Bagi pengguna kartu debit atau kredit pasti pernah mendengar permintaan kasir toko untuk tambahan biaya tiga persen dari transaksi. Biasanya penambahan biaya itu memiliki berbagai macam alasannya.
Alasan tersebut bisa dari alat dan kartu dengan Electronic Data Capture (EDC) bank yang berbeda hingga permintaan dari bank itu sendiri. Kalau menolak, kasir umumnya tidak mau memproses transaksi. Dan konsumen terpaksa memenuhi permintaan itu. Terpepet karena tidak membawa uang tunai yang cukup, misalnya.
Biaya tambahan atau surcharge dari transaksi menggunakan kartu sebenarnya tidak dilarang dan sudah lama diatur oleh Bank Indonesia sejak tahun 2009 melalui Peraturan Bank Indonesia No. 11/11/2009 Tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu.
Larangan tersebut ditegaskan dalam Pasal 8 dan penjelasannya, yang kurang lebih, mewajibkan bank untuk menghentikan kerja sama dengan pedagang yang melakukan tindakan merugikan pemegang kartu. Salah satu tindakan itu adalah pengenaan biaya tambahan.
Adapun sanksi bagi bank yang mengabaikan aturan tersebut berupa teguran tertulis hingga pencabutan izin sebagai acquirer (bank yang bekerjasama dengan pedagang untuk pemrosesan transaksi menggunakan kartu).
Dapat dikatakan, bank dalam hal ini melakukan pembiaran atas praktek pengenaan biaya tambahan.
Pelanggaran Masih Terjadi
Meskipun larangan sudah ada sejak 9 tahun silam namun pelanggaran masih saja terjadi. Hal ini menandakan kepatuhan dan penegakkan yang masih lemah.
Saya berpendapat ada beberapa factor yang menyebabkan tidak efektifnya aturan tersebut.
Pertama, pengawasan bank terhadap pedagang pengguna EDC-nya masih lemah. Mungkin juga edukasi mengenai aturan yang harus dipatuhi dilewatkan.
Market intelligent perlu dilakukan oleh bank untuk memastikan kepatuhan itu. Jika terdapat pelanggaran bank harus bertindak tegas.
Bank mungkin juga ragu untuk melakukan tindakan tegas dengan alasan menjaga hubungan bisnis dengan nasabah (pedagang).
Persaingan di industri perbankan mendorong bank untuk berlomba-lomba mencari nasabah sebanyak-banyaknya. Apapun itu, alasan tersebut tidak dibenarkan mengingat nasabah yang lain (konsumen pembeli barang) yang akan mengalami kerugian.
Kedua, pedagang enggan untuk membayar biaya penggunaan EDC kepada bank. Akhirnya, mereka membebankan biaya dimaksud pada konsumennya melalui pengenaan tarif tambahan. Mereka berargumen pengenaan tarif tersebut menggerus margin keuntungan (ketika pembayaran menggunakan kartu).
Sebenarnya beban biaya tersebut (untuk kartu kredit) sekarang sudah semakin kecil sekitar satu persen (sebelumnya mencapai tiga persen) sejak pemberlakuan merchant discount rate sebagai tindak lanjut pelaksanaan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN). Memang masih tersisa permasalahan mengenai pengenaan tarif untuk kartu debit pasca pemberlakuan GPN dari bank kepada pedagang (sebelumnya tidak dikenakan), maksimal 1%.
Jadi, tidak semestinya pedagang terbebani dengan biaya itu.
Ketiga, masih banyak masyarakat yang tidak mengetahui adanya peraturan larangan pengenaan biaya tambahan. Seperti telah saya sebutkan sebelumnya, masyarakat sebagai konsumen memiliki posisi lemah dalam hal ini.
Mereka memang dapat menolak tetapi pada umumnya pedagang tidak akan memproses transaksi jual beli barang. Mungkin juga kasir yang melayani transaksi itu tidak paham larangan yang ada karena hanya menjalankan perintah dari pemilik toko.
Bank Indonesia sebagai regulator pun penting untuk melakukan pengenalan dan edukasi mengenai keberadaan aturan-aturan tersebut. Selain itu, evaluasi dengan industri perbankan masih perlu untuk dilakukan guna membahas kendala di lapangan (misalnya, pedagang yang masih keberatan dengan persentase pengenaan tarif). Â
Masyarakat akan semakin memahami hak mereka mengenai pembebasan biaya tambahan itu. Mereka akan kian cerdas sebagai konsumen dan dengan sendirinya akan turut membantu penegakan kepatuhan.
Apabila pengawasan dari bank masih lemah, masih ada peran masyarakat yang dapat diandalkan dalam menyampaikan laporan pelanggaran kepada Bank Indonesia atau perbankan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H