Mohon tunggu...
Hari Dewanto
Hari Dewanto Mohon Tunggu... Administrasi - DEWA HIPNOTIS

I am a professional trainer and happiness trance-former (happiness provocation) who willing to make Indonesia happier

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Heroisme Vs Egoisme

8 September 2024   07:52 Diperbarui: 8 September 2024   07:56 242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh Sahabatku yang berbahagia,

Apa kabar Anda di Minggu pagi yang ceria ini? Semoga Anda dan orang-orang terdekat Anda juga dalam kondisi yang bahagia. Aamiin.

Pertanyaannya adalah bagaimana agar kita merasa bahagia, sekaligus membahagiakan orang terdekat kita?

Ada sebuah kepercayaan yang kuat di masyarakat bahwa berkorban demi kebahagiaan orang lain adalah tanda cinta yang paling murni. Misalnya, orangtua yang rela bekerja keras siang dan malam, berusaha tanpa henti demi kebahagiaan anak-anak mereka. Mereka berpikir, "Saya tidak bahagia tidak masalah, yang penting anak saya bahagia." Tapi, pertanyaannya selanjutnya adalah, apakah benar anak-anak itu bisa benar-benar bahagia jika mereka tahu orangtua mereka sendiri tidak bahagia?

Demikian juga dengan niat mulia seorang anak yang berkata, "Cita-citaku di dunia ini hanya satu: membahagiakan orangtua. Gak penting aku gak bahagia." Apakah ada orangtua yang bisa benar-benar merasakan kebahagiaan jika mereka tahu anaknya hidup tanpa kebahagiaan?

Sering kali, orang lupa bahwa mengorbankan diri sendiri untuk orang lain tanpa menjaga kebahagiaan pribadi justru dapat merusak niat baik tersebut. Dalam psikologi positif, kita diajak untuk menyadari bahwa kebahagiaan adalah sesuatu yang harus dipelihara dari dalam diri. Justru dengan mencintai dan membahagiakan diri sendiri terlebih dahulu, kita bisa lebih efektif dan tulus dalam memberikan kebahagiaan kepada orang lain.

Prinsipnya sederhana: Jangan menjadi seperti lilin yang memberikan terang kepada sekitarnya, tetapi meleleh dan habis dalam prosesnya. Kebahagiaan itu seperti cahaya yang terus bersinar, dan semakin kuat cahayanya, semakin jauh jangkauannya. Jika kita sendiri terkuras habis, bagaimana kita bisa membantu orang lain?

Konsep lilin ini dalam berbagai kesempatan bisa dianggap sebagai sebuah heroisme. Heroisme adalah konsep yang menggambarkan tindakan berani, tanpa pamrih, dan sering kali berisiko tinggi yang dilakukan oleh seseorang demi kebaikan orang lain atau demi tujuan mulia. Seorang pahlawan biasanya dianggap sebagai seseorang yang menunjukkan pengorbanan pribadi, keberanian luar biasa, dan komitmen terhadap nilai-nilai yang dianggap penting oleh masyarakat.

Heroisme bukan hanya tentang keberanian fisik; itu juga mencakup keberanian moral dan emosional. Orang yang heroik tidak selalu beraksi dalam situasi berbahaya, tetapi mereka sering kali menunjukkan keberanian dalam menghadapi tantangan moral dan sosial. Heroisme juga dapat dilihat sebagai hasil dari kombinasi faktor genetik, sosial, dan situasional, di mana setiap individu memiliki potensi untuk bertindak heroik tergantung pada konteks dan kondisi yang mereka hadapi.

Konsep heroisme memang mulia, tetapi jika diterapkan tanpa mempertimbangkan kesejahteraan diri, justru bisa menyesatkan.

Kita perlu mengerti bahwa kebahagiaan tidak datang dari pengorbanan tanpa batas, tetapi dari keseimbangan antara memberi dan menerima. Dengan menjaga kesejahteraan batin kita sendiri, kita tidak hanya dapat memberikan lebih banyak, tetapi juga menjadi inspirasi nyata bagi orang-orang di sekitar kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun