Mohon tunggu...
Haris Fauzi
Haris Fauzi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pembelajar

Penyuka Kajian Keislaman dan Humaniora || Penikmat anime One Piece.

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Asap yang Membunuh "Janin" Kita

25 September 2019   20:16 Diperbarui: 26 September 2019   07:52 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Foto: Dok. BBC Indonesia)

Kebakaran hutan dan lahan gambut berdampak buruk terhadap kesehatan warga, termasuk janin. Tanpa upaya mendasar, satu generasi warga Indonesia terancam hilang. 

Kebakaran hutan dan lahan gambut berdampak pada kesehatan masyarakat dan petaka bagi generasi mendatang. Selain ancaman kematian dini, kabut asap bisa bedampak buruk bagi janin yang sedang dikandung dan bayi di lokasi terdampak.

Kebakaran lahan dan hutan menjadi bencana dengan dampak ekonomi yang teramat besar bagi pemerintahan Indonesia, hal ini tentu berkaitan dengan ekosistem hutan yang menghilang karena bencana tersebut. 

Berdasarkan data yang dirilis oleh Bank Dunia menyatakan bahwa kerugian yang bersumber dari kebakaran tersebut mengahabiskan luas 2,6 juta hektar lahan di Indonesia pada tahun 2015 silam. Kisaran kerugian ini lebih besar daripada kerugian akibat Tsunami Aceh pada masa lalu.

Angka tersebut dihitung berdasarkan kebutuhan biaya rekontruksi dan rehabilitasi fisik serta terhambatnya aktivitas ekonomi akibat bencana asap tersebut. Hal ini belum mengkalkulasikan dampak kesehatan masyarakat terdampak.

Hal yang perlu digarisbawahi di sini tentu secara langsung kebakaran lahan merugikan kesehatan warga dengan dampak yang konstan. Berdasarkan Jurnal Enviromental Research Letter dari Universitas Harvard tahun 2016 merilis bahwa setidaknya 90.000 jiwa di Indonesia mengalami risiko kematian dini akibat kabut asap kebakaran lahan.  

Selain itu, di Jurnal Nature Communications tahun 2019 merilis bahwa kabut asap berdampak buruk bagi janin. Riset ini membuktikan bahwa jelaga atau karbon hitam terhirup ibu hamil hingga plasenta yang menjadi jalan asupan bagi janinnya.

Semua jaringan plasenta dari ibu hamil terpapar jelaga mengandung ribuan partikel karbon hitam pe meter kubik. Semakin tinggi paparan polusi dialami oleh ibu hamil, kandungan karbon hitam dalam plasenta akan semakin meningkat juga.

Pada tingkat tertentu, perempuan yang terpapar polusi karbon dalam rentang 9500 sampai dengan 20900 partikel per milimeter kubur terancam keguguran dalam awal fase kehamilan di usia janin sekitar 12 mingguan dikarenakan partikel karbon yang masuk dalam tubuh.

Janin merupakan periode kehidupan paling rentan untuk terjangkiti residu. 

Berbagai sistem organ dalam pengembangan. Untuk melindungi generasi di masa mendatang, perlu langkah mendasar untuk mengurangi polusi udara akibat kebakaran hutan dan lahan di beberapa wilayah Indonesia. Hal ini tentu berkaitan dengan paparan polusi udara dan risiko kelahiran prematur yang terjadi. 

Polusi udara dalam tingkat tertentu memicu peradangan ibu hamil dan mempengaruhi perkembangan janin. Partikel pencemar dalam jelaga berkontrubusi langsung terhadap kesehatan janin. Karbon polutan bisa berasal dari polusi lalu lintas, bahan bakar batubatar dan kebakaran lahan.

Kabut asap memicu berbagai penyakit diri, antara lain infeksi saluran pernafasan, batuk, sesak nafas, penurunan fungsi paru, pneumonia, dan iritasi mata. Dalam kabut asapa kebakaran ada senyawa berbahaya, gas dan partikel ukuran nano yang terhirup dalam paru-paru manusia.

Senyawa tersebut di antaranya hidrokarbon, akrolein, karbon dioksida, nitrogen, karbon monoksida, sianida, sulfur dioksida. Senyawa tersebut tentu bersifat karsinogenik.

Pemerintah melalui lembaga terkait tidak bisa menutup mata dan telinga apalagi bungkam terhadap dampak destruktif bagi kesehatan warga di sekitar lokasi kebakaran. 

Paparan asap dari kebakaran hutan berdasarkan jurnal GeoHealth memicu kematian dini di Indonesia setiap tahunnya. Pembakaran hutan dan lahan yang berulang kaki terjadi dikategorisasikan sebagai kejahatn ekologi yang berdampak terhadap hilangnya generasi penerus di masa mendatang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun