Mohon tunggu...
Haris Fauzi
Haris Fauzi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pembelajar

Penyuka Kajian Keislaman dan Humaniora || Penikmat anime One Piece.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bus Tayo Syariah

8 Desember 2018   10:29 Diperbarui: 8 Desember 2018   10:47 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Istirahat di rumah makan biasanya 30 menit. Tinggal kita bagi saja, 20 menit untuk makan plus antrinya, sedangkan 10 menit untuk shalat maghrib 3 rakaat dan Isya 2 rakaat di-jama takhir, plus wudhu dan ke toiletnya. Saya sudah praktekkan dan tidak pernah ketinggalan bus. Baik shalat duluan baru makan, atau makan dahulu baru shalat, yang penting shalat.

Shalat Shubuh

Jika shalat Maghrib dan Isya tak ada kendala, maka biasanya shalat shubuh yang terjadi sedikit kendala. Kendala disini jika bus belum sampai tempat tujuan, padahal matahari sudah hampir terbit dan belum shalat shubuh. Lantas bagaimana shalatnya?

Beberapa perusahaan otobus telah mengeluarkan peraturan, Shalat Shubuh wajib berhenti. Masalah selesai! Toh penumpang adalah raja. Shalat shubuh juga hanya 2 rakaat yang jika dikerjakan bersama tetek bengeknya, paling lama hanya 30 menitan. Pastinya 30 menit untuk shalat tidak akan menjadikan Perusahan Bus bangkrut.

Tapi, masalah lain muncul jika bus masuk Jakarta lewat Tol Cikampek, sedangkan jalannya macet. Padahal di Tol tidak boleh berhenti sembarangan. Biasanya hal itu terjadi jika bus agak siangan masuk Tol Cipularang, di saat jam masuk kantor. Nah, bagaimana shalatnya? Bolehkah ditinggal saja?

Shalat di dalam Bus, sangatlah memungkinkan. Apalagi jika busnya kelas eksekutif dengan kursi yang lebar dan dilengkapi toilet, kita bisa berwudhu dengan sempurna. Kan airnya sedikit? Ah, itu hanya alasan saja.

Bagaimana Wudhunya?

Anggota badan yang wajib dibasuh saat wudhu hanya 4 saja; muka, kedua tangan sampai siku, kepala dan kaki. Kesemuanya yang wajib hanya sekali, artinya jika pun tidak ada air, kita bisa gunakan air mineral.

Setelah itu, kita bisa shalat. Jika bisa berdiri maka dengan berdiri dan menghadap Qiblat. Jika tidak dimungkinkan, maka dengan duduk dan menghadap Qiblat. Ulama berbeda pendapat, ada yang masih mewajibkan mengganti shalat yang kita laksanakan tadi di bus ketika sudah sampai rumah, ada pula yang tidak mewajibkannya.

Lho, kalo masih wajib ganti, kenapa kita shalat? Kenapa tidak nanti aja sekalian?. Kita masih mempunyai kewajiban shalat dengan keadaan apapun pada waktunya. Sedangkan shalat yang kita laksanakan tadi kurang syarat dan rukunnya.

Kadang tidak shalat itu hanya gara-gara malu saja. Bukan karena tidak tahu atau tahu tapi salah. Takut dianggap sok alim, sok shaleh. Lho, meninggalkan kewajiban Allah saja tidak malu, kenapa malah malu dengan manusia?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun