Mohon tunggu...
Hari Murti
Hari Murti Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

STRATA 1 BIDANG EKONOMI PERTANIAN ; CInta Menulis untuk Bangsa yang Berliterasi

Selanjutnya

Tutup

Financial

Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia untuk Mendorong Pembiayaan Inklusif

7 Juni 2023   23:45 Diperbarui: 7 Juni 2023   23:48 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
www.pluang.com/kebijakan-makroprudensial

Kedua, Bank Indonesia berperan vital dalam menciptakan kinerja lembaga keuangan yang sehat. Sektor perbankan memiliki pangsa yang dominan dalam sistem keuangan, sehingga bila terjadi  kegagalan di sektor ini dapat menimbulkan ketidakstabilan keuangan dan mengganggu perekonomian. Untuk mencegah terjadinya kegagalan tersebut, sistem pengawasan dan kebijakan perbankan yang efektif haruslah ditegakkan. Yang dimaksudkan untuk melindungi perbankan dan stakeholder serta sekaligus mendorong kepercayaan terhadap sistem keuangan.

Ketiga, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Bank Indonesia mengembangkan mekanisme dan regulasi untuk mengurangi dampak risiko dalam sistem pembayaran yang cenderung semakin meningkat dan semakin kompleksnya kegiatan perputaran perekonomian yang dituntut untuk dapat lebih cepat, praktis & minim risiko terutama di era digital saat ini diataranya dengan menerapkan sistem pembayaran yang bersifat real time atau dikenal dengan nama sistem RTGS (Real Time Gross Settlement) & BI FAST yang berlaku 24 jam/7 hari yang sudah diluncurkan & terus disempurnakan sehingga lebih meningkatkan keamanan dan kecepatan sistem pembayaran. Sebagai otoritas dalam sistem pembayaran, Bank Indonesia memiliki informasi dan keahlian untuk mengidentifikasi risiko potensial dalam sistem pembayaran.

Keempat, fungsi riset & pemantauan.  Melalui pemantauan secara makroprudential, Bank Indonesia dapat memonitor pergerakan sektor keuangan dan mendeteksi potensi kejutan (potential shock) yang berdampak pada stabilitas sistem keuangan. Melalui riset, Bank Indonesia dapat mengembangkan instrumen untuk merecovery jika terdeteksi adanya kerentanan atau ancaman dalam sistem keuangan dan indikator makroprudential untuk mendeteksi kerentanan sektor keuangan. Hasil riset dan pemantauan tersebut, selanjutnya akan menjadi rekomendasi bagi otoritas terkait dalam mengambil langkah-langkah yang tepat.

Kelima, Bank Indonesia memiliki fungsi sebagai jaring pengaman sistem keuangan dimana melalui fungsi bank sentral sebagai Lender of The Last Resort (LoLR). Fungsi ini hanya diberikan kepada bank yang menghadapi masalah likuiditas dan berpotensi memicu terjadinya krisis yang bersifat sistemik. Pada kondisi normal, fungsi LoLR dapat diterapkan pada bank yang mengalami kesulitan likuiditas temporer namun masih memiliki kemampuan untuk membayar kembali. Oleh karena itu, pertimbangan risiko sistemik dan persyaratan yang ketat harus diterapkan dalam penyediaan likuiditas tersebut.

Sebelumnya telah dijelaskan menurut Schinasi (2004) bahwa sistem keuangan secara khusus salah satunya harus mampu menunjang kemudahan penyelenggaraan sistem pembayaran atau biasa kita kenal dengan inklusi keuangan. Dilansir dari laman resmi World Bank (2020) bahwa inklusi keuangan adalah akses bagi setiap orang atau bisnis untuk bisa memanfaatkan produk ataupun layanan keuangan. Layanan ini berperan penting untuk bisa memenuhi segala kebutuhan manusia setiap hari, seperti transaksi pembayaran, tabungan, kredit serta asuransi yang bisa dikerjakan secara efektif dan kontinyu. Sedangkan berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan atau OJK Nomor  76/POJK.07/2016, inklusi keuangan adalah suatu ketersedian akses untuk berbagai produk, layanan jasa keuangan dan lembaga. Berbagai jasa keuangan di dalamnya bisa dipilih sesuai kemampuan dan keperluan masyarakat sebagai upaya meningkatkan kesejahteraannya.

Dilansir dari laman resmi Bank Indonesia. Bank Indonesia mempunyai 5 instrumen kebijakan makroprudensial dalam mendukung inklusi keuangan, yaitu:

1.   Countercyclical Capital Buffer (CCyB)

Dilansir dari laman resmi Bank Indonesia, Countercyclical Capital Buffer (CCyB) adalah tambahan modal yang berfungsi sebagai penyangga (buffer) untuk mengantisipasi kerugian apabila terjadi pertumbuhan kredit dan/atau pembiayaan perbankan yang berlebihan (excessive credit growth) sehingga berpotensi mengganggu stabilitas sistem keuangan. CCyB perlu diimplementasikan di yang ditunjukkan jika  pertumbuhan kredit dan pertumbuhan ekonomi yang berbanding lurus. Secara umum, Bank Indonesia akan meningkatkan besaran CCyB pada saat ekonomi sedang ekspansi/bertumbuh pesat, sebaliknya Bank Indonesia akan menurunkan besaran CCyB pada saat ekonomi sedang kontraksi/menurun atau lesu. Besaran CCyB bersifat dinamis yaitu berkisar antara 0% sampai 2,5% dari Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) bank.

2.  Rasio Loan to Value atau Financing to Value (LTV/FTV)

Rasio Loan to Value atau Financing to Value (LTV/FTV) adalah rasio antara nilai kredit/pembiayaan yang diberikan oleh Bank Umum Konvensional maupun Syariah terhadap nilai agunan, berupa properti pada saat pemberian kredit/pembiayaan berdasarkan hasil penilaian terkini. Kebijakan LTV/FTV juga bertujuan sebagai instrumen makroprudensial untuk mendorong fungsi intermediasi perbankan yang seimbang dan berkualitas dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional dengan tetap menjaga stabilitas sistem keuangan. Instrumen kebijakan Makroprudensial ini bersifat countercyclical dan dapat disesuaikan dengan perubahan kondisi ekonomi dan keuangan. Salah satu tujuan dari kebijakan LTV/FTV adalah untuk menjaga stabilitas sistem keuangan dan memitigasi risiko sistemik yang berasal dari peningkatan harga properti. Kebijakan LTV/FTV juga bertujuan sebagai instrumen makroprudensial bersifat countercyclical dan dapat disesuaikan dengan perubahan kondisi ekonomi dan keuangan.

3.  Rasio Intermediasi Makroprudensial

Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) merupakan instrumen makroprudensial yang ditujukan pada pengelolaan fungsi intermediasi perbankan agar sesuai dengan kapasitas dan target pertumbuhan perekonomian serta tetap menjaga prinsip kehati-hatian. Kebijakan RIM mengakomodasi adanya keberagaman bentuk intermediasi perbankan dengan memasukkan investasi bank pada surat berharga. RIM mendorong terciptanya fungsi intermediasi yang seimbang dan berkualitas, sehingga dapat mencegah dan mengurangi risiko dan perilaku perbankan yang cenderung prosiklikal.

4.  Penyangga Likuiditas Makroprudensial

Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) ) merupakan cadangan likuiditas minimum dalam Rupiah yang wajib dipelihara oleh Bank Umum Konvensional dan Bank Umum Syariah dalam bentuk surat berharga dalam Rupiah yang dapat digunakan dalam operasi moneter.

5.  Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek (PLJP)

Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek (PLJP) adalah pinjaman dari Bank Indonesia kepada Bank untuk mengatasi kesulitan Likuiditas Jangka Pendek yang dialami oleh Bank. Ketentuan PLJP meliputi beberapa persyaratan diantaranya:

  • penyesuaian suku bunga PLJP/PLJPS,
  • penyempurnaan persyaratan agunan kredit,
  • penambahan agunan lain untuk jaminan sebagai langkah mitigasi risiko,
  • percepatan proses di Bank Indonesia, dan
  • penyempurnaan proses verifikasi dan valuasi aset dengan pihak independen sebelum permohonan PLJP.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun