Mohon tunggu...
Hariman A. Pattianakotta
Hariman A. Pattianakotta Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Penyuka musik

Bekerja sebagai Pendeta dan pengajar di UK. Maranatha

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Reformasi, Pemutusan Hegemoni, dan Politik Persahabatan

31 Oktober 2020   20:10 Diperbarui: 31 Oktober 2020   20:13 283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Dalam konteks perjuangan demi keadilan dan keadaban itu, gereja dan agama-agama dapat memainkan peran penting.

Politik Persahabatan

Salah satu peran penting agama-agama dalam kaitan perjuangan membangun keadilan dan keadaban adalah menghidupi semangat politik persahabatan. 

Politik yang saya maksudkan di sini adalah upaya membangun polis atau kota/negara agar kesejahteraan dan kebaikan bersama, bonum commune, dapat terwujud dalam kehidupan sosial sehari-hari.

Tanggungjawab tersebut menjadi urusan semua. Namun, tidak berarti pemimpin-pemimpin agama kemudian dapat terlibat untuk merebut kekuasaan. Apalagi, sampai berkomplot dengan politisi korup. 

Di sini agama-agama berperan untuk membangun paradigma politik persabatan. Politik persabatan melihat dan memaknai perbedaan sebagai berkat, karunia, yang harus disyukuri, bukan dilihat sebagai ancaman. 

Karena itu, politik persabatan tidak terjebak dalam logika mayoritas dan minoritas. Yang dikedepankan adalah upaya membangun kualitas hidup bersama. Itu sebabnya, meminjam Jurgen Habermas, tindakan komunikatif atau diskursus rasional yang dikedepankan dalam semangat politik persahabatan, bukan manipulasi SARA. 

Politik persahabatan dibangun di atas dasar nilai-nilai etis manusiawi dan spiritual. Dalam kaitan ini, agama-agama dapat memainkan peran penting, yakni dengan mentransformasi nilai-nilai partikular agama untuk menjadi virtu yang bisa dipahami dan dihidupi oleh publik luas.

Selain itu, agama-agama dapat pula memainkan perannya sebagai kekuatan moral-profetik untuk meluruskan yang bengkok dalam konteks politik nasional/global, serta melakukan advokasi atau pendampingan bagi orang-orang kecil yang termarjinalkan. Dengan kata lain, agama-agama menjadi sahabat bagi orang-orang kecil. 

Tampaknya hal yang disebutkan terakhir ini semakin urgen untuk dikerjakan, sehingga harapan akan keadilan dan keadaban tidak sekadar menjadi bagian dari dunia imaginer orang kecil, melainkan menjadi kenyataan yang dihidupi dan diperjuangkan oleh pemangku-pemangku kekuasaan. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun