Begitupun dalam persoalan pornografi. "Pornografi boleh dilarang. Walaupun di tiap negara, definisi pornografi itu bisa berbeda-beda. Pornografi itu bukan freedom of speech, bukan freedom of expression. Ia bagian dari ekspresi yang boleh dibatasi."
"Salah banget! Saya liberal dalam arti saya menganggap semua manusia diberi kemerdekaan untuk berpikir dan menafsirkan agamanya, dunia, apapun. Harus dibebaskan! Tidak boleh ada larangan untuk itu, di level gagasan, pikiran, pernyataan, dan gagasan yang dinyatakan dalam sebuah pernyataan. Tapi bahwa di dunia ini ada kesepakatan tentang apa yang boleh dan tidak boleh ditampilkan, itu boleh saja." katanya.Â
"Tapi harus diperhatikan bahwa pornografi tidak boleh, lalu tampil seksi lalu jadi ga boleh. Maksud saya dalam hal pornografi, berarti yang masuk dalam kategori mengeksploitasi seks secara berlebihan, apalagi di medsos yang bisa diakses oleh anak kecil dan remaja."
"Saya justru care untuk masalah-masalah tersebut!" katanya saat dikonfirmasi ulang pandangannya mengenai pornografi. "Memang di seluruh dunia juga, walau kita membela freedom of expression, bukan berarti mengizinkan pornografi, ketelanjangan, vagina diumbar, segala macam." Baginya pornografi, hate speech, sara, pelecehan gender, dan fitnah, sudah seharusnya ditolak bersama-sama.
Sebagai penutup wawancara sore yang diiringi angin semilir tersebut, sebagai akademisi, bagi Bang Ade memang sudah tugasnya untuk mengkritisi apapun yang dirasa tidak beres. Dan pastinya dalam tugas tersebut ia akan membuat tidak nyaman pihak tertentu.
Maka tidak fair seorang dosen dihalangi menjadi guru besar hanya karena alasan membuat tidak nyaman orang lain.
"Bisa saja misalnya, saya mengganggu kenyamanan mahasiswa saya yang tidur di kelas. Harus saya tegur dong... Â Itu menggangu kenyamanan mahasiswa saya. Wah langsung ga bisa jadi guru besar! Hahahaha," Katanya bercanda.
Dibantah Universitas Indonesia
Universitas Indonesia sendiri, melalui Rifelly Dewi Astuti, Kepala Kantor Humas dan KIP UI pada Jumat, 2 Agustus 2019, sebagaimana dimuat oleh Tempo, memberikan bantahan telah menolak Ade Armando menjadi guru besar.
"Karena setiap pengusulan yang belum memenuhi syarat dikembalikan untuk diperbaiki hingga dipenuhinya persyaratan sebagaimana yang telah diatur dalam peraturan entang Pedoman Pembinaan dan Pengembangan Profesi dan Karir Dosen Ul," jawab Rifelly Dewi Astuti melalui keterangan tertulis.
Rifelly juga menegaskan Ade Armando telah menandatangani Pakta Integritas Sivitas Akademika UI pada 16 Maret 2018. Pakta itu antara lain berisi ikrar untuk menjunjung tinggi Kode Etik dan Kode Perilaku Sivitas Akademika yang berlaku di UI.
Menurutnya, penandatanganan itu juga berarti Ade berjanji akan menjaga martabat UI dengan menjunjung tinggi norma kesusilaan dan berkomunikasi secara santun, menghormati dan berperilaku yang tidak mengganggu kenyamanan orang lain.