Beberapa bulan setelah Indonesia merdeka, Belanda nyatanya tak mau kehilangan salah satu primadona jajahannya itu. Begitu sulit bagi Belanda jika harus move on dan melepas sebuah negara besar yang memiliki selaksa potensi, kekayaan sumber daya alam serta memiliki letak yang strategis secara militer. Terlebih Belanda merasa berhasil menduduki sebagian besar wilayah Nusantara selama tak kurang dari 3 abad.
Strategi Belanda
Sejak 1945, Belanda melancarkan berbagai strategi untuk merebut kembali Indonesia melalui berbagai agrasi militer yang digerakkan oleh tentara NICA (Nederlandsch Indië Civil Administratie). NICA adalah tentara sekutu yang diboncengi kepentingan Belanda untuk merebut kembali kemerdekaan Indonesia dengan dalih melakukan pelucutan senjata tentara Jepang dan pemulangan tentara Belanda dan tentara sekutu yang tertahan di Indonesia.
Pelucutan tentara jepang memang terjadi, namun Belanda pun diam-diam menanamkan kantung-kantung pertahanan di Batavia, Bandung dan beberapa kota strategis lain di Jawa sebagai persiapan jika suatu saat akan ada perlawanan dari rakyat Indonesia. Belanda menganggap Indonesia kala itu adalah negara muda dengan sistem pertahanan dan kenegaraan yang belum matang sehingga bisa dengan mudah dijadikan negara persemakmuran Kerajaan Belanda.
Namun kala itu, segenap rakyat berharap lain. Mereka yang terlanjur menghirup udara kemerdekaan tentunya enggan kembali hidup di bawah bayang-bayang Belanda. Rakyat ingin hidup di atas kaki sendiri yang bebas dan berdaulat.
Tentara sekutu segera masuk ke wilayah-wilayah strategis dengan mendistribusikan logistik, tentara dan peralatan perang ke wilayah-wilayah di Jawa Barat. Namun TKR (Tentara Keamanan Rakyat) kala itu tak tinggal diam, pada 21 November 1945, Resimen 5 di bawah Moeffreni Moe’min membajak keret api logistik Inggris di Cikampek. Dan membuat pasukan Inggris sedikit kewalahan.
Monumen Palagan Bojongkokosan, Parungkuda, Sukabumi (Dokumentasi Pribadi)
Memukul ular berbisa
Untuk menghindari kejadian Cikampek terulang, Inggris mengalihkan suplai logistiknya ke Bandung melalui Bogor via Sukabumi. Maka pada 9 Desember 1945, berangkatlah rombongan konvoi tentara sekutu menuju Bandung via Sukabumi.
Konvoi yang membawa logistik, peralatan perang, amunisi dan ratusan tentara itu ‘mengular’ dengan panjang tak kurang dari 12 km. Terdiri atas ratusan pengawal dari Batalion 5/9 Jats, puluhan tank, panser wagon, dan truk berisi ribuan pasukan Gurkha.
Tak ingin tinggal diam, setelah mendengar kabar bahwa akan ada konvoi tentara sekutu, Panglima Komandemen I Jawa Barat Mayjen Didi Kartasasmita memerintahkan pasukan di bawah kekuasaannya, termasuk Resimen III Sukabumi, menghadang misi sekutu ini, dengan tujuan agar kekuatan tentara sekutu di wilayah Bandung bisa diminimalisasi.