"Bahkan dari cerita yang saya dengar dari orang-orang, pemilik sawit pun sengaja membiarkan tanah di pinggiran jalan itu dibangun warung. Justru supaya jalanan itu tidak terlalu lengang, sehingga mengundang begal. Sekarang sudah hampir seluruh pinggiran jalannya ada warung, kan? Dulu gelap semua itu," Kang Dede menambahkan.
"Tapi itu cuma cerita warga sekitar, ya. Cerita saja.."
"Tapi dulu juga sekitaran sini kebun sawit. Bedanya yang sekitaran sini biasanya punya warga sekitar. Kalau ke arah bawah sana baru punya PTPN."
Menjelang Pelabuhan Ratu, di sekitaran Sungai Citarik, saya menemui penjaga bumi perkemahan Bravo Adventure, bernama Alif. Ia juga membenarkan bahwa sejak terbukanya jalan pintas Cikidang, banyak titik-titik wisata baru bermunculan, termasuk perkemahan dan rafting di sekitaran sana.
Bravo Adventure sendiri baru berdiri beberapa tahun lalu. Namun keberadaannya turut memberikan pekerjaan kepada warga sekitar.
"Saya sendiri dulu berkerja di pertambangan sekitar sini. Setelah ditutup, kehilangan pekerjaan. Sekarang saya bersyukur lah diterima bekerja di tempat wisata ini," tutur Pak Dedeh, ikut memberikan keterangan.
Dari hasil pencarian di internet, daerah menjelang Pelabuhan Ratu dulunya memang banyak pertambangan, beberapa di antaranya pertambangan liar yang merusak lingkungan dan berkali-kali ditertibkan. Kini tak banyak lagi pertambangan tersebut yang eksis. Gantinya, banyak sekali hotel, perkemahan, dan spot arung jeram yang didirikan.
Tentunya keberadaan kebun sawit tidak lepas dari kritik. Alif mengungkap kekhawatirannya terhadap eksistensi wisata arung jeram.
"Kebun sawit itu setahu saya kan rakus air. Nah itu saya lihat ada efeknya terhadap sungai di sini. Dulunya selalu airnya deras. Sekarang hanya kalau musim hujan saja airnya cukup banyak. Kalau kemarau seperti ini airnya minim, kami harus mengurangi kapasitas, dibatasi penumpangnya," demikian argumennya.