Mohon tunggu...
Hariman A. Pattianakotta
Hariman A. Pattianakotta Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Penyuka musik

Bekerja sebagai Pendeta dan pengajar di UK. Maranatha

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Reformasi, Pemutusan Hegemoni, dan Politik Persahabatan

31 Oktober 2020   20:10 Diperbarui: 31 Oktober 2020   20:13 283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Dengan demikian, momentum Reformasi Gereja dapat dibaca sebagai peristiwa sosial-religius pemutusan kuasa hegemonik. Pertama-tama reformasi ini memang terkait langsung dengan kekuasaan di dalam gereja. Namun, mengingat Eropa di masa itu merupakan sebuah imperium Kristen, maka pengaruhnya terasa dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari.

Para petani di Jerman misalnya, pada 1524-1525 melakukan perlawanan sengit terhadap kaum aristokrat. Gerakan reformasi gereja telah membuka mata para petani tentang kebebasan dan keadilan. 

Karena itu, mereka berjuang melepaskan diri untuk melepaskan dari hegemoni kaum-kaum feodal. Perjuangan ini turut mendapatkan dukungan dari para rohaniwan reformis. Namun, tentu ada juga rohaniwan yang lebih pro terhadap status quo.

Walaupun sejarah mencatat bahwa perjuangan berdarah para petani itu bisa ditumpas, namun api kesadaran itu tidak bisa lagi dipadamkan. 

Kesadaran dan gerakan perubahan terus hidup. Yang paling fenomenal adalah Revolusi Perancis pada 1789. Namanya revolusi, selalu ada darah dan air mata. 

Rakyat melakukan perlawanan terhadap monarki absolut Perancis. Hierarkisme gereja yang tampil sebagai kekuatan hegemonik dilibas. 

Rakyat adalah subjek. Semangat reformasi gereja, lalu tiupan kencang angin Pencerahan, telah memberikan bekal yang cukup untuk melancarkan pembaruan besar-besaran alias revolusi. 

Semangat liberte, egalite,fraternite (kebebasan, kesetaraan, dan persaudaraan) digaungkan dan menjadi dasar dibangunnya kehidupan negara demokrasi modern yang sekular.

Dari pengalaman Eropa selama ratusan tahun itulah, ide mengenai demokrasi, sekularisme, kemudian mendapatkan ruang hidupnya di Barat. Otoritarianisme ditolak. Hegemoni agama disingkirkan. Kehidupan politik dan agama dipisahkan. 

Setidaknya melalui sejarah gereja dan Eropa, kita belajar bahwa ketika politik atau penguasa negara berkomplot dengan pemimpin agama, maka hegemoni, ketidakadilan, dan otoritarianisme akan diterima sebagai takdir sejarah yang sulit untuk diubah. 

Peristiwa Reformasi yang terjadi tahun 1517 dan sesudahnya, mengingatkan gereja, dan agama lain serta warga dunia, untuk aktif mengusahakan perubahan dan pembaruan supaya tatatanan dunia yang lebih adil dan beradab dapat tercipta. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun