bergantung pada selain dirinya, dan maujud aksiden, suatu maujud yang adanya
bergantung pada selain dirinya. Jika mengikuti kategori kedua ini, maka maujud
yang dimaksud Ibnu Rusyd tampaknya adalah selain pencipta atau yang dalam
terminologi kalam disebut alam, sebab pengetahuan tentang ciptaan akan mengantarkan seseorang mengetahui Tuhannya. Dia mengembangkan argumen analogis, yaitu argumen filsafat yang berpijak pada realitas alam aktual menuju realitas alam potensial. Semakin mendalam pemahaman filosofis seorang terhadap alam aktual, semakin mendalam pula dia memahami Tuhan karena realitas aktual adalah representasi kreasi Tuhan.
Dari sisi alat untuk memahami maujud adalah akal. Filsafat adalah kerja akal, namun tidak semua kerja akal disebut filsafat. Kerja akal disebut berfilsafat jika dalam menggunakannya seseorang mengunakan metode berpikir yang memenuhi syarat-syarat logis pemikiran. Metode berpikir logis yang dimaksud dalam pandangan Ibnu Rusyd adalah qiyas demonstratif. Oleh Sebab itu, Ibnu Rusyd menganjurkan agar sebelum meyakini dan menggunakan metode qiyas demonstratif, seseorang harus mempelajarinya dengan teliti sehingga tidak mencampuradukkan antara qiyas demonstratif dan qiyas dialektika.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H