Mohon tunggu...
haris naufal
haris naufal Mohon Tunggu... Buruh - calon orang yang termarjinalkan

Seorang proletar yang kebanyakan protes akan sesuatu

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Diskursus Feminisme dalam Dangdut Indonesia

18 November 2019   19:25 Diperbarui: 18 November 2019   19:21 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Mengapa kau siksa diriku, seakan aku ini musuhmu. Setiap kali engkau marah, maka tanganmu ikut bicara". Ini adalah merupakan cuplikan lirik dari lagu yang dibawakan Rita Sugiarto yang berjudul Sasaran Emosi. Lagu ini menceritakan tentang seorang perempuan yang  terjebak dalam hubungan suami istri yang tidak sehat, salah satunya adalah banyaknya representasi dari bentuk kekerasan dalam rumah tangga di lagu ini, seperti yang disebut di kalimat sebelumnya. Selain kalimat tersebut, masih ada cuplikan lirik yang menjadi bentuk dari representasi tersebut yaitu "Jangan kau siksa aku seperti hewan atau benda mati....". Lagu ini berlanjut dengan suatu argumentasi perlawanan yaitu "Hewan pun tak sudi kasihnya di curi, apalagi perempuan yang punya harga diri..".[1]

Dari lagu ini saja, telah terasa impresi pertama tentang bagaimana perempuan diberlakukan secara buruk dalam rumah tangga. Hal ini menunjukkan bahwa kekerasan dalam rumah tangga menjadi masalah serius dalam masyarakat Indonesia, dan esai ini akan memaparkan bagaimana perempuan menyuarakan apa yang telah mereka rasakan sebagai bentuk gerakan feminisme.

Jadi, bagaimana bisa dangdut mengandung wacana feminisme?

Dalam kaitannya dengan budaya, sekilas tentang lagu dangdut di atas merupakan salah satu hasil dari bagaimana suatu keadaan sosial-budaya menghasilkan produk kultural yang menjadi cerminan atas bagaimana jalannya masyarakat tesebut. Hal ini mirip dengan  bagaimana masyarakat ras kulit hitam di Amerika Serikat melawan rasisme sistemik yang ada dalam struktur sosial mereka. 

Dalam hasil produk budaya mereka, banyak musisi terutama rapper membuat lagu yang menjelaskan keadaan mereka yang tidak terlalu baik. Salah satu dari mereka adalah Grandmaster Flash, yang mana merupakan seorang rapper berkulit hitam.  Ia merilis lagu yang berjudul The Message, sebuah lagu yang merupakan representasi dari keadaan masyarakat kulit hitam di Amerika Serikat. Secara singkatnya, lagu ini menggambarkan betapa buruknya segregasi ras dan bagaimana hal itu berpengaruh terhadap keseluruhan orang kulit hitam di Amerika Serikat[2].

Kembali ke dangdut, sebagai musik yang mengakar dalam masyarakat Indonesia, juga turut serta dalam  merefleksikan nilai-nilai sosial budaya masyarakat Indonesia[3]. Hal ini ditunjukkan dalam lagu yang berjudul Andai yang dinyanyikan dalam duet Riza Umami dan Rhoma Irama, dikisahkan bahwa ada seorang wanita yang akan mencintai pasangannya dengan sepenuh hati, walaupun ia bukan seseorang yang tampan dan tidak kaya secara ekonomi[4]. Ini adalah representasi dari nilai-nilai ideal masyarakat Indonesia dalam pernikahan.

Namun, faktanya,  pernikahan di Indonesia tidak seharmonis apa yang dinyanyikan oleh Riza Umami, per tahun 2018, sekitar 419.268 pasangan di Indonesia bercerai[5]. Banyak faktor yang memengaruhi perceraian beberapa di antaranya yaitu kekerasan dalam rumah tangga dan perselingkuhan yang menjangkiti rumah tangga Indonesia, biasanya karena faktor ekonomi yang menjadi akar permasalahannya[6]. Banyaknya kasus kekerasan dan perselingkuhan dalam rumah tangga ini menjadi inspirasi bagi para penyanyi dangdut untuk menyuarakan hak-hak perempuan yang selama ini banyak dirugikan karena konstruksi patriarki dalam rumah tangga[7].

Salah satunya adalah lagu dari  yang berjudul Minyak Wangi yang pernah dinyanyikan oleh Ayu Ting Ting[8]. Dalam salah satu bait liriknya yaitu :

"biasanya tak pakai minyak wangi

biasanya tak suka begitu

 saya cemburu, saya curiga,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun