Mohon tunggu...
Haris Fauzi
Haris Fauzi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pembelajar

Penyuka Kajian Keislaman dan Humaniora || Penikmat anime One Piece.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Ibnu Rusyd dan Pemisahan Antara Filsafat dan Agama

1 Oktober 2018   08:24 Diperbarui: 1 Oktober 2018   08:28 1618
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jika ingin mendulang suara dari orang2 jahil, tutuplah kebatilan dengan bungkus agama_Ibnu Tusyd || Sumber gambar: Twitter Islamidotco

Ibnu Rusyd memandang bahwa hubungan akal dengan wahyu dalam membahas suatu masalah bersifat saling melengkapi. Ibnu Rusyd menggunakan metode filsafat dalam membaca Al-Quran sebagai sumber agama. Di sisi lain, relasi akal dan wahyu melahirkan pembagian  yang saling mendukung satu sama lain.

Ada wilayah tertentu yang hanya dibahas oleh wahyu, ada pula wilayah yang  dibahas oleh akal dan wahyu, dan ada pula wilayah yang tidak dibahas oleh wahyu tetapi oleh akal. Terhadap yang pertama, akal harus bertumpu pada wahyu, seperti sesuatu yang prinsipil, terhadap yang kedua, keduanya adakalanya mengambil kesimpulan yang sama dan adakalanya tidak sama. Jika keduanya megambil kesimpulan yang sama tidak ada masalah. Jika wahyu dan akal bertentangan, di situlah takwil boleh digunakan. Terhadap yang ketiga, akal bebas melakukan pengembaraan guna mencari kebenaran tanpa terikat oleh wahyu.

Aplikasi dan Relevansi Pendekatan Filsafat dalam Memahami Al-Quran

Al-Quran sebagai legislasi Tuhan yang diperuntukkan bagi manusia, menurut Ibnu Rusyd memiliki dua makna: Pertama, makna lahir yang dikhususkan  bagi masyarakat awam, makan tersebut dihasilkan dan dipahami dengan metode retorika dan dialektika. Kedua, makna batin yang dikhususkan bagi masyarakat terpelajar yang bisa dipahami dengan metode demontratif.

Namun acapkali muncul perbedaan antara makna Al-Quran dengan filsafat. Hal tersebut hanya berkaitan dengan ungkapan, bukan esensi. Perbedaan tersebut muncul antara aspek lahiriah Al-Quran dengan argumen demonstratif filsafat, bukan antara argumen demonstratif Al-Quran dengan argumen demonstratif filsafat. Ibnu Rusyd menawarkan interpretasi tawil bayani dimana ia menggunakan takwil khas Arab dalam memahami ayat tertentu dalam memahami Al-Quran. Metode ini dalam pandangan Ibnu Rusyd sebagai alat untuk menemukan kebenaran yang meyakinkan. Definisi takwil yang ditawarkan oleh Ibnu Rusyd sebagai upaya untuk mengeluarkan makna suatu lafadz dari makna yang  haqiqi ke makna metaforik. dengan tetap berpijak pada kebiasaan bahasa Arab dalam membuat metafor.

Contoh kebiasan bahasa Arab, misalnya seuatu dengan sesuatu yang menyerupai, yang terkait dengannya, qarinah-qarinah-nya, atau karena hal-hal lain yang sebagaimana tercakup dalam pembahsan berbagai jenis ungkapan metaforik.

Ibnu Rusyd berusaha memadukan filsafat dan agama dengan merujuk pada metode takwil sebagai pijakan penyelesaian kesan pertentangan antara keduanya. Sejalan dengan filsafatnya, teori pembacaan Ibnu Rusyd terhadap Al-Quran berbentuk kritik. Kritik tersebut diarahkan kepada aliran Zhahiriah, khususnya yang menolak penggunaan takwil. Dengan komitmen seperti itu, wajar jika Ibnu Rusyd memandang aliran Zhahiri tidak rasional sehingga pemahaman aliran ini pantas mendapatkan kritik.

Tujuan pembacaan Ibnu Rusyd terhadap Al-Quran menurut pandang al-Jabiri adalah untuk menemukan maksud Tuhan sebagai pemilik teks. Maksud Tuhan dalam pandangan Ibnu Rusyd adalah penekanan ajaran Tuhan pada masyarakat awam tanpa menafikan kaum terpelajar, filsuf. Hal ini tidak berimplikasi bahwa Ibnu Rusyd menganut pandangan kebenaran ganda, namun hal ini adalah perwujudan dari hadis Nabi agar dakwah disampaikan sesuai dengan keadaan orang yang menjadi sasaran dakwah. Oleh karena itu, pendekatan yang ditawarkan oleh Ibnu Rusyd adalah kebijaksaan demonstratif, karena ia menawarkan wacana syariat pada masyarakat sesuai dengan kemampuan masyarakat itu sendiri.

Ibnu Rusyd membagi metode berpikir menjadi beberapa bagian, yakni metode berpikir retorika  yang cocok buat masyarakat awam dan metode berpikir rasional yang cocok buat kaum terpelajar dan kelompok ahli yang menggunakan metode dialektika. Penggunaan metode retorika bagi masyarakat awam sangat relevan mengingat mereka mempunyai kesiapan pemikiran yang relatif lemah dibanding yang lannya. Metode retorika tidak terlalu mengandalkan kemampuan rasio. Berbeda dengan metode demonstratif, ia dapat mengantarkan kalangan terpelajar untuk mengetahui kebenaran yang meyakinkan. Metode yang berasal dari prinsip berpikir rasional murni, yang berangkat dari realitas indrawi, alam menuju realitas non-indrawi Tuhan dan bersifat analitis.

Ibnu Rusyd memandang filsafat sebagai cara untuk mempelajari dan merenungi maujud.

Ada dua kata kunci yang harus dibedakan yakni kata maujud dan wujud. Dua kata ini penting dibedakan, sebab keduanya menunjuk pada substansi makna yang berbeda. Kata maujud menunjuk pada sesuatu yang ada, sementara kata wujud menunjuk pada aspek aksistensi. Maujud memiliki dua bentuk, yaitu; maujud hakiki, maujud yang adanya tidak

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun