Di luar sektor transportasi, polemik terjadi pula di sektor finansial. Seputaran 2018, transaksi kripto mulai melonjak. Instrumen keuangan tersebut, yang diawali dengan munculnya Bitcoin, mulai digunakan sebagai alat tukar transaksi lintas negara.
Alhasil, banyak pihak mengklaim bahwa kripto akan menjadi mata uang masa depan, menggantikan mata uang resmi yang ada. Pemerintah serta bank sentral di berbagai negara pun langsung bereaksi. Mereka mengeluarkan kebijakan-kebijakan pelarangan transaksi menggunakan kripto.
Adaptasi Inovasi
Lalu, bagaimana akhir cerita dari pergulatan di atas?
Untuk ekpansi Blue Bird, pada akhirnya perusahaan tersebut dapat beroperasi di berbagai kota besar di Indonesia. Perlahan-lahan, taksi-taksi kompetitornya pun beradaptasi untuk berkompetisi melalui perbaikan layanan, mendekati standar yang diberikan Blue Bird.
Terkait platform-platform transportasi online, hingga saat mereka tetap berjalan bahkan semakin berkembang. Sebagian transportasi konvensional yang semula menentang malah bergabung dengan platform. Mereka akhirnya menyadari pilihan untuk beradaptasi atau gagal berkompetisi.
Begitupun fenomena crypto currency, instrumen berbasis kripto justru berkembang dan transaksinya tetap berlangsung. Otoritas (BI) pun pada akhirnya melakukan pelarangan sebatas pada pemanfaatan kripto untuk instrumen pembayaran. Adapun kripto yang diperlakukan sebagai aset investasi tetap diperbolehkan, belakangan Undang-Undang malah menyediakan pengawas khusus (OJK).
Disrupsi Tidak Berarti Destruktif
Momentum transformasi taksi, angkutan online, dan kripto menggambarkan fenomena perubahan yang selalu mengejutkan dan menakutkan pada awalnya. Namun, pada akhirnya ternyata tidak selalu merusak tatanan ekonomi, malah terjadi perluasan pasar. Sebagian orang menganggap perubahan semacam itu sebagai bentuk disrupsi.
Sebuah artikel bertajuk "What Is Disruptive Innovation?", yang dimuat Harvard Business Review, memberikan pandangan bahwa disrupsi terjadi jika suatu pendatang baru mampu melayani segmen yang tidak diperhatikan pemain lama (incumbent).Â
Misalnya, produk yang semula hanya dinikmati segmen menengah ke atas, dengan munculnya disrupter maka bisa tercipta produk sejenis yang mampu memberikan layanan kepada segmen menengah ke bawah.