Pengkotakan politik merupakan konsekuensi yang harus ditanggung dalam setiap perhelatan politik di sebuah negara. ~Abdul MutiÂ
Tidak hanya di Indonesia, pengkotakan politik juga terjadi di negara-negara barat yang sering kita bilang maju dan sudah lama menerapkan sistem demokrasi, semisal Amerika Serikat, Jerman, Perancis dan Australia.Â
Akar dan tingkat pengkotakan politik tentu akan berbeda, pengkotakan politik dalam pemilu legislatif lebih rendah dibandingkan dengan pemilihan eksekutif semisal gubernur, walikota dan kepala desa. Rendahnya pengkotakan politik pemilu legislatif dipengaruhi oleh deideologi parpol dan konvergensi sosial, politik dan keagamaan.Â
Agama menjadi faktor yang berpengaruh dalam pengkotakan politik. Dengan tingkat keberagaman dalam segi suku dan agama yang begitu banyak, menjadikan negara Indonesia menjadi masyarakat yang menjunjung prinsip keagamaan.Â
Akibatnya sebagian masyarakat yang hanya melihat dari satu kacamata saja, akan dengan terprovokasi dan sensitif dengan liyan yang memiliki perspektif berbeda. Kalau kita amati secara seksama, gejala ini terjadi di segala segmen masyarakat, pengkotakan politik di tengah masyarakat muslim kian kentara dan menganga.Â
Hal ini tentu terjadi karena kuantitas Muslim di Indonesia, tingkat kemajemukan internal Muslim yang besar dan penghayatan berdemokrasi yang minim. Hal ini juga menganfirmasi bahwa pengkotakan keagamaan tidak hanya dalam relasi Muslim non-Muslim, akan tetapi juga diantara sesama Muslim.Â
Pengkotakan politik Muslim dalam pemilihan kali ini menguat dan kian mengakhawatirkan dibandingkan dengan perhelatan tiga pemilihan sebelumnya. Muslim di Indonesia terkotakkan dalam ruang keislaman yang sebenarnya mereka buat sendiri dan tidak relevan.Â
Berbagai isu semisal modernis-tradisionalis didaur ulang dengan slogan berbeda semisal pribumi-asing yang secara sejarah tidak memiliki pijakan yang kokoh.Â
Hal yang berperan besar dalam pengkotakan politik adalah politisasi agama, dimana entitas agama secara sengaja digunakan sebagai alat politik untuk mendulang suara. Dalil dan dalih agama diseret kian jauh untuk memenangi kontestasi. Polititasi kian mekar dan subur karena ada yang selalu mengipasi pengkotakan tersebut.Â
Dalam ajaran agama dan sebagai agama yang integratif, Islam memiliki instrumen yang terbilang mumpuni dan kolaboratif untuk memberikan arahan yang konkrit dalam segala bidang kehidupan berbangsa dan bernegara, mempertahankan sinergi antara agama, kemasyarakatan dan pemerintahan menjadi faktor yang tidak boleh ditawar.Â