Karena ia bukan berasal dari keluarga berada atau menak, di rumah itu pula Inggit harus bekerja membanting tulang dari kuli menjahit, membuat bedak, samapai berjualan berbagai barang yang dihasilkan pengrajin pandai besi di Ciwidey.
Setelah tidak dihuni, rumah ini sempat terbengkalai bagai rumah hantu. Beruntung kini rumah tersebut dikelola oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata ProvinsiJawa Barat. Keadaan rumah tersebut secara umum cukup baik, namun sayang pengelolaan rumah bersejarah tersebut terkesan seadanya.
Suatu ketika Soekarno menggowes sepedanya berboncengan dengan Inggit menyusuri Bandung Selatan. Di daerah Cibintinu seorang petani tua yang sedang menggarap sawahnya mencuri perhatian Soekarno. Dia menghampiri petani tersebut, tersebutlah Marhaen nama sang petani. Dalam percakapannyadiketahui bahwa alat cangkul, sawah, dan hasil padinya dimakan sendiri akan tetapi petani itu hidupnya miskin.
Dikemudian hari ideologi Soekarno disebut dengan Marhaenisme. Pertemuan dengan Mang Marhaen tersebut menginspirasi perjuangan Bung Karno. Mang Marhaen dianggap Potret yang menggambarkan penderitaan bangsa Indonesia dibawah kolonialisme. Sayang Mang Marhaen tidak sempat mencicipi udara kemerdekaan, akibat penderitaan romusha ia wafat pada tahun 1943.
Mang Marhaen dimakamkan di kampung Cipagalo RT02/RW03 kelurahan Mengger, kecamatan Bandung Kidul. Makamnya dibangun di atas tanah seluas tiga tumbak. Di salah satu sisi utara maakam Mang Marhaen terdapat prasasti bertuliskan “Di Sini Tempat Peristirahatan Terakhir bapakmarhaen. Wafat Tahun 1943. Marhaen Sumber karya mulya yang Utama PJM Ir. Soekarno, Merupakan jembatan emas, Menuju Pintu Gerbang Kemerdekaan Bangsanya, Bung Karno penyambung Lidah Rakyat.”
Kondisinya sempat tidak terurus karena tidak mendapat perhatian dari pemerintah setempat. Bahkan akbat pembangunan pemukiman mewah, makam itu akan dibebaskan. Sontak saja rencana tersebut ditentang cucu-cucu Mang Marhaen. Beruntung kala itu Megawati Soekarnoputeri terpilih menjadi Presiden RI. Situasi memperihatinkan tersebut justru berakhir terbalik.
Makam tersebut dipugar dengan tembok serta atap genting, dan lantainya berlapis keramik. Uniknya Setiap menjelang Pemilu atau pilkada, makam tersebut ramai didatangi peziarah meminta restu untuk menang dalam pertarungan memperebutkan suara.
Peti Mati Bernama Sel Banceuy
Saat ini kawasan AsiaAfrika terlebih Alun-alun menjadi lokasi paling ramai di Kota Bandung. Siang malam pengunjung baikwarga Bandung maupun luar bandung tumplek blek ke kawasan tua tersebut. Tak Jauh dari lokasi ramai tersebut ada sudut gelap nan sepi terperangkap bayang gudang gudang tua yang telah kusam. Bekas sebuah sel selebar 1,5 meter, panjang 2,1 meter, dan tinggi 2,5 meter. ”Betul-betul sepanjang peti mayat,” kata Bung Karno dalam buku Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia.
Soekarno sangat tersiksa lantaran dilarang berkomunikasi dengan rekan-rekan seperjuangannya, termasuk dengan belahan jiwanya, Inggit Garnasih. Satu satunya teman hanya cicak sebagai pengusir sepi.
Baru pada hari ke-40, Belanda mengizinkan Soekarno bertemu dengan Inggit di ruang tamu penjara yang dibatasi jaring kawat. Hanya lima menit mereka diizinkan bertemu. Meskipun kedua insan itu didera rindu, suasana menjadi kaku karena pertemuan mereka dijaga ketat dan segala ucapan dicatat penjaga. Sentuhan tangan pun dilarang.