Mohon tunggu...
Abdul Haris
Abdul Haris Mohon Tunggu... Bankir - Menulis Untuk Berbagi

Berbagi pemikiran lewat tulisan. Bertukar pengetahuan dengan tulisan. Mengurangi lisan menambah tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Literasi Keuangan Itu Tugas Otoritas, Industri, hingga Keluarga

15 Agustus 2023   06:00 Diperbarui: 15 Agustus 2023   06:28 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tingkat inklusi keuangan di Indonesia yang tinggi ternyata masih dibayangi dengan tingkat literasi keuangan yang rendah. Survei dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada tahun 2022 menunjukkan bahwa inklusi keuangan telah menembus 85,10%. Namun, literasi keuangan di tahun yang sama hanya mencatatkan pencapaian 49,68%.

Dengan demikian, masih terdapat gap sebesar 35,42% antara inklusi dengan literasi. Artinya, tidak semua masyarakat yang sudah menggunakan layanan jasa keuangan di lembaga keuangan formal telah memahami produk yang digunakannya.

Kurangnya literasi keuangan di tengah tingginya inklusi keuangan membuka potensi persoalan, diantaranya mismanagement keuangan yang dapat mengakibatkan lilitan hutang, penipuan melalui investasi bodong, penyalahgunaan robo-trading, dll.

Untuk mengurangi atau mencegah dampak negatif dari aktivitas keuangan masyarakat maka diperlukan peningkatan literasi. Tugas literasi pun tidak bisa dibebankan pada satu pihak, tetapi kepada banyak pihak.  

Literasi Terintegrasi Ortoritas

Isu kritikal literasi keuangan ini telah diakomodir oleh UU No. 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK). UU dimaksud mengamanatkan kepada pemerintah, Bank Indonesia (BI), dan OJK agar berkolaborasi dalam meningkatkan literasi keuangan guna mencapai pembangunan ekonomi yang inklusif.

Kolaborasi antar lembaga ini penting karena aktivitas pembangunan ekonomi inklusif berada pada satu ekosistem. Dalam ekosistem tersebut terdapat berbagai pihak yang memiliki peran masing-masing namun saling berkaitan dalam kegiatan transaksi.

Sebut saja, pemerintah sebagai pihak yang mengeluarkan produk ritel Surat Berharga Negara, diantaranya Sukuk Ritel dan Obligasi Ritel Indonesia. Produk tersebut ditawarkan kepada masyarakat sebagai instrumen investasi. 

BI, otoritas yang mengatur dan mengawasi sistem pembayaran, diantaranya penggunaan QRIS, BI Fast, dan perizinan Penyedia Jasa Pembayaran. Oleh karenanya, BI memastikan bahwa sistem pembayaran dapat berjalan dengan lancar, aman, dan handal. 

OJK, otoritas yang mengatur dan mengawasi bank dan lembaga keuangan non bank, diantaranya pengelolaan dan penjualan produk investasi. Dalam hal ini, OJK memastikan pihak-pihak yang diaturnya melakukan aktivitas bisnisnya secara legal. 

Ditambahkan lagi, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang menjamin simpanan nasabah jika bank dicabut izinnya. Lembaga ini membantu masyarakat untuk menggunakan lembaga keuangan resmi yang simpanannya dijamin.       

Bentuk kolaborasi literasi keempat lembaga tersebut diantaranya melalui kegiatan Literasi Keuangan Indonesia Terdepan (LIKE IT) 2023. Pada Senin (14/8), BI menjadi host kegiatan LIKE IT dengan mengusung tema literasi mengenai investasi.  

Literasi oleh Industri

Selain otoritas, industri keuangan (bank, penyedia jasa pembayaran, sekuritas dll) mempunyai kewajiban meningkatkan literasi keuangan. Kewajiban itu telah diatur dengan tegas bahkan berlapis, dari UU PPSK hingga aturan-aturan lain yang dikeluarkan otoritas keuangan, seperti Peraturan BI atau Peraturan OJK.

Pelaku usaha sektor keuangan merupakan pihak yang paling intens berhubungan dengan masyarakat. Literasi ini diwajibkan untuk mencegah kecenderungan industri yang hanya mementingkan penjualan produk guna meraup keuntungan dari masyarakat.

Memang, literasi ini tidak menghasilkan keuntungan secara langsung. Namun, perlu diperhatikan bahwa literasi yang memadahi akan membantu masyarakat sebagai konsumen untuk memahami produk yang dibelinya.

Dengan pemahaman itu maka risiko permasalahan antara pelaku industri keuangan dengan konsumennya dapat diminimalisasi. Apabila permasalahan kerap terjadi maka kepercayaan konsumen terhadap indsutri akan berkurang. Padahal, industri keuangan adalah bisnis kepercayaan.

Literasi dalam Keluarga

Yang terakhir ini memang tidak diatur dalam aturan apapun. Meskipun demikian, peran keluarga, khususnya orang tua, sangat penting dalam mendorong literasi keuangan kepada anak-anaknya.

Literasi keuangan oleh orang tua tentu tidak selalu diartikan dengan pengenalan produk keuangan. Lebih dari itu, literasi oleh mereka menekankan pada penerapan gaya hidup yang wajar. Bagaimanapun, gaya hidup terkait langsung dengan keuangan.

Mendidik anak sejak dini mengenai pengelolaan keuangan yang baik, seperti membiasakan menyisihkan uang untuk ditabung dan tidak boros, merupakan cakupan literasi gaya hidup.

Selanjutnya, apabila dilakukan secara berulang maka kebiasaan itu akan membentuk karakter anak yang peduli untuk mengelola uang hingga dewasa.

Melalui tiga pendekatan literasi tersebut, tingkat literasi keuangan secara bertahap akan dapat menyeimbangkan diri dengan tingkat inklusi keuangan. Artinya, masyarakat tidak hanya menggunakan produknya, tetapi juga memahaminya.

Melihat tren data inklusi keuangan yang konsisten naik selama sepuluh tahun terakhir, maka diprakirakan kenaikan akan berlanjut pada tahun-tahun mendatang. Namun, keberhasilan inklusi keuangan semestinya tidak hanya diukur dari kuantitasnya, tetapi juga kualitasnya.

Kualitas itu tercermin dari keberhasilan angka literasi yang menyamai angka inklusi atau setidaknya, memperkecil gap antar keduanya.    

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun