Mohon tunggu...
Haris Muzakky
Haris Muzakky Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Fenomena Nikah Siri: Potensi Pencideraan terhadap Hak Sipil Perempuan dan Anak

4 April 2018   11:30 Diperbarui: 4 April 2018   11:51 651
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: khazanah.republika.co.id

Hal yang sama juga akan dirasakan oleh anak yang dihasilkan dari pernikahan siri. Secara hukum anak hanya memiliki hubungan hukum dengan ibu, yang berarti hak terhadap waris dan keturunan secara negara tidak dapat diakui atau disebut dengan anak luar kawin. Sebagai anak yang dianggap lahir di luar perkawinan yang sah dari kedua orang tua-nya, tetap bisa mendapatkan akta kelahiran melalui pencatatan kelahiran. Hanya saja, di dalam akta kelahiran tersebut hanya tercantum nama ibunya. Jika ingin mencantumkan nama ayahnya juga dalam akta kelahiran, diperlukan penetapan pengadilan sebagai bentuk pengakuan anak tersebut oleh ayahnya. 

Selama belum ada putusan pengadilan mengenai pengakuan sang ayah terhadap anak hasil pernikahan siri, maka anak tersebut menurut Pasal 43 ayat (1) UUP jo. pasal 100 Kompilasi Hukum Islam (KHI) tidak berhak mewaris dari ayahnya. Sebab, sang anak hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya.

Sedangkan, menurut Pasal 863 KUHPerdata, jika anak hasil pernikahan siri itu diakui oleh ayahnya maka ia berhak mewarisi 1/3 bagian dari bagian yang seharusnya mereka terima jika mereka sebagai anak-anak yang sah. Rumitnya pengurusan terhadap hak sipil anak yang dihasilkan dari pernikahan siri inilah yang seringkali menyebabkan orang tua malu untuk mencatatkan kelahiran anaknya disebut sebagai "anak ibu" kendati saat ini telah diberlakukan pembebasan biaya terhadap pengurusan akte kelahiran tersebut. 

Terdapat satu mekanisme yang dapat ditempuh oleh Pasangan Nikah Siri (Bukan Poligami) untuk bisa mengesahkan pernikahan mereka secara agama, yaitu permohonan penetapan pernikahan bagi non muslim dan isbat nikah bagi pasangan muslim. 

Permohonan penetapan pernikahan dapat dilakukan di Pengadilan Negeri sedangkan permohonan isbat nikah dapat dilakukan di Pengadilan Agama. Permohonan pengesahan pernikahan dan isbat nikah hanya bisa dilakukan apabila memenuhi beberapa kriteria berikut;

  1. Adanya perkawinan dalam rangka penyelesaian perceraian;
  2. Hilangnya Akta Nikah;
  3. Keraguan tentang sah atau tidaknya salah satu syarat perkawian;
  4. Adanyan perkawinan yang terjadi sebelum berlakunya Undang-undang No.1 Tahun 1974 dan;
  5. Perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang tidak mempunyai halangan perkawinan menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1974;
     
    Isbat Nikah Di Kecamatan Paninggaran, Kabupaten Pekalongan. (Dokumen pribadi)
    Isbat Nikah Di Kecamatan Paninggaran, Kabupaten Pekalongan. (Dokumen pribadi)

Hasil dari kegiatan ini adalah munculnya penetapan pengadilan yang dapat digunakan oleh pasangan nikah sebagai persyaratan pengajuan buku nikah di KUA bagi pasangan muslim dan Akta Nikah di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil bagi pasangan non muslim. 

Pernikahan siri tidak selamanya menjadi aib, karena banyak faktor yang melatarbelakangi terjadinya nikah siri:

  1. Pernikahan dilakukan sebelum tahun 1974 dimana Undang-Undang Perkawinan disahkan sehingga otomatis pasangan tidak memiliki buku nikah
  2. Kondisi geografis, sebagaimana pengakuan salah seorang pasangan yang berasal dari Desa Gombong, Kecamatan Kandangserang, Kabupaten Pekalongan yang mengikuti Isbat Nikah, banyak masyararkat di desanya yang tidak mengurus surat nikah di KUA disebabkan oleh ketiadaan akses transportasi. Masyarakat harus berjalan denga  jarak yang sangat jauh yaitu berjalan kaki selama 1 hari untuk sampai di KUA. 
  3. Kondisi mental masyarakat, utamanya di pedalaman, yang beranggapan bahwa akta nikah bukan hal penting sebagamana kepemilikan dokumen kependudukan dan pencatatan sipil lainnya juga dirasa tidak penting. 
  4. Permainan oknum, baik yang berasal dari instansi yang ditunjuk untuk mengeluarkan buku dan akta nikah maupun orang lain, yang tidak mencatat dan mengeluarkan buku nikah hasil pernikahan resmi. Kondisi ini terjadi meskipun jarang ditemui. 

Penulis menyarankan, apabila anda belum memiliki akta nikah segeralah mengajukan permohonan isbat nikah kepada Pengadilan Agama dan Permohonan Penetapan Pernikahan kepada Pengadilan Negeri. Semoga artikel ini memberikan manfaat bagi semua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun