Formalisasi nilai syariah dan perundangan ikut kontributif membentuk pribadi yang transformatif menghadapi perubahan. Perkembangan kelompok partisan politik konservatif juga berperan memberikan warna dalam perkembangan politik Muslim saat ini yang kerapkali memberikan wacana alternatif yang mengkapitalisasi ortodoksi Islam.Â
Pasca bergulirnya reformasi, Muslim Indonesia ikut aktif terlibat dalam diskursus wacana antara progresif dan reaksioner. Pergulatan wacana ini bisa kita temukan dalam kegiatan formal maupun informal. Kelompok konservatif semakin percaya diri untuk mengaktualisasi gagasan yang mereka usung sebelumnya.Â
Aksi 411 dan 212 menjadi bukti konkret bahwa hal tersebut bukan hanya konsolidasi kelompok biasa, namun jauh daripada itu. Ia bertranformasi menjadi gerakan alternatif arus utama yang kian menghegemoni.Â
Konservatisme mendapatkan tempat yang nyaman untuk mengembangkan gagasan yang sering disampaikan. Media sosial dan tagging di postingan yang provokatif juga menjadi ladang yang berpengaruh untuk membuat pengkotakan politik dan membahayakan persatuan diri.Â
Pengkotakan politik tentu tidak selalu berakibat buruk, pengkotakan politik juga terbukti menjadi pemacu keterlibatan masyarakat dalam perdebatan hajat bersama dan isu krusial yang berdampak ke publik. Namun, satu hal yang perlu kita wanti-wanti bahwa perselisihan politik yang terus menerus hanya akan menurunkan tensi kinerja pemerintah dan melupakan cita-cita luhur dalam bernegara.Â
Pengkotakan politik yang overdosis hanya akan menambah segresi di tengah masyarakat. Terlalu mahal jika gegara pilihan politik, masyarakat terpecah belah, sudah waktunya pengkotakan dan ekstremisme politik dihindari untuk kemajuan dan kebangkitan berbangsa dan bernegara Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H