Mohon tunggu...
Harisman
Harisman Mohon Tunggu... Wiraswasta - Swasta

Hobi Olahraga

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Menilik Opsi Hak Angket, Proses Penyelesaian Dugaan Kecurangan Pemilu dalam Perspektif Hukum

26 Februari 2024   11:25 Diperbarui: 27 Februari 2024   07:00 1058
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa waktu lalu tepatnya pada tanggal 14 februari tahun 2024, secara serentak warga negara indonesia telah melakukan pencoblosan lanngsung untuk memilih calon presiden dan calon wakil presiden dan juga sekaligus memilih anggota DPR RI, DPD RI, DPR Provinsi dan DPR Kabupaten. 

Tentunya salah satu syaratnya adalah warga yang telah terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) di Komisi Pemilihan Umum, Pencoblosan atau pemilihan langsung dalam pesta demokrasi ini gelar pada setiap 5 tahun dan dilaksanakan secara serentak diseluruh sebaran wilayah TPS (Tempat Pemungutan Suara) yang ada dalam setiap provinsi di indonesia.

Pada tahun ini gelaran pesta demokrasi diwarnai dengan penuh dinamika, drama dan penuh meriah, euforia bukan saja dirasakan di ruang publik.

Namun juga dalam ruang sosial media terasa begitu 'hebohnya' untuk mempromosikan jagoan masing-masing para pendukung pasangan calon Presiden maupun wakil Presiden.

Sehingga tidak heran banyak komentar-komentar para netizen yang ‘kocak’ dan tidak sedikit pula komentar-komentar ‘miring’ yang ditunjukan masing-masing para pasangan calon presiden dan wakil presiden.

Bahwa mengenai usulan hak angket digaungkan pertama kali oleh Pasangan Calon presiden 03 dan sudah ditanggapi oleh pasangan calon presiden nomor urut 01.

Usulan hak angket ini menuai polemik dan menimbulkan gonjang ganjing diskursus ditengah masyarakat termaksud para elit politik dan khususnya juga dikalangan para pakar/ahli hukum.

Karena langkah yang diusulkan merupakan langkah politik dan bukan langkah hukum, yang tentu kita sudah ketahui bahwa di DPR merupakan ruang proses politik bukan ruang proses hukum yang ujungnya tidak adanya kepastian hukum.

Bahwa Dasar konstitusional Hak Angket DPR terdapat dalam Pasal 20A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 

Pasal ini menyatakan bahwa DPR memiliki kewenangan untuk menyelidiki, meninjau, dan mengawasi pelaksanaan Undang-Undang Dasar dan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Undang-Undang.

Hak angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu Undang-Undang dan/atau kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting.

Strategis dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan Perundangan-Undangan.

Aturan dan prosedur pelaksanaan hak angket diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 tahun 2019 tentang perubahan ketiga atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).

Foto : Harisman
Foto : Harisman

Dalam undang-undang tersebut dijelaskan secara eksplisit mengenai fungsi dari Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yakni mempunyai fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan, dalam menjalankan fungsinya Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mempunyai 3 (tiga) Hak istimewa yaitu hak Interpelasi, hak angket dan hak menyatakan pendapat, tiga hak DPR tersebut diatur di dalam pasal 79 ayat (1) UU MD3 yang berbunyi :

1. DPR mempunyai hak: a. interpelasi; b. angket; dan c. menyatakan pendapat.

2. Hak interpelasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah hak DPR untuk meminta keterangan kepada Pemerintah     mengenai kebijakan Pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

3. Hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

4. Hak menyatakan pendapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c adalah hak DPR untuk menyatakan pendapat atas:

a. Kebijakan pemerintah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di tanah air atau di dunia internasional;

b. Tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat          (3); atau

c. Dugaan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden melakukan pelanggaran hukum baik berupa pengkhianatan terhadap negara,     korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, maupun perbuatan tercela, dan/atau Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.

Lalu kemudian apakah Hak Angket bisa digunakan untuk melakukan menyelidiki dugaan kecurangan dalam pemilu dalam hal ini pemilihan presiden (Pilpres)? 

Menurut hemat penulis, penggunaan hak angket untuk melakukan penyelidikan adanya dugaan kecurangan pemilihan presiden merupakan pilihan yang tidak tepat dan bahkan pilihan tidak bijak.

Karena, permasalahan penyelesaian dalam sengketa hasil pemilu khususnya Pemilihan Presiden sudah disiapkan oleh Negara melalui saluran hukum yang dinamakan Lembaga Mahkamah Konstitusi (MK) atau juga Lembaga Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

Apabila adanya dugaan pelanggaran pemilu dan juga disediakan Lembaga Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) apabila adanya pelanggaran kode etik Penyelenggara Pemilu. 

Bahwa pihak yang tidak menerima hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) harusnya melakukan gugatan yang telah disediakan oleh negara yakni di Mahkamah Konstitusi bukan dibawah dalam ranah DPR yang merupakan ruang Proses politik yang tidak mempunyai kepastian hukum.

Mengutip pernyataan Prof.Yusril Ihza Mahendra di beberapa media, beliau mengatakan, bahwa berdasarkan Pasal 24C UUD NRI 1945, salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK) yakni mengadili perselisihan hasil pemilu.

Dalam hal ini sengketa pemilihan presiden, pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya final dan mengikat. Menurut dia, para perumus amendemen UUD NRI 1945 telah memikirkan bagaimana cara yang paling singkat dan efektif untuk menyelesaikan perselisihan hasil pemilu, yakni melalui Mahkamah Konstitusi (MK). 

Hal ini, kata beliau, dimaksudkan agar perselisihan itu segera berakhir dan diselesaikan melalui badan peradilan sehingga tidak menimbulkan kekosongan kekuasaan jika pelantikan presiden baru tertunda karena perselisihan yang terus berlanjut.

"Oleh karena itu ia berpendapat, jika UUD NRI 1945 telah secara spesifik menegaskan dan mengatur penyelesaian perselisihan pemilihan presiden melalui Mahkamah Konstitusi (MK), maka penggunaan angket untuk menyelesaikan perselisihan tersebut tidak dapat digunakan. Penggunaan angket dapat membuat perselisihan hasil pemilihan presiden berlarut-larut tanpa kejelasan kapan akan berakhir. Hasil angket pun hanya berbentuk rekomendasi, atau paling jauh adalah pernyataan pendapat DPR," tutur dia.

Kata Prof. Yusril bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam mengadili sengketa Pilpres 2024 akan menciptakan kepastian hukum. 

Sementara itu, penggunaan hak angket DPR akan membawa negara ini ke dalam ketidakpastian, yang berpotensi berujung menimbulkan “chaos”.

Penulis sependapat dan setuju dari Pernyataan Prof. Yusril Ihza Mahendra terlepas beliau merupakan Tim dari salah satu paslon.

Karena, proses Hak angket dilakukan tidak secara instan tapi membutuhkan proses yang panjang dalam melakukan investigasi atau penyelidikan adanya dugaan pelanggaran hukum secara masif dan berdampak luas yang dilakukan oleh pemerintah dalam mengambil sebuah kebijakan, dan hasil angket pun tidak mempengaruhi dari hasil pemilu.

Menurut hemat penulis, kalaupun memang para pihak yang tidak menerima atas hasil Pilpres dan ingin melakukan investigasi  melalui hak angket terhadap dugaan kecurangan pemilihan presiden, maka menurut hemat penulis jangan saja soal hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) yang di angket akan tetapi juga hasil Pilihan Legislatif (Pileg) sekaligus dilakukan Hak Angket.

Jika memang demikian, tidak adil juga dan cenderung hanya kepentingan “calon” yang kalah saja jika hanya hasil Pilpres yang dipersoalkan tetapi 'buta' soal proses hasil Pilihan legislatif (Pileg).

Pasalnya, justru hasil Pileg lah yang begitu terang menderang dan secara terbuka para 'oknum' caleg melakukan pelanggaran pemilu. 

Lagipula hak angket tidak bisa membatalkan hasil pemilu karena kewenangannya bukan pada ranah DPR melainkan kewenangan dari Mahkamah Konstitusi untuk memutuskan sah atau tidaknya hasil pemilu. 

Hak angket hanya berdampak pada penyelenggara negara yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU ) bukan berdampak pada hasil pemilu.

Bahwa dalam pasca pemilihan tentunya pasti ada yang menang dan ada yang kalah, ada yang menerima dan ada yang menolak, dan yang tidak menerima atas hasil pemilihan presiden (pilpres) maka telah disiapkan saluran hukum yakni dapat dilakukan melalui gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK). 

Sepatutnya para Anggota Dewan Perwakilan Rakyat disenayan harus secara jernih, cerdas dan teliti jangan sampai hanya karena kepentingan ‘kelompok’ semata.

Kemudian mengatasnamakan kepentingan rakyat lalu kemudian menggulirkan hak angket yang bukan ranahnya karena ini dapat menyebabkan huru-hara yang berkepenjangan di tengah masyarakat yang tidak ada ujungnya.

Harusnya para kompetotir calon presiden dan calon wakil presiden menunjukan sikap kesatria dan yang kalah agar dapat menerima dan menghormati hasil Pemilu yang dipilih oleh langsung oleh masyarakat.

Penulis : Harisman (Legal Staf)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun