Mohon tunggu...
Puthut Hari Pangestu
Puthut Hari Pangestu Mohon Tunggu... Penulis - Guru dan Penulis

Menulis merupakan seni mengolah akal, seni mengasah kecerdasan dan mempertajam ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Keadilan Itu Harus Direbut Bukan Ditunggu

31 Juli 2024   06:00 Diperbarui: 31 Juli 2024   11:30 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: pixabay (herbinisaac)

Dalam sebuah kehidupan pastilah pernah menemui satu moment yang janggal dan membuat pikiran gelisah dibuatnya 

Yaitu berupa kesalahan yang dilakukan oleh orang lain yang menyebabkan kerugian yang sangat besar namun para korbannya tidak menyadari kerugian tersebut.

Bahkan tak jarang si korban dengan tersangkanya justru berbaik-baik dan malah seolah-olah tidak pernah terjadi masalah.

Kadang tidak habis pikir ada manusia sesabar dan seiklas itu menjalani sebuah hidup dalam kerugian yang besar.

Tak jarang justru pasrah atas nasib yang diterimanya asalkan si korban tidak terjerumus ke dalam lubang yang sama.

Namun hal tersebut sering sekali membuat geram orang lain yang mendengar kisahnya atau tahu langsung kejadiannya.

Sebagai manusia yang memiliki akal budi untuk berfikir, bertindak dan bersosialisasi, manusia memiliki kewajiban untuk mengingatkan sesamanya yang mana dalam falsafah Jawa Asah, Asih, Asuh sesama manusia itu wajib dilakukan.

Patutlah untuk mengingatkan bahkan ikut cawe-cawe pada sebuah masalah tersebut, karena jika dibiarkan akan memakan banyak korban yang dirugikan.

Namun sebaiknya cawe-cawenya harus selalu berhati-hati lantaran si tersangka akan merasa tersinggung dan marah karena ini bukan urusan mu.

Namun sebagai manusia yang harus menjaga tatanan agar sebuah tatanan tetap indah untuk kehidupan selanjutnya dan tidak akan ada korban-korban berikutnya cawe-cawe dengan berani harus dilakukan apapun resikonya.

Bukan dalam rangka mencari benar sendiri atas tindakan yang cawe-cawe tersebut namun kembali kepada peran manusia sebagai makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri dan wajib untuk menjadi tatanan agar tetap indah.

Lantas cawe-cawe yang bagaimana yang dilakukan atas kesalahan dan kerugian orang lain tersebut, yang jelas cawe-cawe  dalam upaya mengingatkan sampai menghentikan atau memutus rantai sebuah kesalahan sehingga cukup orang itu saja yang merasakan.

Sebuah keadilan yang dipandang sesuai dengan apa yang pernah diperbuat dan memberi efek jera bagi yang bersangkutan atau orang lain yang ingin melakukan hal serupa.

Keadilan seadil-adilnya yang bukan hanya dari pengadilan dunia melainkan juga dari Yang Maha Adil sebagai pengadil yang paling bijak dalam memutus sebuah perkara.

"Keadilan seperti buah yang tidak akan jatuh dari pohon tanpa ada tangan yang memetiknya.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun