Mohon tunggu...
Hariadhi
Hariadhi Mohon Tunggu... Desainer - Desainer

Ghostwriter, sudah membuat 5 buku berbagai Dirut BUMN dan Agency Multinasional, dua di antaranya best seller. Gaya penulisan berdialog, tak sekedar bernarasi. Traveler yang sudah mengunjungi 23 dari 34 provinsi se Indonesia. Business inquiry? WA 081808514599

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Layarku Terkembang dari Baubau ke Makassar

24 Oktober 2019   04:06 Diperbarui: 24 Oktober 2019   17:28 443
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Harusnya judul ini sedikit lebih jauh, dari Baubau ke Jakarta. Tapi karena informasi pelayaran yang acakadut, saya mau tak mau mencukupkan perjalanan sampai Makassar dulu

Sebenarnya yang saya incar adalah perjalanan kapal kelas I, namun yang tersedia hanyalah kapal tanpa kelas KM Nggapalu. Dulunya kapal ini menyediakan layanan kelas I dan II, namun kemudian sebagian besar kapal Pelni sekarang sudah tidak punya kelas lagi.

"Kalau mau pakai Kelas I, kakak harus tunggu tanggal 28 nanti, naik KM Sinabung. Itu ada kelas satunya," jawab penjual tiketnya.

Delapan hari lagi menunggu berarti cost menginap saya harus bertambah 8 x Rp 220 ribu. Hitung-hitungannya lebih ekonomis menyegerakan diri ke Makassar lalu naik pesawat. Lagipula ada undangan menghadiri konser dari Mas Ananda Sukarlan.

dokpri
dokpri
Sehari menjelang berangkat, saya masih sempat mencicipi Sup Saudara. Ternyata ini asli Makassar. Sup saudara mirip Coto Makassar, hanya saja lebih gurih, dengan campuran perkedel dan telur rebus, dan tetap dengan potongan daging sapi. Karena isinya lebih lengkap, maka makan sup ini lebih kenyang ketimbang coto.

dokpri
dokpri
Kapal baru berangkat pukul 11 malam keesokan harinya. Jadi mau tidak mau saya menginap sehari lagi di Pulau Buton, tepatnya di Hotel Bravo, tidak jauh dari pelabuhan. Hotel ini rapi dan bersih, dengan biaya hanya RP 275 ribu. Sayangnya entah kenapa tidak ada sabun yang diberikan untuk mandi. Untungnya saya sudah punya sabun sendiri.

dokpri
dokpri
Keesokan pagi, sambil membereskan pekerjaan yang tertunda secara remote, saya menunggu di warung di tepi Pantai Kamali. Kali ini saya usil mencoba sayur bunga dan buah pepaya. Seperti namanya, ada sedikit hint rasa pahit daun pepaya di dalamnya, namun tidak terlalu terasa juga, karena bahannya dari buah pepaya muda. Saat masuk ke mulut, awalnya mirip sayur labu. Namun baunya jauh lebih harum. Makannya dengan ikan goreng dan sambal. Sedap...

dokpri
dokpri
Menjelang pukul 8:00 malam, saya masuk kembali ke Pelabuhan Baubau. Walaupun kecil, artsitekturnya bagus sekali. Pelabuhan Kendari kalah bagus. "Tunggu saja di atas, kalau mau. Ada kafe," Kata penjaganya melihat saya gelisah menunggu kapal yang baru akan berangkat pukul 23:00.

Kafe kecil ini bagus, karena terletak di sudut bangunan di lantai dua, sehingga kita bisa menikmati kapal-kapal kecil hilir mudik, sementara KM Nggapulu bersiap-siap menurunkan dan memuat kembali penumpang. Saya kembali mengisi waktu dengan menulis dan mencicil pekerjaan.

dokpri
dokpri
"Para penumpang dipersilakan masuk ke KM Nggapulu dari dermaga," demikian announcer memberitahu bahwa sebentar lagi kapal ini akan melanjutkan perjalanan. Dari jauh, saya melihat kapal ini begitu meriah dengan lampu kelap kelipnya. Jadi terbayang kembali film Titanic.

"Oh ini bapak salah naik dek. Bukan di dek 5 karena kasurnya nomor 2011. Turun lagi pakai tangga di tengah. Lalu ke paling ujung kapal," kata seorang penumpang di dek 5 dengan nomor kasur 5122 yang saya temui. Di sini nyaris seluruh dek terisi kasur yang saling bersebelahan.

Di dek 5, saya menemukan kasur saya sudah diisi orang lain. "Ya sudah diisi sebelahnya saja Pak. 2008," Katanya sambil menunjuk kasur paling ujung di dekat dinding kapal. "Boleh juga sih," pikir saya. Kalau di pinggir berarti saya harus berimpit-impitan nantinya karena antar kasur tidak diberi sekat. Mirip asrama haji atau barak.

dokpri
dokpri
"Ya bagaimana lagi, namanya juga tiket ekonomi. Dinikmati saja," pikir saya. Sebelum berangkat, banyak pedagang resmi yang masuk ke dalam, menawarkan nasi cumi dan nasi udang. Harganya relatif murah, Rp 15 ribu untuk makanan dengan tiga lauk, cumi atau ayam, tempe, dan telur. Sangat enak dan murah. Kalau masih tidak puas, bisa beli lauk ikan bakar terpisah. Seukuran lengan anak kecil hanya Rp 10 ribuan.

dokpri
dokpri
Menjelang tengah malam, saya mendengarkan pengumuman. "Pintu teater di dek 2 telah dibuka. Kami memutar film untuk Anda nikmati." Pengumuman berasal dari pengeras suara. Saya buru-buru ke movie theater. Lumayan di sini dingin, tidak pengap. Sayangnya penjual kacang dan minuman dingin di depan tangga menuju theater entah ke mana. Padahal pasti enak duduk rebahan sambil ngemil dan nonton film.

dokpri
dokpri
Karena midnight, film yang diputar kategori film dewasa, tentang pelacuran di Thailand. Bukan benar-benar film porno. Bagus juga ceritanya, walaupun kadang saya sulit mengerti karena tidak ada subtitle. Lama-kelamaan karena dapat kursi di pojok, sehingga bisa nyender, saya ketiduran hingga film selesai dan menjawil saya.

"Bangun mas, udah selese.." Katanya mengingatkan. Seisi theater sudah kosong tidak ada penonton dan lampu sudah dinyalakan.

Malas balik ke tempat tidur dan ingin bebas dari kepengapan, saya keluar dan bertemu seorang pedagang minuman bernama Ivan. "Telinga saya agak susah mendengar, Pak. Bekas kena petasan waktu kecil," katanya meminta maaf dan menyeduh kopi yang saya pesan dengan nyaris berteriak.

"Kalau mau santai sedikit, minumnya di dek 7 saja. Ada kafe dan kursi di situ," Demikian petunjuk Mas Ivan sambil menunjuk tangga menuju ke atas. Saya ikuti petunjuknya, menuju pantat kapal.

Betul ternyata ada semacam tempat duduk panjang yang memungkinkan kita rebahan dan bersantai. Hanya saja kafenya sudah tutup.

Saya coba naik lagi, ternyata ada minimarket. Di sini tersedia es krim dan minuman dingin untuk yang kegerahan. Tapi harganya tentu agak mahal dibanding minimarket di daratan. Sebotol Aqua ukuran besar dihargai Rp 15 ribu.

Di dek ini, saya tertidur hingga pagi. Beberapa kali saya kebelet buang air, dan baru menemukan masalah di kapal bagus ini, kebersihan toiletnya!

Ya... tentu saja dengan jumlah toilet yang bisa dibilang minim, diakses ratusan orang, dan beberapa ada yang mampet, membuat saya agak mual menggunakan toilet di kapal ini. Tapi mau bagaimana lagi, tidak ada pilihan lain.

Mungkin akan bagus kalau disediakan urinoir, sehingga orang seperti saya yang agak jijikan tidak dipaksa menyaksikan pemandangan horor dari toilet mampet.

Pagi menjelang, saya mendengarkan kabar musibah dari Maya, menanyakan apakah Tommy Bernadus, Kompasianer partner saya dalam bertualang, baru saja meninggal. Karena kebetulan sedang di posisi laut yang sinyalnya sedang lemah, saya tidak bisa mengecek secara keseluruhan kabar tersebut.

Baru setelah makan siang saya bisa mengakses informasi dengan agak lancar karena kapal sudah mendekat ke Jeneponto. Saya tulis kalimat belasungkawa di media sosial.

dokpri
dokpri
Dalam keadaan sedih, di kafe di dek 8, dari kejauhan saya lihat baling-baling pembangkit listrik tenaga angin dari kejauhan. Saya ingat Tommy sudah dari dulu mimpi berpetualang dengan naik motor dan kendaraan umum. Harusnya dia menyaksikan pemandangan keren ini.

Penjaga kafenya, seolah tahu hati saya sedang gundah, lalu memutarkan lagu jenaka yang hampir selalu saya dengar selama perjalanan keliling Sulawesi. 

Su lama dekat hampir maso minta, 
Hati so ancor mo kas salah siapa 
Ado Mama ini paling sial ow, 
Su jaga bae-bae orang pu jodoh

Sungguh sebuah lagu yang ironis namun jenaka, menghilangkan sedikit kegundahan saya. 


"Kepada seluruh penumpang dipersilakan mengambil makanan, gratis di dek 4. Silakan mengantri dengan tertib," pemberitahuan dari announcer mengagetkan saya.

Saya baru tahu bahwa dari harga tiket yang saya dapatkan, masih mendapat makan siang gratis. Walaupun antreannya mengular panjang, tapi saya agak terhibur dengan hiburan dangdut gratis yang disajikan oleh awak kapal.

dokpri
dokpri
Makananan kapal sebenarnya cukup enak. Bahkan terasa lebih manusiawi dari makanan pesawat yang biasanya hambar. Lauknya ikan bumbu kuning, ditambah sop kacang merah dengan potongan daun kol, dan nasi yang lumayan banyak. Okelah untuk sebuah tambahan layanan dari tiket yang sudah murah meriah.

Usai makan, penumpang tiba-tiba disuruh balik ke tempat tidur masing-masing. "Kami akan mengadakan sweeping," demikian pengumuman dari pengeras suara. Saya tanyakan dengan penasaran apa yang terjadi, dan penumpang yang masih makan di sekitaran tangga memberitahu bahwa ada pencurian.

Syukurnya karena hampir tiap sudut ada CCTV, pelakunya cepat tertangkap dan digelandang oleh pasukan polisi ke ruang tertutup. Penumpang yang merasa barangnya kehilangan, satu per satu dipanggil dan dikembalikan barang miliknya.

Lumayan juga, ada laptop, HP, dan uang tunai jutaan. Semua dilakukan saat semua orang terlelap. Padahal sudah berkali-kali diumumkan bahwa tidak boleh mengisi baterai HP saat sedang terlelap, karena mudah sekali diambil orang jahat.

Inilah risikonya kalau naik kapal dalam keadaan berdesak-desakan. Harusnya kita sangat awas terhadap barang bawaan berharga. Namun, sekali lagi, dengan bantuan teknologi yang terpasang hampir di setiap sudut kapal, pelakunya dengan mudah tertangkap.

pelabuhan anging mamiri makassar, dokpri
pelabuhan anging mamiri makassar, dokpri
Pukul 03:00, kapal KM Nggapulu akhirnya merapat ke Terminal Pelabuhan Anging Mamiri, Makassar. Saya menghela napas lega. Untuk saya sendiri, ternyata perjalanan dari Baubau ini bisa dinikmati, walau agak panas dan pengap. Saya sempat kehilangan handuk, tapi tampaknya karena keteledoran sendiri karena tidak rapi mengaturnya di tas, sehingga jatuh saat berdesak-desakan.

Di luar itu semua, transportasi kapal tidak selambat yang sering dibayangkan orang. Setidaknya dibanding saya harus berputar-putar lagi dari Kendari, melalui jalur darat ke Makassar, yang harusnya memakan waktu sekitar 1,5 sampai 2 hari, maka dengan Kapal Laut dari Pelni, cukup ditempuh dalam 16 jam.

Maka demikianlah petualangan saya dalam perjalanan Baubau ke Makassar. Luar biasa berkeringatnya!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun