“Oh, begitu. Padahal dari kontrakanku lebih dekat dengan kontrakanmu dari pada ke Amanat. Kenapa kamu menyuruh menitipkannya temanku. Apa tidak saya kembalikan langsung ke kontrakanmu?” jawabku. “Sepertinya kamu takut ketemu aku lagi? santai bro, santai, hehe” tambahku.
Aku ingin membuka suasana. Bercakap seperti dan bercanda seperti biasa dari teman ke teman. Sudah beberapa minggu kita tak bertemu dan sepertinya bukan ketidaksengajaan. Kuharap pertanyaanku engkau jawab dengan terbuka dan penuh candaan pula.
“Nanti aku tak bilang ke mbak kosku. Mau dikembalikan kapan?” jawabmu tanpa ekspresi sedikitpun. Nada kebencian semakin jelas aku merasakannya.
“Sore,” jawabku singkat.
“Ok!” jawabmu
Tibalah sore itu tanpa kabar lagi darimu. Kudatangi kontrakanmu di sebuah perumahan. Kuberikan buku itu kepada salah seorang temanmu yang aku tak mengenalnya.
Buku itu telah aku pinjam beberapa bulan yang lalu. Beberapa kali aku bermaksud mengembalikanya. Telah kutanya, engkau ada dimana saat itu, kapan kembali ke kos saat itu. “Aku ingin mengembalikan buku!” kataku.
“Santai saja,” katamu.
***
Setelah malam itu, kita memang tidak pernah bertemu kecuali beberapa kali dalam acara kumpul bersama di kampus kita kuliah. Di sana, aku hanya melihatmu. Kita tanpa cakap. Setelah itu engkau pergi.
Beberapa kali aku pernah mengajakmu ke suatu acara. Beberapa kali itu engkau tak mau dengan beragam alasan. Tiga kali kau menolak ajakan dan setelah itu aku tak lagi mengajakmu. Bahkan kuhentikan basa-basi melalui pesan singkat denganmu. Balasan tanpa ekspresi yang kugambarkan sebuah kebencian menyadarkanku untuk tak lagi menghubungimu.