Oleh karena itu, kebijakan memberikan hak subrogasi tersebut perlu dipahami sebagai satu kesatuan sistem penjaminan simpanan bersama dengan penetapan tarif premi dan faktor terkait penjaminan lainnya. Dalam hal hasil pengembalian diperkirakan relatif tinggi, tarif premi penjaminan dapat ditetapkan lebih rendah, begitu pula sebaliknya.
Sebagai tindak lanjut pencabutan izin suatu bank, selain pelaksanaan pembayaran klaim penjaminan, akan ditunjuk tim likuidasi untuk membereskan aset dan kewajiban bank tersebut. Pembagian hasil likuidasi bank dilakukan berdasarkan urutan prioritas tertentu yang ditetapkan dalam undang-undang. Prioritas dalam pembagian hasil likuidasi bank selain berdampak pada biaya penjaminan simpanan, dapat pula mempengaruhi perilaku nasabah penyimpan dan kreditur.
Prioritas pembagian hasil likuidasi menunjukkan urutan pihak yang akan memperoleh pembayaran dalam pembagian hasil likuidasi bank, atau apabila dibaca sebaliknya akan menunjukkan urutan pihak yang akan menanggung kerugian atau biaya kegagalan bank.Â
Oleh karenanya, selain pembatasan jumlah simpanan yang dijamin, penetapan prioritas dalam pembagian hasil likuidasi bank merupakan salah satu upaya meningkatkan disiplin pasar.Â
Nasabah penyimpan atau kreditur yang diharapkan melakukan disiplin pasar ditempatkan pada prioritas yang lebih belakang. Dengan memiliki risiko yang lebih besar atas pengembalian simpanan atau tagihannya, nasabah penyimpan dan kreditur tersebut akan terdorong untuk selalu memperhatikan kondisi bank.
Dalam hal nasabah penyimpan yang dijamin ditetapkan memiliki prioritas lebih tinggi dibandingkan nasabah penyimpan yang tidak dijamin dan kreditur lainnya, penjamin simpanan sebagai pemegang hak subrogasi akan mendapatkan tingkat pengembalian yang relatif lebih baik pula.Â
Namun pilihan kebijakan ini dapat mendorong nasabah penyimpan yang tidak dijamin dan kreditur lainnya akan berupaya melindungi simpanannya dengan berbagai cara. Beberapa diantaranya dengan memperpendek tenor simpanannya, meminta tambahan bunga, dan/atau melakukan colateralisasi.
Colateralisasi merupakan pengikatan aset debitur oleh kreditur sebagai jaminan dalam pemenuhan kewajibannya. Dalam hal ini bank bertindak sebagai debitur, sedangkan kreditur merupakan pihak yang memberi utang kepada bank atau yang membeli surat berharga yang diterbitkan bank. Kreditur yang mengikat aset bank sebagai colateral (secured creditors) memiliki prioritas utama dan pertama atas aset tersebut.Â
Penggunaan colateralisasi yang luas akan membatasi pilihan upaya penyelesaian permasalahan suatu bank karena banyak aset yang sudah terikat dan tidak dapat dengan leluasa digunakan. Selain itu, dalam hal bank dicabut izinnya, colateralisasi akan mengurangi jumlah aset yang dapat dilikuidasi untuk dibagikan kepada nasabah penyimpan dan kreditur lainnya (unsecured creditors), termasuk kepada penjamin simpanan.
Adanya prioritas bagi nasabah penyimpan yang dijamin dan maraknya colateralisasi, akan menyebabkan nasabah penyimpan yang tidak dijamin dan kreditur lainnya menjadi sensitif terhadap kondisi suatu bank. Untuk menghindari kerugian, apabila nasabah dan kreditur tersebut merasa tidak nyaman dengan kondisi suatu bank, mereka akan segera melakukan penarikan dananya (early withdrawl) yang dapat mengakibatkan permasalahan likuiditas bagi bank.Â
Pemberian prioritas satu kelompok nasabah dan kreditur terhadap kelompok lainnya akan mendorong nasabah dan kreditur yang kurang prioritas melakukan disiplin pasar dan pada tingkat tertentu dapat memicu bank runs.