Selain itu, terdapat kemungkinan perubahan klasifikasi komponen biaya pada tahun tertentu dikategorikan sebagai direct cost, sementara pada tahun lainnya diklasifikasikan sebagai indirect cost. Indirect cost seringkali juga disebut sebagai subsidi karena tidak dibayar secara langsung oleh jemaah, meski berasal dari hasil pengembangan atau optimalisasi setoran awal jemaah.
Proporsi penggunaan BPIH secara umum terbagi 40% untuk biaya penerbangan, 30% untuk biaya akomodasi, 10% untuk biaya hidup (living cost & konsumsi), serta 20% untuk biaya lainnya. Sedangkan proporsi penggunaan mata uangnya, sekitar 90% dibayarkan dalam bentuk US$ dan Saudi Arabia Riyal (SAR), dan hanya sekitar 10% yang dibayarkan dalam bentuk Rupiah.
Kuota haji kita saat ini berjumlah sekitar 221.000 jemaah, yang terdiri dari 204.000 jemaah reguler dan 17.000 jemaah khusus. Subsidi BPIH sejauh ini hanya diperuntukkan bagi jemaah haji reguler saja.
Perbandingan BPIH Tahun 2018 dan 2019
Pembayaran dari jemaah tersebut dialokasikan untuk tiket penerbangan sekitar Rp27,5 juta (US$ 1.978), sebagian biaya akomodasi di Mekah sekitar Rp2,4 juta (SAR 668), serta biaya hidup (living cost) yang dibagikan kembali kepada setiap jemaah sekitar Rp5,3 juta (SAR 1.500). Asumsi kurs yang digunakan pada tahun 2018 untuk US$/IDR sebesar Rp13.900 dan untuk SAR/IDR sebesar Rp3.570.
Biaya akomodasi di Mekah totalnya berjumlah SAR 4.450, namun hanya SAR 668 yang dibebankan pada setoran jemaah, sisanya sebesar SAR 3.782 dibebankan pada indirect cost. Sedangkan biaya akomodasi di Madinah yang berkisar SAR 1.200 per jemaah seluruhnya dibebankan pada indirect cost.
Komponen indirect cost terdiri atas biaya pelayanan dan operasional haji di dalam negeri dan di Arab Saudi, serta dana cadangan (safeguarding). Biaya pelayanan dan operasional haji di dalam negeri antara lain untuk manasik, pembuatan paspor dan visa, akomodasi dan konsumsi di embarkasi, insentif ketua rombongan dan ketua regu, serta asuransi jiwa dan kecelakaan, yang pada tahun 2018 dialokasikan sekitar Rp510,7 miliar (Rp290,3 miliar dan Rp220,4 miliar).
Sedangkan biaya pelayanan dan operasional haji di Arab Saudi digunakan untuk akomodasi, konsumsi, dan transportasi lokal (naqabah) yang dialokasikan sekitar Rp5.787 miliar (Rp5.642,5 miliar dan Rp144,7 miliar).
Jika ditambah dengan dana cadangan (safeguarding) sebesar Rp581 miliar, maka jumlah keseluruhan indirect cost tahun 2018 berkisar Rp6.879 miliar atau sekitar Rp33,97 juta per jemaah. Pada tahun 2018, dana cadangan tersebut digunakan untuk menutup selisih kurs akibat melemahnya Rupiah terhadap US$.
Dalam Rapat Kerja antara Komisi VIII DPR-RI dan Kementerian Agama pada tanggal 4 Pebruari 2019 disepakati BPIH Tahun 2019 untuk direct cost rata-rata sebesar Rp35,2 juta atau sama dengan Tahun 2018 tetapi dengan rincian biaya yang berbeda. Pembayaran dari jemaah tersebut dialokasikan untuk sebagian tiket penerbangan sekitar Rp29,55 juta (US$ 2.081) dan biaya hidup (living cost) setiap jemaah sekitar Rp5,68 juta (SAR 1.500).
Rata-rata biaya tiket penerbangan diperkirakan sekitar Rp30,1 juta (US$ 2.118) namun sebesar Rp524 ribu (US$ 37) diantaranya dibebankan pada indirect cost. Sedangkan biaya akomodasi di Mekah yang pada tahun 2018 sebagian dibebankan pada direct cost, untuk tahun 2019 seluruhnya dibebankan pada indirect cost. Asumsi kurs pada tahun 2019 untuk US$/IDR sebesar Rp14.200 dan SAR/IDR sebesar Rp3.786,67.