Mohon tunggu...
Abdul Haris
Abdul Haris Mohon Tunggu... Bankir - Menulis Untuk Berbagi

Berbagi pemikiran lewat tulisan. Bertukar pengetahuan dengan tulisan. Mengurangi lisan menambah tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Edukasi Keuangan Anak dengan Pendekatan Akhlak

9 Juli 2023   09:00 Diperbarui: 22 Juli 2023   07:30 708
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah banyak penelitian membuktikan usia anak-anak merupakan periode emas untuk menanamkan dasar-dasar perilaku. Daya kerja otak mereka masih maksimal untuk menyerap berbagai hal baru. Dalam hal edukasi (literasi) keuangan, periode anak-anak semestinya bisa dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk memperkenalkan dunia tersebut.

Berbagai pihak, seperti otoritas ataupun lembaga jasa keuangan, telah gencar menggalakkan edukasi keuangan anak. Produk-produk keuangan untuk anak pun banyak ditawarkan, misalnya tabungan junior, pelajar, dll. Selain dari pihak luar, peran orangtua pun sangat berarti dalam memberikan edukasi keuangan.

Praktisi pendidikan, Prof. Rhenald Khasali, pernah mengatakan bahwa pendidikan anak merupakan kombinasi dari pendidikan keluarga, sekolah, dan lingkungan. Keluarga, dalam hal ini orangtua, memegang peran besar menanamkan berbagai nilai kepada buah hatinya. 

William Stixurd dan Ned Johnson, dalam buku mereka The Self-Driven Child, juga menekankan peran penting orangtua untuk membentuk kepribadian anak, kepribadian yang kelak mampu mengambil keputusan-keputusan tepat untuk kebaikan hidup mereka. 

Kembali pada edukasi keuangan anak, jika dikaitkan dengan pendapat para pakar tersebut, maka ada beberapa hal penting menurut pandangan saya terkait peran orangtua dalam edukasi ini.      

Anak Memperlakukan Uang

Hampir sepanjang hidupnya, anak akan bersinggungan dengan persoalan keuangan. Sejak sekolah pun mereka sudah menerima uang saku untuk jajan, baik dalam bentuk tunai atau, kini model kupon/kartu di sekolah. Perilaku membelanjakan uang pun akan terus dijalani hingga mereka dewasa. 

Oleh karena itu, dari usia anak-anak lah orangtua membimbing bagaimana memperlakukan uang dengan tepat. Bimbingan yang efektif tidak sekedar pesan-pesan lisan tetapi juga contoh perilaku. Artinya, orangtua wajib memberikan contoh memperlakukan uang dengan benar.      

Membiasakan Perilaku Sederhana

“Success is the product of daily habit”, itulah pesan James Clear dalam bukunya Atomic Habits. Membangun kebiasaan yang baik, meskipun hal kecil, secara berkelanjutan akan membentuk perilaku baik pula di masa mendatang. 

Membiasakan anak untuk menabung, meskipun dalam jumlah kecil, secara rutin dapat membentuk kebiasaan menyimpan uangnya di masa depan. 

Pendekatan tradisional dan sederhana tapi efektif, yaitu menyisihkan uang untuk dimasukkan ke celengan, dapat membantu memudahkan mereka menyimpan uang. Suatu perilaku akan melekat menjadi kebiasaan jika dibarengi dengan kemudahan untuk melakukannya.

Selain menyimpan uang di celengan, sekolah-sekolah dasar saat ini masih mendorong siswa-siswanya untuk menabung secara rutin di sekolah. Itu adalah ajakan yang baik dan oleh karenanya perlu mendapatkan dukungan orangtua. Mulai memperkenalkan anak-anak dengan menabung di bank, melalui pembukaan rekening anak-anak, bisa juga melengkapi usaha membangun perilaku itu.

Saya melihat nilai tambah dari upaya membiasakan menabung ini, selain menyisihkan uang. Melatih anak untuk bisa menahan diri adalah nilai tambah itu. 

Dalam sebuah penelitian oleh psikolog Walter Mischel dari Stanford University melalui Marshmellow Challenge, anak-anak yang mampu menahan diri untuk menerima atau menikmati suatu penghargaan dalam waktu singkat (instant gratification), peluang meraih kesuksesan hidupnya di masa depan lebih besar ketimbang anak yang mengingkan segalanya instan. 

Jika dikaitkan dengan kebiasaan menabung, maka anak akan terlatih menahan diri membelanjakan kelebihan uangnya dalam waktu singkat. Mereka akan belajar memikirkan penggunaan uang untuk sesuatu yang lebih bermanfaat di masa depan.

Belakangan kita sering mendengar edukasi dan ajakan investasi untuk kalangan millenial. Menurut saya, usaha itu akan efektif terlaksana jika sejak dini anak-anak sudah mempunyai perilaku memperlakukan uang dengan bijak. 

Bagaimanapun, investasi merupakan kelas lanjutan dari menabung. Dengan kata lain, investasi yang bijak dilakukan setelah orang memiliki tabungan.  

Perilaku Menjadi Akhlak

Kebiasaan baik yang berulang akan menjadi perilaku yang baik dan puncaknya terbentuklah akhlak yang baik juga. Adakah kaitannya antara literasi keuangan anak dengan akhlak? Dari sudut pandang saya, ada.

Sedikit mengingat kasus lama, dalam perkara investasi bodong oleh Indra Kenz dan Doni Salmanan tahun lalu, kerugian korban ditaksir mencapai miliaran rupiah. Atau, kasus besar Charles Ponzi dan Bernard Madoff yang menguras dana investor Wall Street hingga milyaran dolar. 

Dari contoh kasus-kasus itu, saya melihat dari sisi korbannya. Kurangnya literasi keuangan korban biasanya menjadi alasan utama. Itu benar, tapi menurut saya masih ada faktor lain. Sebagian korban kasus investasi adalah kelompok ekonomi atas, berpendidikan tinggi, atau bahkan berprofesi mentereng. Jadi, sebagian dari mereka umumnya paham mengenai seluk beluk keuangan. 

Namun, ada kelemahan yang dimanfaatkan pelaku yaitu naluri dasar manusia yang senang dengan keuntungan besar yang diperoleh dengan cepat dan mudah. Naluri tersebut tidak memandang kedudukan orang.

Dari situlah pentingnya orangtua mendidik anak sejak dini. Menanamkan pola pikir bahwa tidak ada sesuatu yang instan untuk hasil yang besar, termasuk dalam keuangan. Tentunya perlu adanya pendekatan dan teknik komunikasi yang tepat untuk menyampaikan nasehat tersebut. Dimulai dengan penanaman pola pikir tersebut maka diharapkan sifat-sifat dasar negatif manusia, seperti keserakahan (greediness), bisa dicegah kemunculannya sejak anak-anak. 

Dengan tertanggulanginya sifat negatif itu maka di masa depan anak-anak akan memiliki akhlak yang baik dalam memandang uang. Menyikapi uang dengan prinsip enough, gratitude, atau bersyukur terhadap apa yang dimiliki diharapkan menjadi cerminan akhlak mereka saat dewasa.

Uang dan Berbagi

Terakhir, hal yang jangan sampai dilewatkan adalah menyadarkan sekaligus membiasakan anak untuk berbagi atau menolong sesama. Orangtua sejak dini bisa mulai melatih anaknya agar mau menyisihkan sebagian uang untuk kepentingan sosial kemanusiaan. Langkah tersebut setidaknya dapat mengikis sifat-sifat kikir yang bisa dimiliki manusia.

Saya pribadi berpendapat pengelolaan uang bukan sekedar mengumpulkannya, menabungnya, dan menginvestasikannya. Harus ada, perilaku kita untuk menjadikan uang itu mempunyai arti bagi orang lain yang membutuhkan bantuan. Itulah perilaku menghidupkan nilai sosial uang yang selayaknya juga menjadi bagian dalam mendidik anak-anak kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun