Mungkin akan bagus kalau disediakan urinoir, sehingga orang seperti saya yang agak jijikan tidak dipaksa menyaksikan pemandangan horor dari toilet mampet.
Pagi menjelang, saya mendengarkan kabar musibah dari Maya, menanyakan apakah Tommy Bernadus, Kompasianer partner saya dalam bertualang, baru saja meninggal. Karena kebetulan sedang di posisi laut yang sinyalnya sedang lemah, saya tidak bisa mengecek secara keseluruhan kabar tersebut.
Baru setelah makan siang saya bisa mengakses informasi dengan agak lancar karena kapal sudah mendekat ke Jeneponto. Saya tulis kalimat belasungkawa di media sosial.
Penjaga kafenya, seolah tahu hati saya sedang gundah, lalu memutarkan lagu jenaka yang hampir selalu saya dengar selama perjalanan keliling Sulawesi.Â
Su lama dekat hampir maso minta,Â
Hati so ancor mo kas salah siapaÂ
Ado Mama ini paling sial ow,Â
Su jaga bae-bae orang pu jodoh
Sungguh sebuah lagu yang ironis namun jenaka, menghilangkan sedikit kegundahan saya.Â
"Kepada seluruh penumpang dipersilakan mengambil makanan, gratis di dek 4. Silakan mengantri dengan tertib," pemberitahuan dari announcer mengagetkan saya.
Saya baru tahu bahwa dari harga tiket yang saya dapatkan, masih mendapat makan siang gratis. Walaupun antreannya mengular panjang, tapi saya agak terhibur dengan hiburan dangdut gratis yang disajikan oleh awak kapal.
Usai makan, penumpang tiba-tiba disuruh balik ke tempat tidur masing-masing. "Kami akan mengadakan sweeping," demikian pengumuman dari pengeras suara. Saya tanyakan dengan penasaran apa yang terjadi, dan penumpang yang masih makan di sekitaran tangga memberitahu bahwa ada pencurian.