Usai diurut, Abah Jawa menepati janjinya. Ia segera menuju dapur untuk menyiapkan peralatan masak. Yang lain bekerjasama mengupas petai cina yang saya bawa.Â
"Ini petai cina ngapain kamu beli? Petik saja di sekitar sini banyak. Tumbuh liar. Gratis teu perlu bayar." Abah Jawa tertawa.
"Nah kalau kecombrang, bagusnya jangan cuma bunganya yang dibeli. Buahnya yang bundar itu juga enak disantap. Asam-asam kecut. Dipakai ngerujak enak," sambil tangannya terus membongkar kantong plastik yang saya bawa. Kang Maman, rekan serumahnya, menawarkan diri untuk membeli nasi dan lauk lainnya. Rp 70 ribu ternyata cukup untuk membeli bahan makanan untuk 8 hingga 9 orang.
Santap siang itu terasa begitu nikmat. Barangkali karena saya sendiri juga sudah kelaparan karena terlambat makan. Nasi sekepal kecil, dilengkapi ikan asin, sambal kecombrang, tumis tempe, jamur tiram, dan petai cina. Â Begitu sederhananya masakan rumahannya Orang Sunda. Penuh dengan menu sayuran dan protein nabati. Pantas mereka awet muda, langsing, dan kulitnya halus.
"Kita senang ada orang kota mau duduk bersama makan ala kadarnya begini," Kata Kang Maman sambil terus menyuapkan nasi dengan lahap.
"Sudah kebiasaan saya mengajak serta makan warga sesuai dengan masakan rumahan mereka, Kang. Jadi bisa lebih akrab dan dapat keterangan lebih banyak untuk bahan tulisan," jawab saya.
"Sebenarnya banyak sekali tempat wisata di dekat Pelabuhan Ratu ini. Tapi memang yang ada di tengah-tengah kebun sawit adanya di sekitar Cikidang sana," Kang Maman menginfokan. "Sekitaran Saolin juga ada beberapa," keterangannya makin menguatkan fakta yang saya dapatkan sebelumnya.
Sebelum beranjak dari Pelabuhan Ratu, saya juga sempat mencicipi Baso Ikan Marlin. Enak sekali rasanya. Padat dan tidak amis seperti baso ikan lainnya.Â
Bicara mengenai tempat wisata, di sekitar Malingping, Banten, juga saya temukan beberapa spot wisata disekitaran kebun sawit. Misalnya Curug Sewu yang merupakan pemandian air deras yang melintasi kebun sawit. Tentunya pariwisata seperti ini mustahil muncul kalau memang tuduhan sawit rakus air itu benar terjadi.
Sayangnya waktu saya berkunjung ke sana, Curug Sewu ditutup, tampaknya karena alasan pandemi COVID19. Hanya seorang pemuda dengan motornya yang mau memberikan keterangan ke saya.
"Ini harusnya ramai, Bang. Tapi hari ini tutup. Saya tadi bareng teman-teman, tak jadi mandi di sini. Mereka pulang duluan, saya duduk-duduk saja menyaksikan pemandangan," jelasnya.
Lihat Trip Selengkapnya