Mohon tunggu...
Haris Fauzi
Haris Fauzi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pembelajar

Penyuka Kajian Keislaman dan Humaniora || Penikmat anime One Piece.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menjerat Pelaku Kekerasan Seksual Pasca Terbitnya UU TPKS

20 April 2022   11:52 Diperbarui: 20 April 2022   11:52 344
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mewaspadai gerak predator kekerasan seksual || Sumber gambar: Instagram Seniman Kuno

Indonesia's sexual violence law is not "a gift" but it is one of mandatory elements to protect human rights and being a more civilized nation.

Berkaitan dengan UU TPKS yang baru disahkan, bagi para predator seksual yang suka mengirim pesan cabul, mengirim gambar penis ke cewek, memberikan komentar seksual yang merendahkan, kalian akan terkena jerat sekarang. Hati-hati dengan tindakan kalian, minimal kalian akan diproses oleh polisi dan dihukum masuk rehab sebulan. Pasal 91 ayat (1)

Hukuman paling ringan bagi perdator pelaku pelecehan adalah rehabilitasi selama satu bulan, jangan lupa bahwa ada tuntutan ganti rugi yang jumlahnya bisa tidak bisa dikira. Bagi kalian predator seksual yang terbiasa mengirim teks berisi pelecehan atau gambar yang tidak senonoh, berhentilah atau hukuman menanti.

Eksploitasi seksual dengan rayuan, tipu daya, identitas palsu, atau kalau ada predator seksual yang berniatan berhubungan seksual dengan memakai identitas palsu, nama palsu, menyalahgunakan kepercayaan semisal dosbing, guru, atau pendamping korban, bakal terkena terkena jerat pidana penjara minimal 4 tahun dan maksimal 12 tahun.

Siulan, kedipan mata, gerakan menyentuh alat kelamin sendiri didepan lawan jenis, ucapan sensual yang mengarah pada seks, ajakan untuk melakukan hubungan seksual, menunjukkan gambar porno, memfoto diam diam, hal tersebut termasuk ke dalam  pelecehan seksual dan bisa dihukum dalam UU TPKS ini

Dalam UU TPKS ini pendamping terhadap korban disyaratkan utamanya wanita (pasal 40), maka nampaknya tugas laki laki utk menangani korban kekerasan seksual sudah selesai. Hal itu, sekarang sudah menjadi tugas para pendamping yang berjenis kelamin wanita walau korbannya nanti laki-laki.

Perbuatan memaksakan aborsi terkena jerat hukuman yang lumayan memeberatkan. Keluarga, petugas atau siapa saja yang memaksakan perkawinan juga kena ancaman hukuman pidana. Jadi, tidak akan ada lagi pemaksaan kawin atas dasar utang, janji atau kedudukan sosial, termasuk di dalamnya pemaksaan kawin dengan pelaku pelecehan seksual tersebut

UU TPKS ini menjadi instrumen hukum yang mengayomi dan melindungi korban pelecehan dan kekerasan seksual, sebab dulu sebelum disahkannya UU TPKS ini pertimbangan korban untuk melapor begitu banyak. Ketakutan dan kekhawatiran akan dimintain uang sama petugas, takut biayanya tinggi, takut dengan kedudukan pelaku, takut dihina dan dilecehkan petugas.

Dengan adanya UU TPKS ini, korban tidak usah takut dengan semua kekhawatiran dan ketakutan itu. Petugas yang melalaikan bisa dijebloskan ke penjara. Perdamaian tidak menutup kasus dan pelaku bisa dimiskinkan. Bagi korban pelecehan seksual akan ada jaminan bantuan ekonomi, bantuan pemulihan psikologis dari negara, termasuk di dalamnya untuk keluarga korban.

Korban pelecehan dan kekerasan seksual mendapatkan fasilitas pemulihan sebelum dan sesudah selesai proses sidang pengadilan terhadap terdakwa. Setidaknya ada 11 item fasilitas yang akan diperoleh sebelum sidang dan ada 9 item fasilitas yang didapatkan setelah selesai proses peradilan

Fasilitas tersebut bukan hanya untuk korban, tapi juga untuk keluarga korban dan anak korban jika ada. Fasilitas tersebut berupa pendampingan hukum, informasi tentang hak korban, layanan pemulihan, biaya transportasi, biaya hidup dan biaya lainnya, penyediaan dokumen yang dibutuhkan korban, penyediaan tempat tinggal yang layak, fasilitas pendidikan bagi korban dan anak korban jika ada, dan pemberdayaan ekonomi.

Saksi dalam perkara tindak kekerasan dan pelecehan seksual juga difasilitasi. Diberikan informasi tentang prosedur, diberikan bantuan pendampingan hukum, kerahasiaan identitas, hak untuk tidak dituntut pidana atau perdata atas kesaksiannya, hak uang transport, akomodasi atau konsumsi saat memberikan kesaksian

Hal krusial yang harus diwaspadai selanjutnya adalah jangan sampai PPT (Pusat Pelayanan Terpadu) diisi kader atau simpatisan PKS dan sejenisnya. Hal tersebut bisa menghambat agenda pemberantasan kekerasan seksual, sebab merekalah yang terus menolak sampai akhir UU ini terbit. Kader serta simpatisan mereka ini sangat aktif dimana-mana.

Bagi kalian yang waras, tidak usah takut berlebih dengan UU TPKS ini. Kalau tidak melakukan tidak melecehkan perempuan, tidak berjanji mengawini untuk mendapatkan seks, tidak memaksa minta gambar payudara atau organ vital, tidak mengirim gambar penis via DM, tidak eksebisionis di depan laki-laki atau perempuan dengan tujuan melecehkan, tidak mengancam dan menyebarkan konten seksual, kalian tetap aman dari jerat UU TPKS ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun