Mohon tunggu...
Haris Fauzi
Haris Fauzi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pembelajar

Penyuka Kajian Keislaman dan Humaniora || Penikmat anime One Piece.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pribumisasi atau Saudisasi, Telisik Sejarah "Gerakan" Anti Asing-Aseng

23 Agustus 2018   09:19 Diperbarui: 23 Agustus 2018   09:34 475
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Caknun menyampaikan bahwa kita harus menjaga nalar dalam memperjuangkan Indonesia di acara Milad Gus Mus Semarang.

Pribumisasi atau Saudisasi

Jika tiba-tiba Pak Presiden RI mengeluarkan peraturan, "Imam dan Khatib Masjid Istiqlal harus asli Betawi!" sepertinya akan ada protes dari beberapa kalangan. Mengingat Masjid Istiqlal bukan hanya milik orang Jakarta saja, tapi sudah menjadi Ikon Bangsa Indonesia.

Atau jika Pak Presiden mengeluarkan Undang-Undang, "Dosen UIN Jakarta harus asli orang Jakarta!" akan menjadi Undang-Undang yang kontroversional. Mengingat Mahasiswa yang belajar dari sana tidak hanya orang Jakarta saja, melainkan dari seluruh Indonesia.

Bagaimana jika hal itu terjadi pada Masjid Seluruh Umat Islam Dunia, Masjid al-Haram dan Masjid Nabawi?

Baru-baru ini Syeikh Sa'ad al-Ghamidi, seorang Imam Masjid Nabawi datang ke Indonesia. Dalam sebuah wawancara dengan salah satu kantor berita nasional, beliau mengungkapkan bahwa; Kini sesuai aturan pemerintah, semua Imam dan Muadzin di Masjidil Haram diharuskan dari orang Saudi asli. Hingga dosen-dosen di Universitas Islam Madinah dan Ummul Quro' juga diterapkan hal yang sama, sehingga sudah tidak didapati lagi dosen di luar keturunan Saudi, katanya.

SA'WADAH

Wah, sungguh menarik. Memang akhir-akhir ini Kerajaan Saudi Arabia sedang gencar mencanangkan "Saudisasi" di berbagai sektor. Termasuk muadzin, Imam, Khatib Masjid Makkah dan Madinah, Para Syeikh pada halaqah di Masjid, termasuk Dosen Universitas-Universitas Islam disana.

Tentu hal itu sah-sah saja, toh dalam Negeri kita kenal gerakan "Cintai Produk Dalam Negeri".

Tapi, bukankah Masjid al-Haram dan Masjid Nabawi adalah aset milik semua umat Islam di dunia? Apakah karena Ta'mir Masjid Istiqlal itu orang Betawi terus dilarang orang non Betawi untuk ikut andil meramaikan? Menyampaikan Ilmu agama? Jika memang berkompeten dan mampu, kenapa tidak?

SETITIK SEJARAH

Imam Haramain:

Siapakah Ulama' yang bergelar Imam al-Haramain [Imam dua kota suci]? beliau adalah Imam al-Juwaini. Nama lengkapnya Abu Ma'ali Abdul Malik bin Abdullah bin Yusuf bin Muhammad bin Haywih As-Sinsibi Al-Juwaini. Beliau lahir di Bustanikan. Nishabur, Persia (Iran) pada tahun 419 H / 1028 M dan wafat pada tahun 478 H / 1085 M.

Iya, meskipun beliau bergelar Imam al-Haramain, beliau bukan asli kelahiran Haramain tapi dari Naisabur, Persia. Bahkan al-Imam ad-Dzahabi (w. 748 H) dalam kitabnya Siyar A'lam an-Nubala' (hal. 14/17) menyatakan bahwa; Imam al-Juwaini menetap di Tanah suci hanya selama 4 tahun. Dalam masa empat tahun itu, beliau memberikan khutbah, mengajar dan menjadi Mufti dalam Madzhab Syafi'i. Setelah itu pulang lagi ke Naisabur.

Saiyyid Ulama' al-Hijaz:

Bahkan ada juga Ulama' Nusantara yang bergelar Tuannya Ulama' Hijaz. Beliau adalah Syeikh Nawawi al-Jawi al-Bantani. Nama lengkapnya Ab Abdul Mu'ti Muhammad Nawawi bin 'Umar bin 'Arabi. Beliau lahir di Kampung Tanara, sebuah desa kecil di kecamatan Tirtayasa, Kabupaten Serang, Propinsi Banten pada tahun 1230 H/ 1813 M. Syaikh Nawawi wafat di Mekah pada tanggal 25 syawal 1314 H/ 1897 M.

Sebuah kebanggaan tersendiri, ada Ulama' Nusantara yang malah menjadi syeikh di Tanah Suci. Muridnya tak hanya Ulama' Nusantara saja, tetapi dari seluruh penjuru dunia.Tak diragukan lagi, beliau bermadzhab Syafi'i, dan mengajarkan madzhab Syafi'i di Makkah.

Syeikh Ahmad Khatib al-Minangkabawi:

Sebagaimana disebut Syeikh Sa'ad al-Ghamidi dalam wawancaranya, memang ada Ulama' asli Indonesia yang pernah menjadi Imam bahkan Mufti di Makkah al-Mukarramah.

Nama lengkapnya adalah Ahmad Khatib bin Abdul Latif al-Minangkabawi, lahir di Koto Gadang, Sumatera Barat, pada hari Senin 6 Dzulhijjah 1276 H/1860 M dan wafat di Makkah hari Senin, 8 Jumadil Awal 1334 H/1916 M.

Bisa kita bayangkan, beliau Asli Nusantara, menjadi Imam Masjid al-Haram dan  Mufti madzhab Syafi'i.

Sayangnya, kebanggaan itu hanya menjadi sejarah masa lalu.

BAGAIMANA DENGAN SAAT INI?

Jika benar apa yang dinyatakan Syeikh Sa'ad al-Ghamidi bahwa, Dosen Universitas Madinah dan Ummu al-Qura harus dari Saudi Arabia, tentu terasa sayang sekali. Dua institusi akademis yang besar, yang mahasiswanya berasal dari seluruh penjuru dunia tidak bisa merasakan ilmu dari selain Dosen Saudi Arabia.

Memang sepertinya ada maksud-maksud strategis dari kebijakan itu. Paling nyata, para Mahasiswa yang berasal dari penjuru dunia itu nantinya akan pulang ke negara masing-masing. Jika sudah pulang, ilmu yang disampaikan pun tak jauh beda dengan yang mereka dapatkan dari dosen-dosen mereka.

ULAMA' NUSANTARA

Dahulu, kita bangga Ulama' Nusantara menjadi Imam dan Syeikh di kota Haramain. Mereka menyebarkan Madzhab Syafi'i disana. Mengarang kitab berbahasa Arab fasih. Kitabnya dibaca oleh penuntut ilmu di seluruh penjru dunia.

Sepertinya sekarang,  Para Ustadz Nusantara lulusan kota al-Haramain hanya menyebarkan Madzhab  Arab Saudi, menterjemahkan kitab-kitab Ulama' mereka, untuk menjadi buku-buku. Menterjemahkan fatwa-fatwa sana untuk diterapkan di Nusantara, sepertinya! Tentu apa yang saya sampaikantidak sepenuhnya benar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun