Harmonisasi Perpajakan Pekerja dan Pemilik ModalÂ
(Makul Pajak Internasional, Haris Prasetyo Hadi Santoso, 55520110056)
Konflik antara pekerja dan pemilik modal bukanlah karena karyawan cemburu atau bahwa majikan egois, tetapi kepentingan kedua pihak ini secara objektif saling bertentangan secara langsung satu sama lain. Ada tiga unsur dalam pandangan kelas tersebut yang dikemukakan oleh Karl Marx.
Pertama, besarnya peran segi struktural dibandingkan segi kesadaran dan moralitas. Perbedaan pendapat antara pekerja dan pemilik modal bersifat objektif karena kepentingan mereka ditentukan oleh posisinya masing-masing dalam proses produksi. Oleh karena itu, seruan bagi masing-masing pihak untuk menyelesaikan sengketa tidak dapat dicapai dengan mufakat.
Kedua, kepentingan kelas pemilik modal dan buruh secara objektif sudah bertentangan. Hal ini menyebabkan masing-masing kelompok mengambil posisi yang berbeda dalam perubahan sosial. Pemilik modal konservatif, sementara pekerja revolusioner. Pemilik modal sebisa mungkin menjaga status quo, sedangkan karyawan berkeinginan untuk melakukan perubahan.
Ketiga, kemajuan dalam susunan masyarakat hanya bisa dicapai melalui revolusi. Kelas bawah tertarik untuk melawan dan menggulingkan kelas atas. Sementara itu, kelas atas berusaha mempertahankan kekuasaannya. Oleh karena itu, perubahan sistem sosial hanya dapat dilakukan dengan kekerasan, melalui revolusi
Berdasarkan teori Karl Marx ini perlu adanya keseimbangan keadilan yaitu melalui Perpajakan. dimana pemerintah diharapkan menjadi titik tengah dalam menyalurkan kepentingan kelas pemilik modal dan buruh. Pemilik modal dalam aturan Perpajakan sebagai pekerja bebas memiliki kewajiban membayar pajak dengan tarif lebih besar sesuai laba usaha yang telah disesuaikan dengan ketententuan fiskal. Adapun keseimbangan untuk buruh atau pekerjaan tidak bebas, atau pajak penguasilan dari pemberi kerja memiliki ketententuan yang bersifat progressive dalam tarif perpajakan.
Adapun menurut Adam Smith dalam salah satu bukunya yang berjudul An Inquiry in to the Nature and Causes of the Wealth of Nation (dikenal dengan The wealth of Nation), Buku ini menjadi acuan bagi semua undang-undang perpajakan di suatu Negara, karena tidak menutup kemungkinan Wajib Pajak mau membayar pajak jika memenuhi 4 (empat) unsur, unsur – unsur tersebut adalah sebagai berikut.
Pertama, Prinsip Keseimbangan (Equality), Prinsip ini menjelaskan tentang keadilan dan bahwa pemungutan pajak pemerintah harus sesuai dengan kemampuan dan pendapatan wajib pajak. Pemerintah tidak boleh melakukan diskriminasi terhadap wajib pajak. Sistem pajak yang adil adalah perlakuan yang sama terhadap orang atau organisasi dalam posisi ekonomi yang sama.
Kedua, Prinsip Kepastian Hukum (Certainty), ini berbicara tentang semua pungutan pajak yang harus berdasarkan undang-undang, sehingga pelanggarnya dikenakan sanksi hukum. Kepastian hukum merupakan tujuan dari setiap hukum. dalam membuat undang-undang dan peraturan publik yang mengikat. Ketentuan yang terdapat dalam undang-undang tersebut harus jelas dan tegas serta tidak mengandung makna ganda atau memberikan peluang penafsiran lain.
Ketiga, Prinsip Ketepatan Penagihan (Convenience Of Payment), Pajak harus dipungut pada waktu yang tepat bagi Wajib Pajak (waktu terbaik), seperti pada saat Wajib Pajak baru saja menerima penghasilannya atau pada saat Wajib Pajak menerima hadiah. Waktu yang paling tepat dicapai dengan memotong atau memungut pajak dari sumbernya, yaitu semua wajib pajak menerima penerimaan, yaitu ketika pemerintah memotong penghasilan yang dibayarkan kepada wajib pajak yang menerima penerimaan melalui pemungut pajak.