Seram Bagian Barat (SBB), salah satu kabupaten di propinsi Maluku. Penghancuran dan kerusakan lingkungan hidup kini menjadi ancaman serius di kabupaten tersebut.Â
Di kawasan hutan Elpaputih, pohon-pohon penghasil kayu nomor satu, seperti Pule, Meranti, Samama, dibabat. Hasilnya adalah desa-desa sekitar dilibas banjir. Jembatan dan jalan trans Seram rusak.Â
Sementara itu, sebagaimana yang disampaikan salah satu media online yang berbasis di Maluku, Bupati SBB, Yasin Payapo terkesan angkat tangan. Padahal, Payapo sendiri yang memberikan izin kepada CV. Titian Hijrah.Â
Ijin yang diberikan bupati terkait dengan ijin Lokasi Usaha Perkebunan Pala Intercrop. Menurut rencana, lokasi hutan dibuka untuk menanam pala dan coklat. Namun, setelah pohon-pohon ditebang, pala dan coklat tak terlihat rupanya.Â
Masyarakat Elpaputih hanya bisa gigit jari melihat hutan adatnya dirampas. Kayu-kayu dibawa pergi tanpa ada penanaman kembali. Lingkungan alam rusak, dan masyarakat harus menanggung derita akibat banjir.Â
Apa yang terjadi di Elpaputih, Seram Bagian Barat berpotensi terjadi lagi di daerah lain di kabupaten tersebut. Politik pembohongan dimainkan pemerintah daerah yang kongkalikong dengan pengusaha.Â
Rakyat dirayu memberikan tanah adat  untuk perkebunan, tentu dengan janji untuk kesejahteraan masyarakat. Padahal, yang didapat masyarakat hanyalah penderitaan.Â
Rencana Penambangan Marmer di Taniwel
Setelah lingkungan Elpaputih rusak, kini bupati Yasin Payapo kembali memberikan ijin ekpslorasi marmer di kecamatan Taniwel bagi PT. Gunung Makmur Indah (GMI). PT yang tidak jelas keberadaannya ini telah ditolak beroperasi oleh masyarakat adat Taniwel.Â
Para aktivis dan mahasiswa di kota Ambon juga sudah menggelar aksi ke kantor Gubernur Maluku. Mereka meminta Murad Ismail untuk mencabut rekomendasi yang diberikan terhadap perusahaan tersebut.Â
Bayang-bayang pembohongan seperti yang terjadi di Elpaputih kini menghantui masyarakat Taniwel. Lebih dari itu, eksplorasi marmer yang akan didahului dengan penebangan pohon-pohon di hutan perawan itu, tentu akan membawa dampak kerusakan lingkungan yang lebih parah. Bukan hanya untuk generasi saat ini. Â Anak-cucu di kemudian hari pun akan merasakan akibat buruknya.