Bank pada prinsipnya merupakan lembaga yang menghimpun dana masyarakat dan menyalurkannya dalam bentuk kredit. Karena bentuk badan hukumnya sebagai perseroan terbatas, maka secara ketentuan diperbolehkan mencari laba. Meskipun demikian, bukan berarti bank komersial mengesampingkan peran sosialnya.
Peran sosial memang tidak secara langsung mendatangkan keuntungan finansial bagi perusahaan. Namun, kehadiran bank di tengah masyarakat semestinya memberikan dampak yang berarti bagi masyarakat juga.
Kita bisa lihat, interaksi masyarakat dengan bank sudah sangat tinggi. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tahun 2022, tingkat terhubungnya akses masyarakat dengan bank merupakan yang tertinggi dibandingkan sektor jasa keuangan yang lain, yaitu mencapai 74,03%. Mari kita bahas secara singkat peran-peran sosial bank.
Melayani Penukaran Uang
Bank Indonesia (BI) mewajibkan bank yang beroperasi di Indonesia untuk menyediakan layanan penukaran uang rupiah kepada masyarakat. Penukaran tersebut bisa berupa uang dengan pecahan yang sama atau berbeda (uang baru) atau uang lusuh (uang tidak layak edar). Kewajiban tersebut telah diatur secara eksplisit dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) tentang Pengelolaan Uang Rupiah.
Jika berpedoman pada aturan tersebut maka tidak ada pembatasan masyarakat yang bisa menukar, baik nasabah ataupun bukan. Dalam prakteknya, layanan tersebut memang tidak selalu optimal. Penyebabnya karena keterbatasan petugas bank yang biasanya memprioritaskan nasabahnya dan mengutamakan transaksi komersial, seperti penyetoran uang, pengajuan kredit, dll. Meskipun belum dapat melayani seluruh masyarakat, setidaknya bank dapat melayani penukaran uang kepada nasabahnya. Â Â
Bank memang berperan sebagai perpanjangan tangan Bank Indonesia (BI) sebagai regulator pengelolaan rupiah. Mengingat frekuensi interaksi dengan masyarakat secara langsung jauh lebih tinggi bank daripada BI, selayaknya pelayanan penukaran ini dapat dioptimalkan oleh bank. Jika hal itu dapat berjalan dengan baik maka peran sosial bank, dalam membantu masyarakat memperoleh uang layar edar dan dengan pecahan yang sesuai kebutuhan, akan semakin dirasakan oleh masyarakat.
Membantu Usaha Kecil
Lain halnya dengan layanan penukaran uang, peran bank dalam mendorong kemajuan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) mempunyai keterkaitan langsung dengan lini bisnisnya yaitu pemberian kredit atau pembiayaan.
BI mewajibkan bank untuk memberikan kredit kepada UMKM. Jadi, ada persentase tertentu dari total kredit bank yang harus dialokasikan untuk UMKM. Penetapan target persentase dimaksud ditentukan oleh bank sesuai dengan kemampuannya untuk kemudian dituangkan dalam rencana bisnis bank.
Berikutnya, bank menyampaikan rencana dimaksud kepada BI untuk selanjutnya BI akan mengawasi pemenuhannya. Karena sudah masuk pengawasan otoritas, bank pun wajib memastikan pencapaian target yang sudah ditentukan itu. Â
Dengan adanya kewajiban tersebut, peran bank dalam mendorong kemajuan UMKM menjadi lebih terencana, pasti, dan terukur. Penyaluran kredit pun juga menjadi berimbang. Artinya, bank tidak lagi hanya fokus pada kredit-kredit dengan tingkat profit tinggi, seperti kredit kepada korporasi ataupun kredit konsumsi, tetapi juga kredit kepada sektor-sektor yang dianggap marginal tapi sebenarnya merupakan tulang belakang perekonomian nasional. Â Â Â Â Â
Sedikit menggambarkan kekuatan UMKM di Indonesia. Kajian Kemenko Perekonomian menunjukkan bahwa proporsi UMKM adalah 99% dari keseluruhan unit usaha, dengan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto mencapai 60,5%, dan kontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja adalah 96,9%. Sebuah kekuatan ekonomi yang tidak bisa lagi dikesampingkan.
Ketentuan yang mengatur kewajiban penyaluran kredit bank kepada UMKM terdapat pada PBI mengenai rasio pembiayaan inklusif makroprudensial.
Edukasi Konsumen
Baik BI maupun OJK telah mengeluarkan ketentuan yang mewajibkan bank melakukan edukasi kepada konsumennya. Edukasi ini merupakan bagian dari perlindungan konsumen yang bersifat preventif. Artinya, dengan dilakukannya edukasi maka potensi permasalahan antara bank dan konsumennya dapat diantisipasi sejak awal. Antisipasi ini penting karena jika permasalahan terlanjut, upaya penyelesaiannya dapat menimbulkan konsekuensi yang lebih besar, baik dari sisi biaya, waktu, dan yang terpenting reputasi.
Jika merujuk ketentuan BI mengenai perlindungan konsumen, prinsip perlindungan konsumen selain edukasi mencakup pula keterbukaan atau transparansi. Saya berpandangan, kedua hal tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan. Mengingat, dalam materi edukasi tentunya disampaikan juga informasi-informasi mengenai produk dan jasa bank. Informasi dimaksud harus terbuka dan transparan. Â Â
Terkait transparansi informasi, penerapannya tidak selalu optimal. Dalam pengenalan fitur produk bank, sebagai contoh, pihak bank akan cenderung memperkenalkan kelebihan-kelebihan dari produk tersebut. Mengenai risikonya, bisa jadi tidak disampaikan atau disampaikan namun dengan media yang kemungkinan kecil dibaca konsumennya, misalnya dalam syarat dan ketentuan produk yang memuat banyak pasal atau klausul. Â Â Â Â Â
Sebagai penutup, konsekuensi bank sebagai lembaga keuangan yang paling dekat dengan masyarakat adalah tuntutan untuk mampu menyeimbangkan fungsinya. Di satu sisi, fungsinya sebagai lembaga profit yang harus memperoleh laba guna keberlangsungan bisnisnya. Di sisi lain, fungsinya dalam melayani masyarakat dan berkontribusi meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Referensi Ketentuan:
- PBI No. 21/10/PBI/2019 tentang Pengelolaan Uang Rupiah.
- PBI No. 23/13/PBI/2021 tentang Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial Bagi Bank Umum Konvensional, Bank Umum Syariah, dan Unit Usaha Syariah, sebagaimana telah diubah dengan PBI No. 24/3/PBI/2022.
- PBI No. 3 Tahun 2023 Tentang Perlindungan Konsumen Bank Indonesia.
- POJK No. 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen sektor Jasa Keuangan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H