Mohon tunggu...
Haris Fauzi
Haris Fauzi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pembelajar

Penyuka Kajian Keislaman dan Humaniora || Penikmat anime One Piece.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Ijazah Bung Karno dan Gombalisasi Modernitas

19 Agustus 2018   12:16 Diperbarui: 19 Agustus 2018   12:33 290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nabi Muhammad mengajarkan pada umatnya agar selalu meningkatkan kualitas hidupnya. Hari ini harus lebih baik dari hari kemarin. Dalam hal mengukir kesuksesan hidup, Nabi Muhammad adalah figur terbaik. Selama 23 tahun, ia bisa mengubah dunia Arab yang semula penuh dengan kekerasan dan keterbelakangan moral menjadi dunia yang maju untuk ukuran abad ke-7 M di Semenanjung Arab.

Kunci sukses perjalanan hidup Nabi bisa diringkas menjadi 5 macam yang merupakan etos kerjanya.

Pertama, kemandirian. Sebagai seorang nabi yang yatim piatu, perilaku hidup nabi sangat mandiri. Ia pantang bergantung pada siapapun. Sejak berumur 8 tahun, ia sudah menggembalakan kambing. Dengan menggembalakan kambing penduduk Makkah, ia mendapat upah.

Upah itu digunakannya untuk hidup mandiri, walaupun kebutuhan pokoknya masih ditopang oleh pamannya pasca meninggalnya sang kakek, Abdul Muthalib. Itu menunjukkan bahwa sejak kecil, nabi adalah pribadi yang mandiri. Kemandiriannya semakin tampak pada umur 9 tahun dan 25 tahun. Dalam usia 9 tahun, ia menemani pamannya, Abu Thalib, pergi ke Syria untuk berdagang. Sementara saat usia 25 tahun, ia sukses menjalankan bisnis Khadijah. Kesuksesannya dalam perdagangan merupakan buah dari kemandiriannya dalam hidup sejak kecil.

Sebagai bangsa, masyarakat Indonesia terlambat menyadari pentingnya kemandirian ini. Negeri yang sebenarnya kaya sumberdaya alam ini kini terjebak hutang akibat seringnya  bergantung pada dunia luar. Itulah yang membuat bangsa ini mengalami berbagai kesulitan.

Kedua, pengetahuan. Kerja berbasis pengetahuan merupakan etos kerja Nabi Muhammad. Sebagai seorang manusia biasa, nabi tidak pernah berhenti belajar. Sejak belum menjadi nabi, ia membaca lingkungan masyarakatnya yang suka menyembah patung. Ia tahu bahwa patung tak mampu berbuat apapun walaupun untuk dirinya sendiri. Di Gua Hira, ia banyak merenungkan fenomena masyarakatnya untuk menemukan kebenaran.

Kemauannya untuk terus belajar menyelamatkannya dari kejumudan dan kebodohan. Ia menjadi agent of change masyarakat Arab waktu itu. Pentingnya belajar inilah yang kemudian dirumuskan oleh Imam Syafii dalam sebuah syair waman lam yazuq zulla at-taallumi satan, tajarra zulla al-jahli thla haytihi (Barang siapa tidak mau merasakan pahitnya belajar dalam sejenak, ia akan terjerembab dalam getirnya kebodohan sepanjang hayatnya).

Kebodohan sudah terbukti dalam sejarah umat manusia hanya akan membuat hidup menjadi gelap dan akan membuat kehidupan semakin sulit. Tanpa berdasar pengetahuan, sebuah kerja hanya akan berakhir dengan kegagalan.

Ketiga, kerja keras. Nabi Muhammad bukanlah manusia pemalas. Hari-harinya dilalui dengan penuh kesibukan; mengurus keluarga, bisnis, ibadah, dan umat. Tanggung jawabnya sebagai nabi, rasul, dan pemimpin umat menuntutnya untuk bekerja keras sepanjang waktu.

Keempat, perhatian pada waktu (efektivitas kerja). Dalam bahasa orang sekarang, orientasi hemat waktu ini biasa diwujudkan dalam bentuk perencanaan (action plan). Dengan perencanaan yang baik, sebuah kerja bisa berjalan efektif. Orang Inggris bilang fail to plan, plan to fail (gagal dalam membuat rencana berarti merencanakan sebuah kegagalan).

Waktu sangat penting bagi hidup manusia. Manusia tidak boleh lengah dimakan waktu. Al-waqtu ka as-sayfi (waktu itu bagaikan pedang), begitulah kata pepatah. Fain lam taqthaha qathaaka (jika kamu tidak memotongnya, ia akan memotong kamu). Nabi Muhammad bisa mengukir sejarah karena pandai mengelola waktu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun