Mohon tunggu...
Hari Prasetya
Hari Prasetya Mohon Tunggu... Penulis - Knowledge Seeker

Mengais ilmu dan berbagi perenungan seputar perbankan, keuangan, dan kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Merencanakan Berhaji, Menyongsong Visi Saudi

31 Desember 2021   05:55 Diperbarui: 31 Desember 2021   12:20 748
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengacu pada UU Nomor 18/2019, Fatwa Nomor 002/2020, dan PMA Nomor 13/2021, BPKH merancang berbagai program untuk mendorong generasi milenial bersegera mendaftar haji.

Dengan mendaftar pada usia muda, ketika panggilan haji itu datang, mereka dapat menyambutnya dengan kesiapan dan kemampuan fisik yang prima untuk melaksanakan seluruh rukun dan wajib haji secara mandiri tanpa pendampingan, baik dari sanak kerabat, petugas haji, atau tenaga kesehatan. 

Sesuai Surat Edaran Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah - Kementerian Agama Nomor 4001/2018, calon jemaah yang tidak memenuhi prasyarat istitho’ah kesehatan tidak dapat melakukan pelunasan biaya haji, tidak akan divaksin meningitis, dan tidak akan diberikan surat panggilan masuk asrama (SPMA), sehingga tertutuplah kesempatannya berhaji.

Perencanaan Keuangan

Dari segi perencanaan pemenuhan istitho’ah keuangan, seorang harus memiliki uang paling kurang sebesar Rp 25 juta sebagai setoran awal untuk mendaftar haji. Sekitar 90% calon jemaah ketika datang ke BPS BPIH untuk mendaftar haji telah memiliki uang paling kurang Rp25 juta. 

Hanya sekitar 10% calon jemaah yang datang ke BPS BPIH untuk membuka tabungan haji dan secara berkala menambah saldo tabungannya hingga mencapai jumlah Rp25 juta.

Bagi muslim yang belum memiliki dana yang cukup untuk setoran awal dapat menempuh berbagai cara, antara lain:

Membuka dan mengakumulasi tabungan haji di bank syariah; melakukan investasi berkala pada reksadana pasar uang; mengajukan pembiayaan arrum haji dari Pegadaian; meminjam dana dari orang tua, mertua, atau bos; atau memanfaatkan utang atau pembiayaan dari lembaga keuangan.

Berdasarkan Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor: 004/Munas X/MUI/XI/2020 Tentang Pembayaran Setoran Awal Haji dengan Utang dan Pembiayaan, ditetapkan bahwa Pembayaran Setoran Awal Haji dengan uang hasil utang hukumnya boleh (mubah), dengan syarat:

a. bukan utang ribawi; dan b. orang yang berutang mempunyai kemampuan untuk melunasi utang, antara lain dibuktikan dengan kepemilikan aset yang cukup. 

Selain itu, Pembayaran Setoran Awal Haji dengan uang hasil pembiayaan dari lembaga keuangan, hukumnya juga boleh (mubah) dengan syarat:

a. menggunakan akad Syariah; b. tidak dilakukan di Lembaga Keuangan Konvensional; dan c. nasabah mampu untuk melunasi, antara lain dibuktikan dengan kepemilikan aset yang cukup.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun