap penyalahgunaan, perlindungan data dan/atau informasi konsumen, penanganan dan penyelesaian pengaduan yang efektif, dan penegakan kepatuhan.              

Sanksi terberat dari BI atas pelanggaran ketentuan-ketentuan BI tersebut adalah pencabutan izin usaha. Sanksi pidana pun dimungkinan dapat dijatuhkan oleh aparat penegak hukum, jika tindakan penagihan memenuhi unsur-unsur pidana sebagaimana diatur dalam KUHP.  

Penagihan oleh Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK)

PUJK adalah lembaga jasa keuangan dan/atau pihak yang melakukan kegiatan usaha penghimpunan dana, penyaluran dana, dan/ atau pengelolaan dana di sektor jasa keuangan. Termasuk dalam kategori layanan PUJK diantaranya adalah peer to peer lending dan pinjaman online. OJK adalah otoritas yang berwenang untuk mengatur PUJK.

Ketentuan terkait penggunaan pihak ketiga untuk penagihan utang oleh PUJK dapat dilihat dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. 6/POJK.07/2022 Tahun 2022 Tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan.

Menunjuk Pasal 7 ayat (1) POJK dimaksud, secara ringkas, PUJK wajib mencegah pihak ketiga yang bekerja untuk PUJK dari perilaku menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya yang berakibat merugikan konsumen.

Lalu, dalam Pasal 8 ayat (1), dapat diintisarikan bahwa PUJK wajib bertanggung jawab atas kerugian konsumen yang timbul akibat kesalahan, kelalaian, dan/atau perbuatan yang bertentangan dengan peraturan di sektor jasa keuangan yang dilakukan oleh pihak ketiga yang bekerja untuk PUJK.

Aturan terkait penagihan utang dapat juga ditemukan dalam POJK No. 35/POJK.05/2018 Tahun 2018 Tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan.

Menunjuk Pasal 48 POJK tersebut, pihak ketiga yang dapat bekerjasama untuk penagihan dengan perusahaan pembiayaan harus memenuhi syarat berbentuk badan hukum, memiliki izin dari instansi yang berwenang, dan telah memperoleh sertifikasi profesi.

Apabila terdapat pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan dimaksud, OJK dapat memberikan sanksi dengan tingkat terberat adalah pencabutan usaha.

Penagihan yang Jauh Dari Kekerasan

Dengan sudah adanya ketentuan-ketentuan dari otoritas disertai sanksi yang bisa memberatkan, maka pihak penagih sudah semestinya melakukan penagihan dengan cara yang benar. Menjauhi berbagai tindakan kekerasan atau perilaku kasar harus dikedepankan.

Dari sekian banyak nasabah yang ditagih, tentu tidak semuanya memiliki itikad buruk untuk tidak melunasi utang. Diantara mereka mungkin sedang dalam kondisi yang benar-benar sulit. Oleh karena itu, penagih perlu melakukan interaksi yang beretika sehingga persoalan penagihan tidak berkembang menjadi permasalahan lainnya.

Nasabah Yang Kooperatif

Nasabah pun perlu kooperatif ketika pihak penagih hendak meminta penyelesaian utang. Bisa jadi, tindakan represif yang dilakukan penagih dikarenakan sulitnya nasabah diajak bekerjasama.

Bagaimanapun, nasabah memiliki kewajiban untuk menuntaskan pinjamannya. Apabila mengalami kesulitan, sebaiknya dapat membuka komunikasi yang baik dengan pemberi pinjaman.

Tindakan-tindakan yang mengarah pada penolakan pelunasan, sepertihalnya menyewa pengacara atau lembaga swadaya masyarakat perlindungan konsumen ilegal untuk menggugat pemberi pinjaman, tidak perlu dilakukan. Langkah semacam itu justru akan memperburuk persoalan atau makin menjauhkan dari penyelesaian.

Pada intinya, tidak selalu aktivitas pinjam meminjam uang ini dapat berjalan dengan lancar. Dalam kondisi tertentu, ketika peminjam belum dapat menyelesaikannya, sah-sah saja penagihan dilakukan melalui pihak lain. Yang terpenting, proses penagihan tersebut dilakukan sesuai aturan yang berlaku. Dan, bagi yang ditagih, itikad baik dan sikap kooperatif harus ditunjukkan. Pada prinsipnya, setiap utang harus diselesaikan.           

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun